ASMR: Ancaman Tersembunyi di Balik Bisikan yang Menenangkan?

M. Reza Sulaiman | Martha Daila
ASMR: Ancaman Tersembunyi di Balik Bisikan yang Menenangkan?
Ilustrasi tidur, ASMR Tidur. (freepik.com/freepik)

Video ASMR Tidur kini menjadi tren besar di berbagai platform seperti YouTube dan TikTok. Banyak orang menggunakannya untuk relaksasi atau mengatasi insomnia karena sensasi tenang yang ditimbulkan oleh suara lembut seperti bisikan, ketukan halus, atau gesekan benda.

Namun, di balik efek menenangkan itu, ternyata ada ancaman tersembunyi yang jarang disadari: otak justru bisa bekerja lebih keras saat mendengarkannya.

Bagaimana bisa suara lembut yang menenangkan justru membuat otak sibuk? Yuk, kita bahas penjelasan ilmiahnya.

ASMR Memicu Aktivitas Saraf yang Kompleks

ASMR (Autonomous Sensory Meridian Response) merangsang sistem saraf melalui suara yang lembut dan repetitif. Saat seseorang mendengar bisikan atau suara tertentu, otak menafsirkan rangsangan itu sebagai sinyal sensorik yang unik, mirip seperti sentuhan lembut.

Bukti menunjukkan bahwa saat seseorang mengalami "tingling" atau sensasi geli khas ASMR, beberapa bagian otak seperti korteks sensorik dan sistem limbik justru bekerja lebih aktif. Artinya, meski tubuh terasa rileks, otak justru dalam kondisi siaga tinggi karena sedang memproses detail suara secara mendalam.

Suara Bisikan Membuat Otak Fokus Berlebihan

Berbeda dari musik santai atau suara alam yang ritmenya stabil, bisikan ASMR bersifat tidak terduga. Kadang pelan, kadang lebih dekat, bahkan berpindah arah antartelinga (efek 3D audio).

Hal ini membuat otak bekerja ekstra untuk melacak sumber suara dan mengatur persepsi ruang. Akibatnya, bagian otak yang bertanggung jawab pada orientasi spasial dan perhatian (attention network) justru tetap aktif. Inilah alasan mengapa sebagian orang justru sulit benar-benar tertidur meski mendengarkan ASMR yang katanya "bikin ngantuk".

Efek Mikro-Stimulasi: Tenang tapi Tidak Sepenuhnya Istirahat

Otak manusia tidak bisa benar-benar "beristirahat" jika masih menerima rangsangan sensorik yang kompleks. Meskipun tubuh merasa santai, otak tetap melakukan mikro-stimulasi, yaitu aktivitas saraf halus yang mempertahankan kesadaran ringan.

Inilah kenapa banyak orang yang mendengarkan ASMR sebelum tidur memang merasa tenang, tetapi tidak sepenuhnya masuk ke fase tidur dalam (deep sleep). Hasilnya, mereka bisa terbangun lebih mudah, atau merasa lelah meski sudah tidur cukup lama.

Dampak Jangka Panjang: Ketergantungan Sensorik

Ada bukti nyata bahwa penggunaan ASMR secara terus-menerus sebelum tidur bisa menciptakan ketergantungan sensorik. Otak terbiasa dengan stimulus eksternal untuk menenangkan diri, sehingga kesulitan untuk rileks secara alami tanpa suara tambahan.

ASMR Tidak Buruk, Tapi Perlu Disikapi Bijak

Bukan berarti ASMR berbahaya. Faktanya, banyak orang yang merasa terbantu dalam mengurangi kecemasan dan insomnia ringan. Namun, penggunaan yang berlebihan atau salah waktu bisa membuat otak terus aktif tanpa disadari.

Sebaiknya, dengarkan ASMR hanya saat benar-benar butuh relaksasi, bukan setiap kali ingin tidur. Dan usahakan mematikan perangkat beberapa menit sebelum benar-benar memejamkan mata, agar otak punya waktu untuk bertransisi ke keadaan tenang alami.

Suara lembut dalam video ASMR tidur memang menenangkan, tapi bukan berarti otak berhenti bekerja. Faktanya, otak justru memproses suara itu secara aktif, memicu konsentrasi halus yang membuatnya tetap terjaga sebagian.

Jadi, kalau kamu sering mendengarkan ASMR setiap malam dan merasa tidurmu tidak sepenuhnya pulas, mungkin otakmu sedang "bekerja diam-diam".

Ingat, tidur terbaik adalah saat pikiran benar-benar tenang, bukan karena distraksi lembut, tapi karena tubuh dan otakmu benar-benar siap beristirahat.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak