"Ia dengar kabar dari lalu, bahwa dirimu sudah tak lagi menjadi biasa, tanya nya, kau tak pernah menjawab dengan benar. Ia khawatir dan bertanya pada ku, apa benar gerangan rindu yang kau bunuh dengan paksa di malam itu? Tanya ia pada ku. Lantas dengan apa aku harus menjawab, bahwa sejatinya rindu tak benar-benar merindukan nya, dengan apa harus kuterangkan, bahwa keterangan itu sangat-sangat gelap. Entah lah, aku menulis kabar ini kepada mu, supaya kau tau seberapa besar pengaruh kabar ini baginya." ucap diriku di secarik kertas yang akan ku kirim kan pada seorang sahabat perempuan ku, atas kegelisahan sahabat laki-laki ku, yang mendengar cerita bahwasanya rindu ia kepada mantan kekasih nya dahulu, sudah benar-benar dibunuh oleh waktu.
Sudah cukup lama aku mengirimkan surat itu, tak jua ada balasan darinya. Cukup lama, hampir 3 bulan, aku dan sahabat laki-laki ku ini menunggu kabar dari sahabat perempuan ku. Ia sibuk menunggu kabar dari mantan kekasih yang masih ia cintai, sementara aku sibuk menunggu pesan dari sahabat sejatiku. Ya, mereka berdua adalah sahabat sejatiku sedari kecil.
Tak lama kemudian, datang lah surat kabar itu, setelah 3 bulan lama nya kami menunggu, hampir 4 bulan. Tertulis singkat di pesan itu.
"Ini aku, teman nya, maaf baru membalas, sampaikan pada si perindu itu, ia sudah mati bersama kenangan nya." ucap tulisan di surat kabar itu, aku pun terdiam, sahabat laki-laki ku pun terdiam, sembari meneteskan air mata tak berkesudahan. Masih tak percaya, akan surat kabar yang baru saja kami terima.