Pemain Naturalisasi Malaysia dan Indonesia bak Bumi dan Langit, Ini Sebabnya

Hayuning Ratri Hapsari | Agus Siswanto
Pemain Naturalisasi Malaysia dan Indonesia bak Bumi dan Langit, Ini Sebabnya
Para pemain Timnas Indonesia yakni Sandy Walsh, Ivar Jenner dan Jordi Amat tengah menikmati latihan jelang Piala Asia 2023. [Dok. IG/@sandywalsh]

Tidak dapat dimungkiri bahwa melesatnya ranking FIFA Indonesia disebabkan keberadaan para pemain naturalisasi. Kehadiran mereka dalam timnas Indonesia mampu mewarnai cara bermain Indonesia. Contoh paling nyata dalam ajang Piala Asia 2023 dan Kualifikasi Piala Dunia 2026.

Dalam dua ajang tersebut Shin Tae-yong mampu memadukan antara para pemain naturalisasi dan lokal menjadi kekuatan yang menakutkan. Buktinya timnas Indonesia mampu mengalahkan Vietnam di kandangnya dengan skor telak 3-0.

Keberadaan para pemain naturalisasi ini tak pelak menjadi bahan ejekan dari berbagai pihak, terutama Malaysia dan Vietnam. Namun yang menarik, justru Malaysialah yang paling getol menaturalisasi pemain timnasnya. 

Maka saat terjun dalam Piala Asia 2023 tidak tanggung-tanggung mereka memboyong 14 pemain naturalisasi, separuh dari kekuatan tim. Namun hasilnya tidak ada sama sekali. Mereka tersisih di babak penyisihan grup.

Hal berbeda terjadi di Indonesia. Keberadaaan para pemain naturalisasi benar-benar membawa pengaruh besar. Timnas Indonesia menjadi semakin kuat.

Perbedaan ini pada dasarnya disebabkan oleh 2 hal. Pertama, para pemain naturalisasi Malaysia rata-rata berusia 25 tahun ke atas. Hal ini berakibat ‘masa pakai’ mereka di timnas relatif pendek.

Bedakan dengan para pemain naturalisasi Indonesia yang masih berumur 20 tahunan. Nama-nama Ivar Jenner, Justin Hubner, Rafael Struic, Jay Idzes memberikan Jaminan berkontribusi lama di timnas.

Selain itu, tenaga mereka masih bagus. Mereka mampu bertarung dalam 90 menit permainan dengan tempo tinggi. Hal ini dikarenakan usia mereka yang masih muda dan tengah berkembang.

Kedua, para pemain naturalisasi Malaysia hanya bermain di liga domestik alias Liga Malaysia. Hal ini tentu saja sangat berpengaruh karena tingkat permainan dan persaingan di liga domestik sangat jauh jika dibandingkan di Eropa.

Dengan hanya  bermain di liga domestik, kemampuan mereka tidak berkembang. Hal ini juga dialami para pemain lokal Vietnam yang hanya bekutat di V League saja.

Para pemain naturalisasi Indonesia banyak berkiprah di luar negeri, seperti Inggris, Belgia, Belanda, dan Italia.

Meski mereka tidak berada di liga utama, namun aroma yang ada di liga-liga Eropa jelas jauh  berbeda dengan yang ada di Asia Tenggara. Jadi, pengalaman mereka merumput di Eropa sangat bermanfaat saat diterapkan di Asia Tenggara.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak