Pernahkah kamu melihat satu momen di lapangan futsal, saat seorang pemain memilih untuk tidak mengoper bola ke temannya yang sudah kosong? Atau malah sebaliknya? Operan nekat dikirim ke pemain yang dijaga ketat oleh lawan dan ternyata gagal? Mungkin, banyak yang langsung menyalahkan pemainnya, tapi… tunggu dulu! Hal tersebut bisa jadi bukan hanya soal skill, tetapi juga terkait dengan sains. Tepatnya yaitu hormon oksitosin dan rasa percaya.
Hormon Kepercayaan di Lapangan Futsal
Dalam ilmu saraf, oksitosin dikenal sebagai “hormon kepercayaan” karena dilepaskan oleh tubuh saat kita merasa aman, dihargai, dan dekat dengan orang lain. Saat kamu merasa nyaman dan percaya pada rekan satu tim dalam futsal, kadar oksitosin dalam tubuhmu akan meningkat. Hal ini akan ikut berkontribusi memengaruhi cara otak dalam mengambil keputusan dan memperkuat kerja sama di lapangan.
Temuan dari jurnal Scientific Reports (2023) memperkuat hal tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa atlet yang menang dalam pertandingan memiliki kadar oksitosin yang lebih tinggi, kecemasan mental (cognitive anxiety) lebih rendah, dan rasa percaya diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang kalah. Hal ini menunjukkan bahwa tim dengan ikatan kepercayaan yang kuat secara biologis akan tampil lebih tenang, lebih percaya diri, dan mampu mengambil keputusan operan yang tepat dalam situasi kompetitif. Dengan kata lain, kerja sama tim yang efektif sangat mungkin dipengaruhi oleh kestabilan hormon sosial dalam tubuh.
Jadi, Operan Gagal Itu Bisa Jadi Masalah “Trust”?
Benar. Ketika seorang pemain tampak enggan melakukan operan, hal itu tidak selalu mencerminkan sifat egois atau kurangnya kemampuan teknis. Bukan pula tidak memahami teknik dasar futsal. Bisa jadi, pemain tersebut sedang mengalami keraguan yang berasal dari kurangnya kepercayaan terhadap kemampuan rekannya. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh sistem sosial dan hormonal dalam otak, khususnya oksitosin yang berperan dalam membentuk rasa percaya antar individu.
Begitu pun ketika operan sudah dilakukan namun tidak berhasil diterima dengan baik, penyebabnya tidak selalu karena kesalahan teknis dari penerima. Bisa jadi, hal tersebut berkaitan dengan kesiapan mental atau kurangnya ikatan sosial yang belum cukup terbangun antara kedua pemain.
Semakin tinggi tingkat kepercayaan dalam tim, semakin besar pula kemungkinan para pemain berani mengambil keputusan cepat dan kolektif di situasi genting. Mereka tidak ragu melakukan operan dalam kondisi sulit karena yakin bahwa rekan setim akan memahami maksud mereka meskipun tanpa komunikasi verbal secara eksplisit.
Komunikasi Nonverbal: Bukti Nyata Koneksi Otak dalam Tim Futsal
Istilah “chemistry tim” bukan sekadar ungkapan biasa, melainkan memiliki dasar ilmiah. Konsep ini berkaitan dengan neuroplastisitas atau kemampuan otak untuk membentuk dan memperkuat jalur komunikasi setelah mengalami interaksi yang berulang. Dalam futsal, semakin sering pemain berlatih dan bermain bersama, otak mereka akan lebih mudah mengenali pola pergerakan satu sama lain. Hasilnya, komunikasi nonverbal seperti tatapan, gerakan tangan, atau pemahaman posisi dapat terjadi secara lebih alami dan cepat, tanpa memerlukan kata-kata.
Proses ini juga diperkuat oleh keberadaan hormon oksitosin, yang berperan dalam meningkatkan kepekaan terhadap emosi maupun ekspresi orang lain. Hormon ini membantu pemain lebih mudah membaca situasi di lapangan serta mempererat ikatan emosional antar anggota tim.
Ketika Rasa Percaya Menurun, Kinerja Tim Bisa Terganggu
Sebaliknya, jika dalam tim sering terjadi konflik, saling menyalahkan, atau komunikasi negatif lainnya, kadar oksitosin bisa menurun. Akibatnya, kerja sama pun terganggu. Mulai dari komunikasi menjadi tidak efektif, pemain cenderung mengambil keputusan secara impulsif, serta koordinasi tim menurun. Bahkan kesalahan kecil dapat berkembang menjadi ketegangan yang merusak harmoni tim.
Oleh karena itu, membangun tim yang solid tidak cukup hanya dengan strategi permainan. Hubungan sosial yang sehat dan saling percaya menjadi fondasi penting dalam menciptakan performa optimal, baik secara teknis, emosional, maupun biologis.
Jadi, Salah Siapa?
Gagal oper itu bukan semata soal kaki yang meleset. Bisa jadi itu merupakan hasil dari kepercayaan yang belum terbentuk atau hubungan tim yang belum kuat. Oksitosin sebagai hormon sosial diam-diam mengatur semuanya. Jika kamu mau memiliki tim yang passing-nya lancar dan paham satu sama lain, jangan lupa bangun rasa percaya terlebih dahulu. Karena di balik operan yang sukses, ada ikatan yang kuat secara biologis dan emosional.
Mau Rasain Chemistry Itu di Lapangan?
Yuk gabung di AXIS Nation Cup 2025! Turnamen ini bukan cuma ajang pamer skill, tapi juga tempat terbaik untuk membangun kepercayaan dan kekompakan tim. Setiap umpan, selebrasi, sampai gagal bareng pastinya bisa jadi pengalaman sosial yang bikin kamu makin paham arti kerja sama yang sesungguhnya. Info lengkap terkait jadwal dan pendaftaran bisa kamu cek di anc.axis.co.id atau axis.co.id.