Mengisap Uang Investor ala Elizabeth Holmes

Rendy Adrikni Sadikin | Billie Adrian
Mengisap Uang Investor ala Elizabeth Holmes
Elizabeth Holmes. (www.wired.com)

Pada masa ini berbagai macam pekerjaan sudah dapat tergantikan oleh kecanggihan teknologi yang dikembangkan oleh para ilmuwan dan insinyur. Beberapa pekerjaan tersebut diantaranya adalah teller bank, penginput data, dan telemarketer. Hal tersebut membuktikan bahwa perkembangan teknologi ini membawa dampak yang baik dimana pekerjaan yang digantikan oleh teknologi dapat bekerja dengan tingkat efisiensi yang tinggi dibandingkan tenaga kerja manusia.

Akan tetapi, perkembangan teknologi juga membawa dampak yang buruk dimana ketika tenaga kerja manusia sudah tidak dibutuhkan lagi dan perusahaan lebih memilih teknologi maka akan terdapat banyak sekali tenaga kerja manusia yang kehilangan pekerjaannya karena tergantikan oleh teknologi.

Tidak hanya itu, iming-iming invensi teknologi baru juga membuka pintu terjadinya kejahatan kerah putih. Nah, tulisan ini akan mengulik ide invensi teknologi Elizabeth Holmes yang digadang-gadang dapat menjadi terobosan baru pada industri kesehatan tetapi ternyata hanyalah suatu omong kosong.

Kehidupan Awal dan Pendidikan

Elizabeh Anne Holmes lahir pada tanggal 3 Februari 1984 di Washington, D.C., Amerika Serikat. Ayahnya bekerja di serangkaian instansi pemerintah, salah satunya adalah United States Agency for International Development (USAID) sedangkan ibunya merupakan seorang mantan staf komite Capitol Hill.

Ia menghabiskan masa kecilnya di Washington, D.C selepas pindah dari Texas. Sifat entrepreneur Elizabeth Holmes sudah mulai muncul saat dirinya menginjak usia remaja dan tertarik pada pemrograman komputer dimana ia memulai bisnis menjual software terjemahan bahasa coding ke universitas-universitas di China.

Singkat cerita pada tahun 2002 Elizabeth Holmes diterima di Universitas Stanford yang menduduki peringkat 4 universitas terbaik di Amerika Serikat pada masa itu dan mengambil jurusan teknik kimia. Namun, Elizabeth tidak sampai menyelesaikan studinya karena pada tahun 2004 Ia keluar dari Universitas Stanford untuk lebih fokus pada perusahaannya sendiri yaitu Theranos.

Theranos, Edison, dan Investor

Elizabeth Holmes mendirikan Theranos pada tahun 2003. Awalnya perusahaannya dinamakan “Real-Time Cures.” Selama beberapa tahun berikutnya, Elizabeth mengalihkan fokusnya untuk menciptakan bentuk tes darah baru, mengklaim itu didasarkan pada teror jarumnya sendiri. Nama perusahaannya pun diubah menjadi Theranos, gabungan dari kata "theraphy" dan "diagnosis."

Tujuan dari Theranos sendiri memang sangat menantang dimana Elizabeth ingin menghilangkan kebutuhan untuk mengumpulkan sampel darah melalui jarum tradisional dan menggantinya menggunakan ujung jari dimana sejumlah kecil darah dikumpulkan ke dalam tabung kecil yang disebut "nanotainer." Nantinya, nanotainer ini akan dianalisis di lab dan digunakan untuk tes darah.

Hal yang membuat ini terobosan adalah Theranos menjanjikan sebuah teknologi untuk melakukan tes darah dengan kuantitas darah yang sedikit yaitu hanya ujung jari saja sedangkan kita tahu bahwa tes tradisional menggunakan jarum tradisional yang relatif besar dan membutuhkan sampel darah yang banyak.

Tidak hanya itu, setiap tes darah yang dilakukan Theranos lebih murah daripada tes darah yang dilakukan rumah sakit pada umumnya. Sekarang, siapa orang yang tidak tertarik dengan teknologi yang ingin diciptakan Theranos. Oleh karena itu, Theranos digadang-gadang dapat membuat revolusi dalam tes darah.

Theranos kemudian membuat langkah lebih drastis lagi dengan membuat mesin tes darah sendiri yaitu Edison. Edison adalah sebuah mesin yang dapat menganalisis setiap sampel darah dalam nanotainer apabila nanotainer dimasukkan dalam mesin Edison. Nama mesin ini sendiri mengambil nama dari salah satu penemu di Amerika Serikat yaitu Thomas Alva Edison.

Rencananya mesin ini akan dikomersialisasikan dan dapat dipakai sebagai barang rumahan sehingga masyarakat tidak perlu untuk pergi ke rumah sakit dan melakukan tes darah. Sayangnya, mesin ini tidak akan menjadi mesin yang digadang-gadang Theranos kemampuannya.

Sekarang, bagaimana Elizabeth Holmes dapat memberikan rasa percaya bagi investor untuk menaruh uang mereka dalam projek yang terdengar gila dan bahkan membawa Theranos menjadi perusahaan yang memiliki valuasi sebesar 10 milyar dolar? Tidak hanya itu, pada tahun 2014 Elizabeth Holmes menjadi cover dari majalah Forbes dengan kekayaan sebesar 4,5 milyar dolar.

Lantas, sihir apa yang dilakukannya sehingga ia memiliki kekayaan sebanyak itu di saat umurnya masih 30 tahun?

Sebelum itu, kita lihat dulu tokoh-tokoh penting yang menjadi investornya. The Walton Family (keluarga yang mendirikan perusahaan Walmart), Rupert Murdoch (pemilik dari News Corporation yang memegang Fox News, 20th Century Fox, dan The Wall Street Journal), Betsy DeVos (sekretaris pendidikan ke-11 Amerika Serikat) merupakan beberapa contoh dari banyaknya tokoh penting yang menaruh sebagian kekayaan mereka dalam perusahaan Theranos.

Sekarang, kita dapat melihat ini dari 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal menjelaskan cara kerja pikiran Elizabeth Holmes dalam meyakinkan investor. Sebaliknya, faktor eksternal menjelaskan apa yang membuat para investor mau untuk percaya kepada Elizabeth Holmes.

Secara internal, Elizabeth Holmes memrogram dirinya sedemikian rupa menjadi seseorang yang ikonik. Richard Fuisz, M.D., seorang psikiater, penemu, dan mantan agen CIA yang merupakan teman kecil dari Elizabeth Holmes mengatakan bahwa Elizabeth Holmes dengan sengaja menirukan gaya Steve Jobs (Salah satu pendiri perusahaan Apple dan seorang ikon yang akan selalu dikenang atas jasanya dalam merevolusi pasar digital di dunia).

Richard berkata, "Dia mengenakan turtleneck hitam Jobs, dia memotretnya dengan lensa pelangsing agar lehernya terlihat lebih kurus, dia mengadakan rapat staf pada saat yang sama dengan Jobs, dia meniru bahasa tubuhnya — menarik nanotainer [tempat Theranos akan menyimpan setetes darah pasien yang diklaim akan diuji] dari sakunya seperti yang dilakukan Jobs dengan iPhone.”

Tidak hanya itu, Richard juga menganalisis cara berbicara Elizabeth Holmes dimana ia menyatakan bahwa Elizabeth dengan sengaja memberatkan suaranya setiap kali Ia berbicara kepada orang lain. Alasan Elizabeth mengarang aspek khusus dari kebohongannya ini mungkin terkait dengan penelitian tentang perilaku manusia yang menunjukkan bagaimana mereka yang bersuara lebih dalam cenderung lebih dihormati dan disetujui.

Tiruan inilah yang membuatnya lebih disegani oleh para investor besar di Amerika Serikat karena Elizabeth Holmes mengubah dirinya sedemikian rupa menjadi salah satu ikon besar di Amerika Serikat dan membuat mereka percaya bahwa dirinya akan menjadi ikon besar yang merevolusi industri kesehatan.

Secara eksternal, para investor lebih memilih berpikir menggunakan insting mereka dan terbuai dengan tujuan perusahaan theranos sendiri yaitu merevolusi industri kesehatan. Michael Greeley (Seorang mitra umum dari Flare Capital Partners di Boston) menjelaskan 2 sistem yang manusia pakai ketika membuat sebuah keputusan. Sistem 1 dimana kesimpulan yang cepat dan didorong berdasarkan emosi.

Di sisi lain, sistem 2 dimana mengedepankan pengumpulan data dan menganalisis data tersebut sampai terdapat sebuah kesimpulan terhadap data tersebut. Sayangnya, dalam kasus ini para investor menggunakan sistem 1 dimana mereka melihat bahwa theranos memiliki tujuan yang mulai yaitu merevolusi industri kesehatan dimana semua orang dapat lebih mudah mengakses tes darah dan mengambil kesimpulan tersebut dibadingkan melihat seberapa masuk akal teknologi yang mereka janjikan untuk melakukan tes darah menyeluruh hanya dengan 1 tetes darah.

Hal inilah yang menyebabkan emosi mengendalikan perbuatan dan para investor mengabaikan data-data yang seharusnya mereka dapat lihat lebih hati-hati dan menganalisis data tersebut. Apalagi, melihat investor-investor Theranos yang berasal dari tokoh-tokoh besar mulai dari pendiri perusahaan sampai sekretaris pendidikan Amerika Serikat.

Kedua faktor ini pun yang membuat kerugian yang sangat besar bagi uang investor itu sendiri dan terutama terhadap teknologi. Kerugian terhadap teknologi karena masyarakat dapat tidak percaya lagi bila terdapat perkembangan teknologi yang terbukti benar bisa mengubah dunia tetapi tidak dapat dipakai karena rasa kepercayaan itu.

Akhir dari Theranos dan Elizabeth Holmes

Akhir dari Theranos dan Elizabeth Holmes pun bukan merupakan good ending dimana perusahaannya menjadi perusahaan besar yang merevolusi industri kesehatan dan Elizabeth menjadi ikon yang akan memotivasi orang-orang menjadi seperti dirinya. Ternyata, semua janji teknologi tes darah menyeluruh dengan hanya menggunakan nanotainer merupakan sebuah omong kosong saja.

Para karyawannya yang bekerja di labnya juga sudah memberi tahu kepadanya tentang ketidakmungkinan penggunaan teknologi ini. Elizabeth yang tidak peduli dengan kata karyawannya tetap melanjutkan projeknya ini bahkan ia memanipulasi data dari tes darah konsumennya sendiri sehingga mendapat hasil tes yang lebih baik.

Puncak dari akhir Theranos dan dirinya adalah ketika pada tahun 2016 lab Theranos ditutup karena tidak memiliki sertifikat yang dibutuhkan dan menyalahi standar kesehatan konsumennya. Para investor dan sponsor yang mulai sadar dengan teknologi omong kosongnya ini berhenti bekerja sama dengan Theranos dan dirinya sampai pada bulan September 2018 perusahaan Theranos akhirnya bangkrut dengan valuasi mencapai 0 dolar. Elizabeth pun dituntut atas kejahatan penipuan oleh para investornya dan masih menunggu persidangan yang akan diadakan pada Maret 2021.

Investornya pun menderita kerugian ratusan juta dolar. The Walton Family menderita kerugian 150 juta dolar, Rupert Murdoch menderita kerugian 125 juta dolar, Betsy DeVos menderita kerugian 100 juta dolar. Tiga angkat tersebut bukan merupakan angka yang semua orang bisa dapatkan seumur hidup mereka.

Oleh karena itu, kesimpulan yang bisa kita ambil dari kasus ini adalah apabila kita ingin menaruh uang kita terhadap sesuatu, kita harus mengutamakan data dan logika dibandingkan insting dan emosi kita. Alhasil, kita akan lebih bijak dalam mengambil keputusan dan berani mempertanggungjawabkan keputusan tersebut.

“As long as greed is stronger than compassion, there will always be suffering.” - Rusty Eric

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak