Negara indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar wilayahnya berbentuk Kepulauan,
Potensi Perikanan indonesia sangat besar karena sumber daya alam indonesia masih terjaga terlebih lagi pada hasil laut ndonesia ,
Ekspor hasil laut indonesia setidaknya dapat menyumbang devisa negara.
Hal ini sangat menguntungkan bagi pemerintah karena potensi perikanan indonesia masih menjadi ladang subur untuk di kelola.
Namun, pengelolaan sumber daya laut menyisakan polemik sendiri bagi nelayan penangkap ikan, dikarenakan beberapa dekade terakhir menteri kelautan dan perikanan mengeluarkan pendapatnya terhadap masalah perikanan indonesia.
Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Sos-Ek Perikanan, Nimmi Zulbainarni, mengungkapkan sejumlah permasalahan sektor perikanan saat ini. Dia mengatakan terjadinya penangkapan ikan berlebihan (overfishing) karena industri perikanan yang tidak bekerja secara maksimal. Penangkapan ikan yang melebihi kapasitas sumber daya ini mengakibatkan kemampuan produksi pada tingkat Maximum Sustainable Yield (MSY) menurun. "Overfishing ini karena tidak bekerjanya industri. Kalau tidak open akses, penangkapan ikan akan melebihi kapasitas," kata Nimmi dalam Konsultasi Publik terkait Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna, Cakalang, dan Tongkol (RPP TCT).
Sesuai dengan pendapat penasehat menteri kelautan dan perikanan bahwa pusat masalahnya ada pada nelayan yang dapat mengakibatkan penurunan produksi pada saat industri tidak bekerja secara maksimal. Namun, ketika kita lebih membuka mata kepada kehidupan nelayan bahwa kita menemukan beberapa kendala yang mengakibatkan tudingan pemerintan terhadap penangkapan yang berlebihan (overfishing) itu sangat keliru, karena pemerintah tidak melihat secara langsung bagaimana kehidupan nelayan yang sebenarnya.
Bagi nelayan, kegiatan mencari ikan di laut sangat tergantung pada cuaca. Jika cuaca mendukung, hampir setiap hari para nelayan ini berangkat melaut. Kecuali hari Jum’at yang biasa digunakan sebagai hari libur. Tapi jika cuaca buruk seperti musim angin barat sebagian dari mereka tidak berani melaut. Di tambah minimnya alat penangkapan dan sarana produksi yang masih belum maksimal mengkibatkan pengeluaran modal yang cukup besar.
Kondisi cuaca yang sulit di prediksi mengakibatkan kerugian besar pada nelayan, dikarenakan jarak antara pinggir pantai dan tempat mencari ikan ( ± 10 mil), seringkali nelayan sudah terlanjur dalam perjalanan namun tiba-tiba cuaca tidak mendukung sehingga mengakibatkan nelayan gagal melaut/balik ke daratan.
Sejak akhir tahun Oktober-April , saya tidak bisa setiap hari melaut karena angin kencang. Dalam sepekan kadang cuma bisa melaut tiga hari. Pernah sebulan penuh tidak melaut,” kata syarifuddin (46 tahun) Nelayan di pantai Babana,kecmatan Budong-Budong, Kab.Mamuju Tengah, Provinsi Sulawesi Barat.
Bukan persolan nelayan yang overfishing yang menjadi problem industri perikanan indonesia. Namun, masalah pengelolaan industri yang belum optimal, karena jika kita melihat kondisi nelayan di indonesia, mereka hanya memenuhi kebutuhan hidup beserta keluarganya. Nelayan menggunakan waktunya dengan sebaik mungkin jika mereka bisa melaut dengan menangkap ikan sebanyak-banyaknya, hal ini juga menjadi solusi bagi nelayan ketika bisa menyimpan hasil pendapatannya ketika cuaca tidak mendukung.
Jika upaya penangkapan dibatasi pada tingkat yang optimal, beberapa nelayan jadi tidak boleh lagi dipekerjakan. Overfishing bukan menjadi masalah utama perikanan indonesia. Namun, masalah pengelolalan dan kesiapan industri perikanan ketika cuaca membaik, karena hal ini sejalan dengan pendapatan nelayan yang cukup besar, jika pihak industri tidak punya kesiapan maka proses pengelolaan hasil laut akan mengalami Masalah. Sebut saja masalah harga yang akan berdampak pada rendahnya harga tawar ikan dan hasil laut lainnya.
Pemerintah harus mengevaluasi kembali secara jelas masalah perikanan indonesia dan melihat secara utuh masalah-masalah pada nelayan , karena ini menyangkut keberlangsungan hidup masyarakat pesisir(Nelayan).