Portugis dan Spanyol merupakan bangsa Eropa yang mempelopori penjelajahan samudera dengan memanfaatkan teknologi navigasi sebagai petunjuk di tengah lautan. Bangsa Barat pun mempunyai semangat untuk menjalankan misi 3G (Gold, Glory, and Gospel).
Penjelajahan samudera tersebut disebabkan oleh diblokade-nya jalur perdagangan dunia di kawasan Luat Tengah, sehingga bangsa Eropa mencari jalur baru untuk memperlancar kembali aktivitas perdagangan.
Bangsa Portugis di Maluku
Sebelum berlabuh ke Kepulauan Maluku, bangsa Portugis telah berada di wilayah Malaka pada tahun 1509 Masehi. Di Malaka, Portugis telah menguasai wilayah tersebut dan memonopoli perdagangan rempah-rempah. Hal tersebut dikarenakan Malaka merupakan Pelabuhan transit pada pedagang. Wilayah strategis tersebut menjadi kesempatan emas untuk mengangkut kekayaan dari memonopoli perdagangan rempah-rempah.
Kemudian, Portugis mencari wilayah baru untuk mencari tempat penghasil rempah-rempah. Diketahui bahwa Maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbaik. Pada tahun 1512, Portugis tiba di Maluku, dan disambut dengan ramah dan baik oleh Kerajaan Ternate yang sedang bersitegang dengan Kesultanan Tidore.
Portugis pun memanfaatkan situasi tersebut dengan cara memilih Kerajaan Ternate untuk dijadikan Sekutu. Bangsa Portugis langsung memainkan misi 3G-nya, yaitu dengan meminta izin untuk mendirikan Bennteng Pertahanannya. Benteng tersebut sebagai simbol wilayah Maluku termasuk wilayah Kekuasaannya.
Melihat banyaknya rempah-rempah di Kepulauan Maluku, Portugis langsung melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah. Portugis membeli rempah-rempah dengan harga yang relatif murah. Kemudian dipergadangkan lagi dengan harga yang sangat tinggi di pasar Eropa. Mencatat kutipan dari Situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), selain melakukan aktivitas monopoli perdagangan rempah-rempah dan ikut campur dalam urusan kekerajaan setempat, Portugis sekaligus menyebarkan agama Katholik.
Kedatangan Spanyol mengakibatkan Konflik
Kepulauan Maluku yang kaya akan rempah-rempahnya telah diakuisisi oleh Portugis. Dengan adanya pengambilalihan wilayah yang dilakukan oleh pihak Portugis, maka bangsa mana pun tidak berhak mengklaimnya. Portugis pun menggunakan kesepakatan dalam perjanjian Tordesillas yang dilaksanakan pada 7 Juni 1494 Masehi. Perjanjian tersebut menentukan garis-batas wilayah untuk bangsa Portugis dan bangsa Spanyol.
Pada 1521, bangsa Spanyol yang dipimpin oleh Sebastian del Cano tiba di Kepulauan Maluku, dan disambut baik oleh pihak Kesultanan Tidore. Kesultanan Tidore yang menjadi rival dari Kerajaan Ternate dan pihak Portugis, kemudian menjadikan pihak Spanyol untuk menjadi Sekutunya. Upaya Kesultanan Tidore dalam menjadikan pihak Spanyol menjadi Sekutunya, yakni untuk membantu Kesultanan Tidore lepas dari kekuasaan pihak Portugis, dan memanfaatkannya untuk menyerang Portugis.
Kedatangan bangsa Spanyol di Kepulauan Maluku merupakan suatu ancaman bagi monopoli perdagangan rempah-rempah yang dilakukan oleh pihak Portugis, dan menjadi ancaman pula untuk wilayah kekuasaannya. Mengutip dalam tulisan Nusantara: Sejarah Indonesia (2008), pihak Portugis menyadari betul bahwa mereka harus memperkuat posisi di Kepulauan Maluku yang kaya akan rempah-rempah tersebut. Dan Portugis mengklaim bahwa pihak Spanyol telah melanggar perjanjian Tordesillas yang telah mereka sepakati.
Kemudian, yang terjadi ialah konflik sosial yang terjadi di wilayah Maluku, keributan antara Kerajaan Ternate dengan Kesultanan Tidore, dan perseteruan antara bangsa Portugis dengan bangsa Spanyol.
Penyelesaian Konflik dengan Perjanjian Saragosa
Kedua bangsa Eropa tersebut disamping saling bersikeras dalam mengklaim, mereka juga berupaya untuk mencari jalan keluarnya agar konflik segera mereda. Dan akhirnya, pada 22 April 1529, kedua bangsa Eropa tersebut memilih jalar menyelesaikan konflik dengan melakukan perjanjian Zaragoza atau Saragosa.
Perjanjian Zaragoza tersebut merupakan kelanjutan dan mempertegas dari perjanjian sebelumnya, yaitu perjanjian Tordesillas. Adapun isi perjanjian Saragosa, yaitu pihak Spanyol harus angkat kaki dari Kepulauan Maluku, dan pindah ke wilayah yang telah ditemukan sebelumnya, yaitu Filipina. Sedangkan, pihak Portugis tetap melakukan kegiatan perdagangannya di Kepulauan Maluku.