Tentu semua tahu, siapa sih Bung Karno dan apa perannya terhadap bangsa Indonesia.
Ir. Soekarno atau yang biasa disapa Bung Karno adalah salah satu Proklamator besar di Indonesia. Beliau sebagai bapak pendiri bangsa dan Presiden pertama Republik Indonesia. Hal itu ditandai saat beliau berhasil memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 bersama dengan Bung Hatta (Wakil Presiden).
Bung Karno lahir pada 6 Juni 1901 dari anak Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Roman Rai. Ibunya adalah keturunan Bali yang beragama Hindu dan bapaknya adalah orang muslim, Bung Karno terlahir dari keluarga yang sederhana.
Sosok Bung Karno tentu tidak sempit hanya sekedar Presiden Pertama RI saja, Bung Karno telah menaruh bekas yang sangat mendalam mengenai ajaran dan perjuangan. Dalam catatan sejarah, Bung Karno merupakan penggali Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia. Pancasila yang telah dipidatokan oleh beliau di sidang BPUPKI pada 1 Juni 1945 telah mampu menjawab pertanyaan ketua sidang Radjiman Widyodiningrat. Hingga akhirnya, hari lahir Pancasila ditetapkan sebagai hari libur nasional melalui Keputusan Presiden (Keppres) No 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila 1 Juni 1945.
Selanjutnya yang tak kalah penting tentang ajaran Bung Karno mengenai Marhaenisme. Marhenisme adalah suatu ajaran untuk menentang segala bentuk penindasan Kolonialisme, Feodalisme, Kapitalisme dan Imperialisme. Cita-cita Bung Karno untuk dapat menyelamatkan rakyat kecil (kaum marhaen) menuju kebahagiaan dan keadilan.
Marhaenisme suatu azas perjuangan, lahir dengan kondisi yang harus memaksakan. Dalam pengakuan Bung Karno, apabila ingin memahami Marhaenisme tentu tidak lepas dari ajaran-ajaran Karl Marx dan penyesuaian kondisi Indonesia. Dalam tulisan Bung Karno (Di Bawah Bendera Revolusi Jilid 1), Marhaenisme adalah Sosio-Nasionalisme, Sosio-Demokrasi, dan Ketuhanan. Namun, pemahaman tentang Marhaenisme tentu tidaklah cukup hanya dengan itu.
Seiring dengan perjalanan sejarah, kekokohan ajaran Bung Karno tak seperti yang dibayangkan. Sejarah kelam pemberontakan G30S/PKI sebagai awal runtuhnya kekuasaan Bung Karno, dan seiring itu pula ajarannya pun mulai dilenyapkan oleh pemerintahan Orde Baru.
Bung Karno yang selalu mengumandangkan persatuan, malah dituduh terlibat dalam pemberontakan dan dianggap membela PKI. Padahal nyatanya tidak, sikap Bung Karno yang tidak gegabah untuk mengambil keputusan dan mestinya melalui telisik lebih dalam mengenai siapa bersalah, maka ialah yang harus dihukum. Bukan malah menghukum karena satu organisasi atau satu ajaran, akan tetapi karena kecerdikan Soeharto akhirnya PKI dibabat habis, dan tak terkecuali juga Bung Karno divonis sebagai tahanan politik.
Suatu kepedihan yang tak bisa dielakkan, gerak dan pemikiran Bung Karno sangat dibatasi saat Orde Baru. Adanya de-Soekarnoisasi dan de-Ideologisasi, sehingga kebenaran sejarah pun terjadi manipulasi, akhirnya konsumsi masyarakat mengenai pengetahuan sejarah tak ia terima dengan yang sebenar-benarnya.
Di balik penyelundupan ajaran-ajaran Bung Karno, imbasnya pun telah dirasakan oleh organisasi GMNI, di mana GMNI sebagai organisasi yang akan terus merawat ajaran-ajaran Bung Karno. GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) adalah organisasi yang berwatak nasionalis seperti pada ajaran Bung Karno sendiri.
GMNI lahir dari hasil tiga peleburan organisasi besar, yakni Marhaenisme ajaran Bung Karno. Tiga organisasi tersebut, Gerakan Mahasiswa Merdeka (GMM), Gerakan Mahasiswa Marhaenis (GMM), dan Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia (GMDI). Pertemuan yang dilaksanakan tiga pimpinan tersebut berada di rumah dinas Bapak Soediri, menuai kesepakatan untuk melakukan fusi dan mengadakan Kongres Pertama di Surabaya. Kongres tersebut didukung oleh Bung Karno, dan tanggal 23 Maret 1954 ditetapkan sebagai Hari Jadi (Dies Natalis) GMNI.
Lalu apa hubungan antara GMNI dan Bung Karno? GMNI setidaknya akan menjadi wadah organisasi untuk mencetak kader-kader yang Sukarnois, melahirkan kader yang dapat mengaktualisasikan ajaran-ajaran Bung Karno dalam hidup berbangsa dan bertanah air. Pemikiran Bung Karno akan tetap relevan pada perkembangan zaman, dengan berpegang teguh pada Pancasila dan UUD 1945. Bung Karno berkata bahwa, "Pancasila is Marhaenisme, Marhaenisme is Pancasila." Semboyang bagi kaum nasionalis bahwa, "Marhaenisme adalah jalan hidup, tidak ada lagi jalan lain."
Namun bukan berarti juga kalau GMNI hanya belajar tentang Bung Karno saja, atau hanya mempelajari Marhaenisme saja. Tentu tidaklah demikian, GMNI tidak sesempit itu. GMNI hadir seperti Ormek pada umumnya untuk dapat mencetak kader-kader yang dapat berguna pada bangsa dan negara. GMNI yang hadir untuk terus mengibarkan ajaran-ajaran Bung Karno dalam menyesuaikan perkembangan zaman.