Mural dan Demokrasi Indonesia

Hernawan | Auliya Alvi Dama Yanthi
Mural dan Demokrasi Indonesia
Pengendara sepeda motor tengah melintas di mural bertuliskan “ Country of Jokes” di Tangerang, Jumat (3/9). ( Suara.com/Hilal Rauda Fiqry)

Bentuk demokrasi pemerintahan di Indonesia sepertinya perlu dipertanyakan eksistensinya. Baru-baru ini, terdapat kasus penghapusan mural yang mengkritik pemerintah oleh aparat Satpol PP.

Hal ini ditanggapi oleh juru bicara presiden karena dianggap merusak fasilitas daerah. Namun, hal tersebut akan menjadi sebuah pertanyaan lagi karena mural yang dihapus hanyalah mural yang mengkritik pemerintah. Sedangkan mural lain yang berada di sisi sekitarnya tidak dihapus. 

Sebelumnya Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan tentang pentingnya kritisi masyarakat terhadap pemerintah. Rupanya hal itu tidak benar-benar mulus terjadi di lapangan.

Bahkan, terdapat seorang seniman mural yang akhirnya dicari oleh beberapa aparat setelah membuat mural kritik. Padahal ia sudah lama membuat mural, dan hanya setelah membuat mural kritisi sajalah ia dicari oleh beberapa orang. 

Dalam acara Mata Najwa, Najwa Shihab mengundang beberapa orang dari sisi pihak masyarakat, mahasiswa, dan juga dari sisi pemerintahan yaitu juru bicara presiden sendiri. Mereka menuangkan pendapat mengenai aksi-aksi kritisi yang berujung pencekalan terhadap masyarakat.

Mural di Depok [@Infodepok]
Mural di Depok [@Infodepok]

Selain itu, pembahas juga turut mempertanyakan suatu eksistensi hukum negara demokrasi yang menjadi dasar dari berdirinya negara Indonesia. Dari sisi mahasiswa dan masyarakat, kritik-kritik yang disampaikan ialah sebagai bentuk rasa cinta dan feedback akan suatu kerja pemerintah.

Pasalnya, kritik tersebut diharapkan kembali menjadi suatu evaluasi bagi pemerintah. Sayangnya hal tersebut dalam kenyataan lapangannya, tidak berjalan mulus. 

Bentuk demokrasi terhadap pemerintahan seperti sudah mulai hilang nyawanya, kritisi rakyat kalangan bawah serta para mahasiswa banyak dicekal oleh aparat, hingga pembuatan mural kritisi-pun menjadi sebuah permasalahan.

Padahal, masyarakat hanya ingin didengar. Sebuah kritik sebenarnya juga merupakan sebuah rasa cinta terhadap negara, untuk pengembangan menjadi jauh lebih baik ke depannya. 

Sayangnya, juru bicara presiden menanggapi persoalan kritisi mural ini tidak dengan kepala dingin. Hal itu justru membuat masyarakat semakin merasa bahwa terdapatnya keterbatasan untuk menyuarakan pendapatnya kepada pemerintahan. Aksi demo yang banyak dicekal oleh aparat, bahkan kritisi mural yang berbentuk seni pun dihapus dan dilanggar. 

Lomba Mural Siapa Cepat yang Dihapus

Berawal dari lomba pembuatan mural kritisi terhadap pemerintahan yang dilakukan oleh beberapa seniman, dengan syarat mural siapa yang akan lebih dahulu dihapus, ialah yang menang.

Ternyata benar, mural kritik tersebut dihapus oleh aparat Satpol PP dan identitas seniman mural tersebut dicari oleh aparat dan perangkat desa. Itu menjadikan sebuah keresahan bagi seniman tersebut dalam kesehariannya.

Hal ini tentu dipandang masyarakat menjadi suatu keresahan yang besar dikarenakan kritisi yang hanya lewat seni-pun berakhir sampai dicari. Padahal, masyarakat mengharapkan tanggapan baik dari pemerintah.

Dalam seni mural tersebut-pun tidak dituliskan dengan kata-kata kasar yang tidak baik, dan bukanlah suatu demo yang melibatkan kekerasan kepada suatu kelompok pemerintahan. Melihat fenomena ini, kebebasan pendapat dan kritik seperti sangat dibatasi. Jadi apakah bentuk negara ini masih demokrasi? 

Penampakan mural mirip Jokowi di sebuah tembok Tempat Pembuangan Rongsok pada Rabu (1/9/2021). (SuaraJogja.id/Rahmat Jiwandono)
Penampakan mural mirip Jokowi di sebuah tembok Tempat Pembuangan Rongsok pada Rabu (1/9/2021). (SuaraJogja.id/Rahmat Jiwandono)

Dalam negara demokrasi, suatu kritikan masyarakat ialah hal yang sangat penting dalam respons berjalannya suatu pemerintah, dan sebagai tolak ukur kinerja pemerintah dalam masa pemerintahannya.

Suatu negara tidak akan berjalan dengan baik jika tidak adanya respons dari masyarakat dalam menyuarakan kelebihan dan kekurangan soal berjalannya pemerintahan. Kebebasan berpendapat dan berekspresi tentu sudah diatur dalam undang-undang negara.  Namun, bagaimana jika pemerintah melihat hal tersebut sebagai suatu ancaman?

Kesejahteraan Rakyat

Memang benar, negara Indonesia itu sangat luas sehingga tidak mungkin semua pihak akan merasa sejahtera. Terlebih lagi hasrat sejahtera dari masing-masing masyarakat memiliki tingkatan kriteria sejahtera yang berbeda-beda. Contohnya pembangunan yang berjalan periode ini tidak dirasakan oleh penduduk pulau Jawa, tetapi sangat dirasakan oleh masyarakat Papua. 

Presiden Jokowi menjadi seorang pemimpin yang barangkali dinilai oleh sebagian Papua membawa perubahan besar dengan memberikan hasil kerja nyata akan pemerataan pembangunan di Indonesia. 

Ketidakpuasan masyarakat terhadap hasil kinerja Jokowi periode ini mungkin karena fokusnya terhadap wilayah-wilayah yang masih belum mendapatkan pemerataan pembangunan yang baik, sehingga respons terhadap kritikan masyarakat dianggap seperti kurang didengar. 

Meski begitu, permasalahan yang membuat kecewa masyarakat ialah bagaimana respons dari pihak pemerintah terhadap kritik-kritik yang disampaikan. Bahkan mural kritik-pun dianggap seperti sebuah ancaman bagi pemerintah.

Presiden Joko Widodo menjadi dianggap kurang tegas dan kurang tanggap menghadapi sebuah kritikan masyarakat, termasuk dalam menginstruksikan aparatnya menghadapi suara-suara rakyat. 

Di samping itu, pihak-pihak aparat yang terlibat langsung oleh masyaraka dianggap menjadi ancaman penghalang kebebasan berpendapat. Hal itu yang membuat masyarakat meminta pertolongan kepada presiden dalam menangani perangkatnya. 

Bagaimana tentang kebebasan berekspresi rakyat dan cara mengkritik pemerintah yang baik agar dapat didengarkan? Bagaimana tentang evaluasi respons dari masyarakat terhadap hasil dari tata kelola pemerintahan yang berjalan jika tidak dengan kritisi? Sebab seperti yang presiden sampaikan sendiri bahwa suatu bentuk kritik terhadap pemerintahan itu perlu. 

Namun, memang tidak dapat dipungkiri bahwa yang melakukan banyak kekerasan serta menimbulkan keresahan terhadap para pendemo maupun masyarakat yang melakukan kritik ialah perangkat-perangkat bawah.

Jadi, memang bukan suatu hal yang benar jika hanya menyalahkan presiden secara terus menerus. Sedangkan banyak orang dan perangkat-perangkat lain yang juga di balik semua ini.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak