Rancangan proses pembelajaran tatap muka terbatas di sekolah yang sudah lama direncanakan oleh pemerintah, akhirnya dapat resmi dilaksanakan. Mulai akhir Agustus tahun 2021, banyak sekolah yang telah membuka kembali proses pembelajaran secara langsung di sekolah dengan sistem hybrid learning.
Sekolah-sekolah yang dibuka kembali dan terlaksana secara tatap muka, diharapkan telah kompeten dalam fasilitasnya, agar tetap pada protokol kesehatan. Selain itu, para siswa dan seluruh warga sekolah juga diwajibkan untuk telah melaksanakan proses vaksinasi hingga tahap kedua.
Hal ini diharapkan agar para siswa dan tenaga pendidik telah terbentuk herd immunity pada tubuhnya, sehingga dapat diharapkan menurunkan angka penyebaran covid-19. Selain itu, diharapkan pula muncul rasa aman untuk mengikuti proses pembelajaran secara tatap muka di sekolah.
Pembelajaran tatap muka yang telah dilaksanakan ini masih menggunakan sistem hybrid learning. Para siswa yang melaksanakan pembelajaran secara tatap muka di sekolah jumlahnya masih dibatasi. Sementara untuk siswa yang lainnya tetap mengikuti pembelajaran secara daring.
Model hybrid learning ini dinilai lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran full secara daring. Pada model pembelajaran ini, siswa dapat secara aktif berdiskusi, dan tenaga pengajar juga dapat memantau secara jelas peserta didik akan keaktifan dan pemahaman peserta didik terhadap materi yang diberikan.
Walau masih dianggap terlalu riskan, pemerintah tetap melaksanakan kebijakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) ini kepada sekolah-sekolah yang telah dianggap kompeten dalam pelaksanaan protokol kesehatan.
Hal ini dilihat dari aspek-aspek lainnya yang memengaruhi kualitas pendidikan di Indonesia. Mulai dari putus sekolah karena krisis ekonomi, banyaknya kasus pernikahan dini, menurunnya kualitas akademik siswa, hingga rasa tertekan yang dialami anak dalam proses pembelajaran daring karena tidak terdapatnya keterampilan pada diri orang tua dalam mengajarkan sang anak.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Nadiem Makarim menyampaikan rasa keprihatinannya akan sistem pembelajaran secara daring yang dinilai masih kurang efektif dan dapat menyebabkan ketertinggalan pada anak.
Pembelajaran peserta didik yang dilakukan secara daring tanpa adanya pantauan langsung dari tenaga pengajar akan membuat kurangnya penilaian terhadap kualitas capaian belajar sang anak. Hal itu akan berdampak pada menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia.
Sebagai Menteri Pendidikan Indonesia, Nadiem Makarim akhirnya menegaskan pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) ini dapat dilaksanakan di wilayah PPKM Level 1,2, dan 3. Maria Kerkhove yang merupakan pimpinan teknis Covid-19 dari WHO juga menegaskan bahwa Pembelajaran Tatap Muka (PTM) harus sudah dimulai uji cobanya dan tidak bisa menunggu hingga kasus Covid-19 ini selesai sepenuhnya.
Dalam proses Pembelajaran Tatap Muka (PTM) ini, pemerintah mengatur beberapa aspek dari sekolah yang perlu diterapkan. Hal-hal tersebut ialah pengaturan fasilitas sekolah, meliputi kewajiban memiliki tempat pencucian tangan, handsanitizer, toilet yang bersih, pengaturan tempat belajar dengan jarak yang ditentukan yaitu sekitar 1,5 - 2 meter, jumlah peserta didik yang diatur dengan maksimal 50 persen siswa yang berada di dalam kelas, dan pengaturan waktu jam belajar pada peserta didik untuk tidak terlalu lama berada di sekolah.
Selain pengaturan terhadap sistem yang diterapkan sekolah, pemerintah juga memberikan pengaturan terhadap peserta didik dalam mengikuti sekolah tatap muka. Peserta didik diwajibkan untuk menaati berbagai aturan, meliputi
- Memakai masker sekali pakai dengan ketentuan 3 kain lapis, masker yang digunakan harus dapat menutup hidung sampai dagu.
- Membawa masker cadangan dari rumah.
- Membawa handsanitizer
- Menjaga jarak minimal 1,5 meter
- Menerapkan etika batuk atau bersin dengan menutup hidung dan mulut menggunakan siku bagian dalam, atau memakai tisu yang telah dibawa dari rumah.
- Peserta didik harus dilakukan antar jemput oleh orang tua atau wali murid untuk menghindari perkumpulan yang tidak diinginkan.
Hal ini dilakukan sebagai suatu upaya pencegahan penularan virus Covid-19 di lingkungan sekolah dalam kegiatan proses belajar mengajar secara tatap muka. Kegiatan kembalinya proses Pembelajaran Tatap Muka (PTM) ini akhirnya pun resmi dilakukan sebagai suatu upaya pemerintah untuk mengembalikan motivasi para peserta didik untuk belajar, dan mengembalikan kualitas pendidikan Indonesia, setelah lebih dari setahun melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Tanggapan Masyarakat
Banyak murid dan orang tua yang antusias akan kembalinya pembelajaran tatap muka di sekolah. Hal ini mengacu karena kurangnya efektivitas kegiatan belajar mengajar pada pembelajaran secara daring, dan juga kesehatan psikis pada anak.
Meski banyak masyarakat, khususnya para murid yang setuju terhadap kembalinya pembelajaran sekolah secara tatap muka, rupanya juga masih menuai kontra bagi sebagian masyarakat.
Sebagian masyarakat yang tidak setuju tersebut menganggap pembukaan sekolah secara tatap muka masih sangat memiliki risiko, terutama karena terdapatnya varian-varian baru Covid-19 seperti R1 dan Delta yang baru-baru ini muncul dengan gejala yang juga cukup serius.
Tanggapan Pemerintah terhadap Masyarakat yang Kontra
Opini kontra pelaksanaan pembelajaran tatap muka rupanya ditanggapi secara tenang oleh pemerintah. Tidak hanya dari sisi orang tua yang tidak merelakan anaknya untuk kembali melaksanakan proses pembelajaran tatap muka, rupanya juga terdapat beberapa guru yang belum siap untuk menguji nyali dengan kembali mengajar secara offline.
Pemerintah mengungkapkan bahwa semua keputusan berada di tangan orang tua dan murid. Namun, pemerintah juga tetap memberikan saran untuk lebih baiknya melaksanakan pembelajaran tatap muka di sekolah untuk menunjang efektivitas belajar sang anak.