Perlukah Penyelenggaraan PTM Dihentikan?

Hernawan | Andika Muriansyah
Perlukah Penyelenggaraan PTM Dihentikan?
Suasana siswa saat mengikuti PTM terbatas tahap dua di SMA Negeri 6 Jakarta, Jumat (1/10/2021). [ANTARA/Sihol Hasugian]

Seperti yang kita ketahui, saat ini banyak sekolah di berbagai wilayah Indonesia sudah menyelenggarakan kegiatan pembelajaran secara tatap muka. Hal ini berdasarkan SKB empat menteri yang memperbolehkan sekolah menyelenggarakan pembelajaran secara luring. Di DKI Jakarta sendiri, setidaknya terdapat 620 sekolah yang diizinkan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk menyelenggarakan pembelajaran secara luring (offline).

Diberlakukannya pembelajaran tatap muka ini membuat sebagian besar pelajar di Indonesia merasa senang, karena bisa terbebas dari kejenuhan belajar online, mereka bisa ke sekolah dan bertemu dengan teman-temannya.

Pembelajaran tatap muka ini memang direspons dengan baik oleh para orang tua siswa. Pasalnya selama pembelajaran daring (online) anak tidak serius. Mereka sering tidak mengerjakan tugas, lebih sering bermain game dan terdapat berbagai kendala, seperti jaringan yang lemah, tidak punya kuota internet, dan masih terdapat beberapa siswa yang tidak memiliki smartphone atau laptop. 

Namun, di balik positifnya kegiatan pembelajaran tatap muka terdapat hal yang cukup mengkhawatirkan, yaitu khawatir munculnya klaster Covid-19 yang berasal dari sekolah.

Ternyata benar adanya, selama dilaksanakannya pembelajaran tatap muka ini kurang lebih sudah terdapat 1.300 klaster sekolah. Yang paling banyak terjadi di wilayah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur. Di DKI Jakarta sendiri terdapat 25 klaster sekolah. Hal ini berdasarkan data yang dirilis Kemendikbudristek di laman web sekolah.data.kemendikbud.go.id. 

Meski banyaknya klaster sekolah yang bermunculan, Menteri Pendidikan Nadiem Makarim tetap akan melanjutkan PTM dengan dukungan dari Presiden Jokowi. Dia menegaskan, sekolah tatap muka tidak akan diberhentikan. Bahkan di DKI Jakarta akan dibuka PTM tahap 2 sebanyak 2.000 sekolah, mulai dari PAUD sampai SMA.

Melihat banyaknya klaster sekolah yang terjadi, tentu sangat mengkhawatirkan mengingat Indonesia baru saja melewati puncak Covid-19. Jika hal ini terus dibiarkan, maka akan sangat mungkin klaster sekolah akan terus meningkat, dan diprediksikan bulan Desember akan terjadi kenaikan penderita Covid-19 yang cukup signifikan.

Nadiem Makarim bersama dengan pejabat pemerintah lain yang terkait dengan penyelenggaraan PTM harus mengkaji kembali keputusan tersebut, agar para orang tua tidak khawatir anaknya akan terkena atau terinfeksi virus Covid-19 di sekolah.

Dalam hal ini, orang tua bisa saja di tengah jalannya pembelajaran tatap muka tidak mengizinkan anaknya untuk tidak ke sekolah atau belajar secara daring saja. Hal itu wajar saja mengingat klaster sekolah yang terus meningkat. 

Sekolah-sekolah yang menyelenggarakan PTM juga harus memperketat prokes dan disiplin dalam menerapkannya. Sekolah juga harus lebih memperhatikan siswanya dalam beraktivitas, karena masih banyak siswa yang setelah pulang sekolah dia tidak langsung pulang, tetapi malah kumpul-kumpul atau nongkrong dahulu.

Mereka ngobrol karena sudah lama tidak bertemu sambil menurunkan maskernya dan biasanya terdapat 5 sampai 7 siswa yang berkumpul. Hal ini berdasarkan apa yang saya lihat di lapangan.

Sebenarnya, apa yang sudah dilakukan pemerintah memang sudah benar jika adanya klaster di sebuah sekolah maka akan diberhentikan sementara waktu. Akan tetapi, pemerintah harus terus mengevaluasi jalannya PTM ini.

Jika di suatu wilayah klaster sekolahnya besar, maka penyelenggaraan pembelajaran tatap mukanya diberhentikan. Karena takut klaster sekolah semakin meningkat.

Pendidikan memang merupakan hal yang penting, tetapi di masa pandemi ini, kesehatan jauh lebih penting. Pemerintah harus lebih serius dalam menyikapi masalah ini, agar tidak terjadi kenaikan Covid-19.

Pasalnya, banyak kegiatan industri yang sudah berjalan dengan normal, seperti Liga 1 Indonesia sudah dimulai. Jika Covid-19 naik, maka akan sangat mungkin Liga 1 akan diberhentikan, begitu juga sektor industri lainnya.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak