Tentu tak asing lagi dengan momentum tanggal 28 Oktober, di mana momen tersebut pemuda berkumandang untuk menyuarakan persatuan yang dikenal dengan istilah Sumpah Pemuda.
Waktu itu pemuda berkumpul dan berjanji untuk mengikrarkan sebuah sumpah perjuangan, sebagaimana tepat 93 tahun Sumpah Pemuda diperingati sekarang ini, entah peringatannya dilaksanakan melalui aksi demonstrasi maupun hanya di media sosial saja, kan namanya juga memperingati, wkwkwk.
Lahirnya hari Sumpah Pemuda tentu bukan secara kebetulan, ia lahir atas kondisi dan memang sebuah keharusan. Sosok pemuda dikenal dengan semangat yang terus menyala-nyala untuk melawan segala bentuk penindasan, terlebih ensitasnya sebagai pembawa perubahan.
Melirik Lahirnya Sumpah Pemuda
Awalnya, Sumpah Pemuda lahir karena ada keinginan untuk penyatuan paham kebangsaan dari beberapa organisaai perjuangan waktu itu, termasuk organisasi Budi Utomo yang juga menjadi pemicunya.
Sebagaimana artikel dari Nika Halida Hashina yang diterbitkan tirto.id, Sumpah Pemuda tercetus saat Kongres Pemuda II di Batavia (Jakarta). Pelaksanaan Kongres Pemuda II merupakan lanjutan dari Kongres Pemuda I yang dilaksanakan pada 30 April-2 Mei 1926.
Lebih lanjut, pada pelaksanaan Kongres Pemuda I bertujuan untuk mengedepankan paham persatuan dan kebangsaan. Namun, hasil dari kongres tersebut dinilai belum mencapai tujuan seutuhnya. Akhirnya, dibentuklah panitia Kongres Pemuda II pada 27-28 Oktober 1928 dengan inisiatif dari Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) yang berdiri pada 17 Desember 1927.
Pada kongres tersebut telah dihadiri beberapa organisasi pemuda, seperti Jong Java, Jong Celebes, Jong Islamieten Bond, Jong Bataks, Pemuda Betawi, dan masih banyak lahi lainnya. Sampai pada hari kedua, tepatnya tanggal 28 Oktober 1928, naskah Sumpah Pemuda dibacakan di Gedung Indonesia Clubhuis (Jalan Kramat Jaya 106 Jakarta, sekarang Gedung Sumpah Pemuda). Waktu itu pulalah dikenal dengan hari 'Sumpah Pemuda' yang diperngati setiap tanggal 28 Oktober. (Nika Halida Hashina/tirto.id).
Tidak hanya sampai di situ sosok pemuda dikenal, sejatinya pemuda selalu menjadi ujung tombak perubuhan, mulai dari zaman pra kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, Reformasi, hingga peran pemuda sekarang ini. Pemuda yang berada dalam genggaman digitalisasi dan kapitalisasi yang makin asyik untuk memabukkan.
Pemuda Generasi TikTok
Memang setiap pemuda ada zamannya masing-masing, karena perjuangan dan peran pun tidaklah selamanya dapat sama. Namun, suatu catatan bahwa pemuda selalu menjadi garda terdepan untuk melakukan perubahan, melalui semangat dan jiwa yang tak akan gentar dalam menghadapi segala tantangan.
Ketika zaman semakin berkembang dan cepat ini, mestinya begitu pula dengan perkembangan kualitas seorang pemuda. Perkembangan pemuda ke arah lebih baik lagi mesti nampak terlihat, bukan malah mengalami kemerosotan dan kemunduran.
Sedikit melirik generasi muda hari ini, dalam istilah kerennya dikenal dengan generasi milenial dan generasi Z. Generasi yang melek dengan industri dan perkembangan teknologi. Mereka yang selalu doyan dengan media sosial, bahkan media sosial sudah menjadi bagian dari hidupnya. Salah satunya dengan generasi TikTok.
Berdasarkan tulisan dari Fitri Yuliantri P di mediaindonesia.com, hasil sensus penduduk 2020 dari total populasi Indonesia mencapai 270,2 juta orang. Pengguna Tiktok untuk generasi milenial yang lahir antara 1981-1996 mencapai 69,38 juta orang atau 25,87% dari total populasi. Sementara, untuk generasi Z yang lahir rantang 1997-2012 mencapai 74.93 juta orang atau 27,94% dari total populasi.
Lebih lanjut, TikTok adalah jejaring sosial yang berbagi video pendek untuk memungkinkan pengguna dapat membuat video menyanyi dan juga berjoget. Banyak aksi dan ekspresi yang dapat ditampilkan, namun kebanyakan melakukan gerakan berjoget dengan iringan lagu yang pas, mulai dari jogetan di ujung kepala hingga ke ujung kaki pun ada. Dari situlah tidak heran jika aplikasi TikTok dicap sebagai aplikasi alay, meskipun tidak semuanya juga begitu sih.
Parahnya, penggunaan TikTok jusru didominasi oleh orang-orang yang hanya pamer kecantikan bersama dengan bumbu jogetannya itu. Berpakaian seksi dan mempertontonkan sesuatu yang tidak semua kalangan dapat menafsirkannya secara positif. Parahnya, pengaruh jogetan dari Tiktok juga sudah merambah ke anak-anak yang masih di bawah umur.
Oleh karena itu, jika memang pemuda hari ini diharuskan untuk terlibat dalam aksi pertiktokan, mestinya mampu menampilkan konten yang mengedukasi dan menjadi pengontrol aksi joget-joget yang tidak berbobot, apalagi kalau sudah berdampak pada anak yang masih di bawah umur, jelas itu sangat miris dan masalah besar pada generasi penerus bangsa ini.