Kilas Balik Kepemimpinan Ahok di Jakarta: Melayani dengan Nada Tinggi

Hernawan | Miryam Hasudungan Situmorang
Kilas Balik Kepemimpinan Ahok di Jakarta: Melayani dengan Nada Tinggi
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (Instagram @basukibtp)

Sulit rasanya untuk tidak mengingat nama Basuki Tjahaja Purnama bila berbicara mengenai kepemimpinan di Ibukota.  Basuki Tjahaja Purnama atau lebih akrab disapa Ahok adalah salah satu kepala daerah di Indonesia yang dinilai berhasil memimpin daerahnya. Hal ini dibuktikan dengan prestasi provinsi DKI Jakarta yang berhasil menyabet berbagai penghargaan di bawah kepemimpinannya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.  Beberapa dari penghargaan tersebut di antaranya National Procurement Awards dari Bappenas dan LKPP, atas keberhasilan Pemprov DKI Jakarta, dalam melakukan transformasi pengadaan secara elektronik, serta melakukan penghematan anggaran dengan melakukan pengadaan barang atau jasa secara elektronik.

Ahok dinilai sukses dalam menata Ibukota dengan segala kompleksitasnya, walau terkadang dalam kebijakan yang diterbitkannya, terdapat pro dan kontra masyarakat mengiringi. Kepemimpinan Basuki yang selama ini dinilai sukses dalam menertibkan dan membangun Ibukota menarik untuk diulas kembali.

Karier politik Basuki dimulai ketika ia menjadi Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Perhimpunan Indonesia Baru di Kabupaten Belitung Timur. Pada tahun 2004-2009, Basuki menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Belitung Timur. Dorongan untuk terjun ke dunia politik dalam diri Basuki timbul karena keletihannya menghadapi birokrasi yang berbelit-belit dan korup.

Ahok pun meneladani ajaran Kong Hu Cu yang menyatakan bahwa orang miskin jangan lawan orang kaya dan orang kaya jangan lawan pejabat. Ajaran ini menjadi peneguhan bagi Basuki untuk menjadi pejabat publik. Menurutnya, dengan menjadi seorang pejabat publik, ia dapat membereskan birokrasi yang buruk dan menolong banyak orang.  

Melayani dengan Nuansa Otokratik

Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. (Suara.com/Ummi Saleh)
Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. (Suara.com/Ummi Saleh)

Bila merujuk pada motivasi Basuki menjadi pejabat publik, akan selaras dengan yang dikatakan Robert K. Greenleaf pada tahun 1970 mengenai servant leadership atau kepemimpinan pelayan. Kepemimpinan pelayan adalah gaya kepemimpinan yang berangkat dari motivasi untuk melayani sesama. Karakteristik pemimpin pelayan menurut Greenleaf dalam Russel dan Stone (2002) adalah mendengarkan, berempati, memulihkan, memiliki kesadaran, mempersuasi, mengkonseptualisasi, memiliki kemampuan memprediksi, kepengurusan, memberdayakan orang lain, dan membangun komunitas. Tipe kepemimpinan pelayan dinilai cocok bagi organisasi yang berorientasi kepada pelayanan masyarakat. 

Ketika menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta, pada tahun 2013, Pemprov DKI Jakarta melakukan penertiban PKL di kawasan grosir Tanah Abang. Upaya penertiban itu dilakukan karena banyak PKL yang mendirikan lapak di trotoar dan membuat kawasan tersebut tampak berantakan. Upaya penertiban ini mendapat penolakan dari para pedagang dan diwarnai unjuk rasa.

Para pedagang melakukan unjuk rasa di depan Balai Kota Jakarta. Basuki pun memberi kesempatan kepada para pengunjuk rasa untuk berdialog dengannya di dalam ruang kerjanya. dan mendengarkan keluh kesah mereka yang menentang penggusuran tersebut. Basuki dengan tegas menyatakan bahwa tindakan para pedagang yang menyewa lapak. Namun, biaya sewanya tidak masuk kas daerah adalah tindakan ilegal. Basuki juga menyatakan bahwa ia hanya menjalankan amanah konstitusi untuk menegakkan hukum. Dialog ini berujung pada konsensus antara kedua belah pihak dan pada akhirnya, para pedagang bersedia ditempatkan di sebuah blok.

Sebagai seorang pemimpin daerah, Basuki berupaya untuk terbuka menerima masukan dan mendengarkan keluhan warganya. Hal ini ia lakukan dengan mengadakan sesi layanan aduan setiap pagi di Balai Kota. Hal ini dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan warga apabila menyampaikan keluh kesahnya hanya melalui SMS. Hal ini menunjukkan bahwa Basuki adalah seorang pemimpin yang mendengarkan, penuh empati, dan memiliki kesadaran akan kebutuhan warga untuk bertemu langsung dengan pemimpinnya. Hal-hal tersebut merupakan aspek-aspek dari kepemimpinan pelayanan. 

Namun, dalam kepemimpinan Basuki, terdapat pula aspek-aspek kepemimpinan otokratik. Bisa dikatakan bahwa Basuki menjalankan tugasnya sebagai pemimpin yang melayani dengan gaya otokratik. Otokratik adalah gaya kepemimpinan di mana pemimpin memusatkan pengambilan keputusan pada dirinya dan menganggap bawahan sebagai alat untuk mencapai tujuan.

Gaya kepemimpinan otokratik Basuki dijumpai dalam beberapa kasus, di antaranya pada saat Pemprov DKI Jakarta berupaya melakukan penggusuran dan penertiban warga di Kampung Pulo, dalam rangka melaksanakan normalisasi Kali Ciliwung. Penggusuran warga ini mendapat penolakan dari sebagian besar warga Kampung Pulo. Awalnya, mereka setuju dan bersedia meninggalkan Kampung Pulo karena pada masa kepemimpinan Jokowi sebagai Gubernur, para warga dijanjikan ganti rugi berupa uang.

Pada masa itu, rumah warga telah diukur, bahkan ganti rugi akan diberikan termasuk untuk kandang ayam warga. Jokowi pun menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 190 yang mengatur mengenai pemberian ganti rugi bagi warga yang digusur. Namun, pada masa Gubernur Basuki, ganti rugi tersebut tidak dilakukan karena sejatinya, pemerintah tidak perlu memberikan ganti rugi kepada warga yang tidak bisa menunjukkan bukti sah mengenai kepemilikan tanah. Apabila pemerintah memberikan uang ganti rugi, maka pemerintah telah melanggar hukum.

Basuki tidak ingin melanggar hukum. Jadi, ia hanya menegakkan peraturan saja dan hal ini menimbulkan penolakan dari warga untuk digusur dari tempat tinggalnya. Ketegasan dan konsistensi dalam menegakkan hukum ditunjukkan melalui cara yang terkesan mengesampingkan aspirasi serta kebutuhan warga. 

Putri Nurafifah (2017) dalam skripsinya yang berjudul Gaya Kepemimpinan Aktor Politik (Studi Terhadap Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama dalam Kebijakan Penggusuran Kampung Pulo, Jakarta Timur 2015) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan otokratik Basuki tampak dalam berbagai hal.

Pertama, arogansi Basuki yang ditangkap oleh warga. Pada kasus ini, memang betul bahwa warga tidak bisa menunjukkan bukti sah mengenai kepemilikan tanah di Kampung Pulo, dan Pemprov DKI hanya ingin menegakkan aturan untuk tidak memberikan warga ganti rugi. Namun, cara Pemprov DKI Jakarta menggusur warga cenderung arogan dan tidak mengedepankan kekeluargaan, padahal nuansa kekeluargaan masih kental di antara warga Kampung Pulo.

Dalam menggusur warga, kepemimpinan Basuki menjalankan cara yang sedikit memaksa, yaitu menurunkan aparat TNI dan Kepolisian ke lapangan. Dalam skripsi Putri Nurafifah, digambarkan juga bagaimana warga merasa tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan mengenai kehidupan mereka. Padahal, mereka telah lama bermukim di tempat itu dan membangun hubungan sosial sesama warga. Namun, dalam kasus ini, dapat kita lihat bahwa gaya kepemimpinan otokratik Basuki dilakukan untuk menegakkan aturan yang ada dan mengubah kawasan Kampung Pulo menjadi kawasan yang lebih tertib. Jadi, kepemimpinan otokratik ini demi perubahan Jakarta ke arah yang lebih baik.

Menurut Greenleaf, pemimpin dengan gaya kepemimpinan pelayan tidak memaksakan kehendaknya dalam membangun konsensus kelompok, melainkan melalui persuasi secara lembut, perlahan, tetapi kontinu. Dalam kepemimpinan Basuki, aspek ini kurang ditemukan. Basuki selalu menegaskan bahwa dirinya hanya bekerja dengan menegakkan hukum. Namun, di lapangan, banyak terjadi pertentangan dari warga akibat cara menyampaikan kebijakan dari pemerintah kepada masyarakat yang kurang baik, yaitu dengan cara yang terkesan arogan.

Pada tahun 2013, ketika Pemprov DKI Jakarta hendak menata kawasan Waduk Pluit yang dipenuhi hunian liar, Pemprov DKI Jakarta turut melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja hingga Brimob. Melibatkan kepolisian dianggap telah melampaui kewenangan polisi dan sebagian masyarakat setempat melihat pemerintah terkesan arogan.

Selain itu, partisipasi publik dalam kebijakan pemerintah cenderung tidak terpenuhi. Hal ini dilihat dari fakta sosial 113 kasus penggusuran paksa warga Kota Jakarta dengan korban 20.784 orang sepanjang tahun 2015 (LBH Jakarta, 2016 dalam Kusman, 2016). Hal memperlihatkan bahwa kepemimpinan Basuki berjalan tanpa mengedepankan prinsip dialog dua pihak dan pelibatan warga yang menjadi sasaran pembangunan terkait dengan nasib dan hajat hidupnya (Kusman, 2016). Melalui kasus ini, dapat dilihat bahwa aspek kepemimpinan pelayan menurut Greenleaf tidak sepenuhnya terpenuhi dalam kepemimpinan Basuki, yaitu sifat pemimpin yang mendengarkan dan melibatkan orang-orang yang dipimpinnya dalam mengambil keputusan.

Kepemimpinan Karismatik Basuki

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menemui puluhan pendukungnya dari Pijar Indonesia, di pendapa Balai Kota, Jakarta, Selasa (3/3).
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menemui puluhan pendukungnya dari Pijar Indonesia, di pendapa Balai Kota, Jakarta, Selasa (3/3).

Aspek-aspek kepemimpinan karismatik juga tampak dalam kepemimpinan Basuki di DKI Jakarta. Kepemimpinan karismatik bergantung pada dua aspek, yaitu kualitas tertentu dari diri seorang pemimpin dan persepsi publik terhadap kualitas tersebut. Kemunculan pemimpin karismatik bukan karena semata-mata sifat luar biasa dari pemimpin tersebut, melainkan merupakan perpaduan antara kepribadian seorang pemimpin dengan tuntutan keadaan sosial yang dihadapi. Karisma seorang pemimpin diukur melalui bagaimana ia dapat memecahkan masalah sosial dengan sifat-sifat tertentu yang unik dalam dirinya. 

Kemunculan Basuki sebagai figur pemimpin yang tegas, anti korupsi, dan sungguh-sungguh melayani, menjadi angin segar bagi masyarakat yang telah lelah menyaksikan korupsi yang marak di negeri ini. Meskipun dengan gaya bahasa yang tegas, blak-blakan, tetapi ia menegaskan bahwa semuanya dilakukan demi konstitusi. Pada suatu kesempatan, ketika Pemerintah DKI Jakarta memutuskan untuk menertibkan kawasan Pasar Tanah Abang, ia ditentang oleh para pedagang yang mendirikan lapaknya di kawasan tersebut.

Namun, Basuki menghadapi hal ini dengan mengedepankan dialog dengan perwakilan perdagangan tersebut. Ketika itu, ia masih menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta mendampingi Joko Widodo. Basuki mengundang orang-orang perwakilan pedagang Tanah Abang yang sebelumnya berunjuk rasa di depan Balaikota Jakarta. Para pengunjuk rasa menolak keputusan Pemda DKI untuk menata kawasan Tanah Abang.

Namun, Basuki dalam dialog tersebut menyatakan bahwa ia melakukan penertiban tersebut dalam rangka menjalankan amanah konstitusi. Di hadapan para pedagang, ia menyatakan bahwa yang ia lakukan tidak melanggar hukum. Ia dengan tegas menyatakan bahwa Pemda DKI memiliki data mengenai lapak-lapak yang disewakan, tetapi tidak masuk kas daerah dan hal tersebut melanggar hukum. Proses dialog ini menghasilkan kesepakatan yang baik antara Pemda DKI dengan para pedagang kaki lima. Para pedagang bersedia untuk ditempatkan di sebuah blok.

Ketegasan Basuki dalam melawan korupsi ditunjukkannya dengan sikapnya yang menolak keras suap. Pada suatu wawancara yang dilakukan oleh BBC News pada tahun 2013, ia menceritakan bahwa temannya pernah memberikannya sebuah kulkas selepas ia menjadi Bupati Belitung Timur. Basuki lalu menelpon dan mengatakan kepada temannya tersebut bahwa ia tidak ingin menerima kulkas tersebut. Lantas temannya mengatakan bahwa itu merupakan pemberian sebagai teman. Namun, Basuki membalas pernyataan temannya dengan mengingatkan temannya bahwa di masa lalu, ketika Basuki menikah, temannya hanya memberikan uang 100 ribu rupiah (BBC News, 2013).

Seharusnya, hadiah kulkas itu diberikan ketika Basuki menikah karena momentumnya lebih tepat. Dengan alasan apa temannya itu memberikan kulkas kalau bukan karena Basuki menjabat sebagai Bupati? begitulah cara Basuki menolak suap. Ketegasan dan konsistensinya menolak suap membuat banyak pihak berhati-hati dengannya dan tidak berani nego-nego. Integritas tinggi yang ditunjukkan Basuki menjadi karisma tersendiri dalam kepemimpinannya. 

Kepemimpinan Basuki menunjukkan bahwa kharisma bukan hanya berasal dari prestise, harga diri, popularitas, atau keunggulan pribadi. Melalui kepemimpinan Basuki, dapat dilihat bahwa kesuksesan kepemimpinan karismatik bergantung pada kemampuan seorang pemimpin membawa dirinya dan bagaimana pendekatan mereka dalam memecahkan suatu masalah (Oakes, 2010 dalam Hatherell dan Welsh, 2017).

Kepemimpinan Basuki di DKI Jakarta akan selalu dikenang. Keberhasilan Basuki dalam menata Jakarta dapat menjadi sebuah contoh bagi daerah-daerah lainnya. Barangkali, Jakarta memang membutuhkan pemimpin yang tidak kenal takut seperti Basuki untuk menghadapi segala kompleksitas di dalamnya.

Referensi

Jurnal, buku, thesis

Hatherell, M., & Welsh, A. (2017). Rebel with a cause: Ahok and charismatic leadership in Indonesia. Asian Studies Review, 41(2), 174-190.

Nurafifah, "P. Gaya kepemimpinan aktor politik: studi terhadap kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama dalam kebijakan penggusuran Kampung Pulo, Jakarta Timur Tahun 2015." (Bachelor's thesis, Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah).

Smith, C. (2005). Servant leadership: The leadership theory of Robert K. Greenleaf. Unpublished coursework. Retrieved from: https://www. carolsmith. us/downloads/640greenleaf. pdf.

Yukl, G. (2013). Leadership in organizations (8 ed.). New York: Pearson.

Media daring

BBC News (2013, September 4). Basuki purnama menolak rasisme. BBC News. Retrieved from https://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2013/09/130903_tokoh_agustus2013_wagub_basuki_purnama

Carina, J. (2016, October 24). Ahok berkisah awal mula adanya sesi layanan aduan warga tiap pagi di balai kota. Kompas.com.  https://megapolitan.kompas.com/read/2016/10/24/07295681/Ahok.berkisah.awal.mula.adanya.sesi.layanan.aduan.warga.tiap.pagi.di.balai.kota 

Kusman, A.P. (2016, August 15). Ada apa dengan jakarta?. Kompas.com. https://megapolitan.kompas.com/read/2016/08/15/11452581/ada.apa.dengan.jakarta.?page=all#page2 

Sigalingging, I (2017, May 17). 14 penghargaan yang telah diraih Ahok bersama jakarta. IDN Times. https://www.idntimes.com/life/inspiration/irma-wulandriani/penghargaan-yang-telah-diraih-basuki-tjahja-purnama-ahok-c1c2/14 

Situmorang, H.D. (2017, April 2). Ahok terjun ke pemerintahan untuk bantu orang miskin. Berita Satu. https://www.beritasatu.com/archive/423118/ahok-terjun-ke-pemerintahan-untun-bantu-orang-miskin 

Waluyo, D. (2021, June 22). Gubernur dki jakarta dan kontroversinya: riwayat penggusuran pada era gubernur wiyogo, jokowi, dan ahok. Kompas.com. https://megapolitan.kompas.com/read/2021/06/22/09354831/gubernur-dki-jakarta-dan-kontroversinya-riwayat-penggusuran-pada-era?page=all#page2 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak