Makassar, sebuah kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang sekaligus juga sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar termasuk ke dalam kota besar yang ada di Indonesia, terlepas dari itu semua kebudayaan di Kota Makassar masih terasa kental dan dijaga dengan baik oleh masyarakatnya.
Ada kebiasaan atau semacam aturan tidak tertulis dalam budaya Bugis-Makassar, aturan yang tidak tertulis yang sudah menjadi keharusan, dan dilakukan secara turun temurun, pada setiap makan bersama khususnya makan malam setiap anggota keluarga diharuskan hadir, acara makan bersama yang dilakukan dengan penuh kehangatan, duduk bersila, membentuk suatu lingkaran kecil, serta menu-menu makanan yang disediakan diletakkan di suatu tempat yang disebut tempayang berukuran besar yang berada di tengah-tengah lingkaran kecil tersebut, ini sering dijumpai pada keluarga Bugis-Makassar.
Manfaat sosial
Ada manfaat yang bisa diambil dari kebiasaan tersebut, salah satu manfaat yang paling mudah diperhatikan adalah orang tua dapat mengontrol makanan apa yang dimakan oleh anaknya atau antar saudara bisa mengontrol makanan apa yang dikonsumsi oleh saudaranya yang lain. Pada sisi ini terwujud situasi saling memberikan perhatian antar keluarga untuk tujuan yang baik, tentunya memastikan keluarga atau saudara mengonsumsi makanan yang sehat.
Oleh karena itu, tidak heran jika dijumpai ketika sesi makan bersama tersebut orang tua menegur anaknya yang tidak mengonsumsi makanan seperti yang diharapkan, seperti anak yang tidak makan ikan, atau anak yang makan tanpa sayur, dengan dialek khas Bugis-Makassar “Eh, makan ki ini ikan, sayur juga, kenapakah tidak makan sayur?”
Anak yang sudah ditegur demikian akan langsung menurut perintah, tanpa ada penolakan, walaupun mungkin dengan perasaan terpaksa. Pada satu sisi yang lain ini juga menjadi bentuk pendidikan, sebuah nasihat yang diberikan orang tua kepada anaknya untuk selalu makan ikan dan sayur, tentunya hal ini untuk menjaga kesehatan. Pendidikan dalam bentuk nasihat itu akan selalu diingat hingga dewasa.
Kuliner dan kehidupan masyarakat
Kuliner memang sangat melekat dengan kebudayaan masyarakat Kota Makassar, kuliner khas seperti coto makassar, sop konro, pisang ijo, kue cucur bayao, barongko, serta pisang goreng balanda adalah kuliner khas yang sangat menggugah selera. Ada istilah yang unik di tengah-tengah masyarakat Makassar, yaitu ketika seseorang sedang dalam kondisi lesu atau tidak enak badan seperti sakit flu misalnya, maka masyarakat Makassar menyebut kondisi tersebut dengan istilah garring coto (sakit coto).
Hal tersebut karena masyarakat Makassar mempercayai orang yang sedang dalam kondisi tersebut akan bugar atau segera sembuh ketika orang tersebut makan satu porsi coto makassar. Satu porsi coto makassar biasanya dikonsumsi dengan menggunakan ketupat, satu porsi coto makassar biasanya dimakan menggunakan 2-3 buah ketupat.
Penggolongan status juga bisa dilakukan menggunakan suatu kuliner khas walaupun ini hanya penilaian identik yang ada di tengah-tengah kehidupan masyarakat, seperti sop konro, konro bakar atau sop saudara secara kuliner tidak berbeda jauh dengan coto makassar, hanya saja sop konro, konro bakar, atau sop saudara harganya lebih mahal jadi digolongkan makanan untuk kelas menengah ke atas.
Masyarakat Makassar sangat mencintai budaya yang mereka punya, kuliner menjadi contoh paling nyata. Di Makassar, banyak sekali terdapat usaha-usaha rumah makan, atau kelas restoran yang menjajakan kuliner khas Kota Makassar mengalahkan rumah makan, atau restoran yang menawarkan makanan dari luar Makassar atau bahkan menawarkan makanan dari luar negeri.
Walaupun Kota Makassar adalah kota besar serta fasilitas modern juga telah hadir di kota ini, tetapi budaya pada kehidupan masyarakat Kota Makassar akan terus lestari dan terjaga.