Ada banyak pelajaran baik yang perlu diambil selama pandemi COVID-19. Salah satunya terkait rantai pasok pangan yang mengalami kendala, akibat adanya pembatasan kegiatan masyarakat yang diterapkan pemerintah, baik nasional maupun internasional. Adanya pembatasan transportasi suplai bahan menyebabkan produksi pangan menjadi terhambat.
Dari hal tersebut, pemanfaatan pangan di sekitar atau pangan lokal menjadi solusi alternatif untuk dapat terus memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pada aspek yang lebih luas, pemanfaatan pangan lokal ini juga dapat meningkatkan kesejahteraan serta pada bidang yang lebih spesifik, seperti industri bakery yang membutuhkan suplai tepung terigu melalui pengolahan gandum.
Rencana Induk Riset Nasional 2017-2045 juga menekankan bahwa penelitian dan pengembangan teknologi pascapanen yang berupa penguatan agroindustri berbahan baku sumber daya lokal sangat dibutuhkan. Salah satunya adalah inovasi teknologi pengolahan pangan lokal berbasis nonterigu. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan inovasi terkait diversifikasi pengolahan pangan dapat diarahkan pada pengembangan produk nonterigu, untuk mengurangi ketergantungan impor terhadap terigu. Namun demikian, pengembangan produk nonterigu ini harus diselaraskan dengan preferensi atau permintaan dan keinginan konsumen, sehingga tidak mengalami kegagalan ketika masuk ke pasar.
Indonesia memiliki sumber pangan lokal yang beranekaragam dan berpotensi untuk dikembangkan. Keanekaragaman pangan lokal diharapkan dapat membantu dalam melepas ketergantungan Indonesia terhadap impor tepung terigu. Pada beberapa kasus, konsumsi tepung terigu juga kurang ramah bagi konsumen yang tidak toleran terhadap gluten. Dikutip dari jurnal pangan foodreview Indonesia, beberapa di antaranya dapat menyebabkan terjadinya gastrointestinal symptoms, gut inflammation, serta yang terparah adalah kerusakan saluran pencernaan yang dikenal dengan celiac disease.
Beberapa penelitian sebagai upaya untuk mengurangi atau mengantikan penggunaan terigu telah banyak dilakukan. Tepung yang digunakan untuk substitusi cukup beragam, misalnya tepung jagung, tepung singkong, mokaf, tepung pisang, tepung sukun, sorgum, porang hingga tepung yang agak sulit diperoleh seperti jewawut, hanjeli, biji durian, garut, ganyong, dan gembili.
Menurut pangan.litbang.pertanian.go.id, jagung menduduki urutan ketiga setelah gandum dan padi sebagai bahan makanan pokok di dunia. Di Indonesia sendiri, jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk setengah jadi lainnya, karena tepung lebih tahan disimpan, mudah dicampur, dapat diperkaya dengan zat gizi (fortifikasi), dan lebih praktis serta mudah digunakan untuk proses pengolahan produk lanjutan.
Merangkum dari jurnal BBC Science Focus, jagung merupakan sumber karbohidrat penting bagi tubuh setelah padi dan gandum yang biasa digunakan sebagai bahan baku di industri pangan. Kandungan nutrisi yang terkandung pada jagung yaitu terdiri dari 62,37% karbohidrat; 3,48% lemak; dan 8,28% protein. Kandungan karbohidrat jagung 73-75% lebih tinggi dibandingkan dengan gandum dan millet yang hanya 64% dan beras 76,2%. Dalam endosperm biji jagung terdapat kalsium, besi, fosfor, natrium dan kalium.
Namun, di sisi lain penggunaan pangan lokal sebagai bahan baku pembuatan terigu memiliki beberapa kelemahan. Adanya kandungan pati alami (native starch) mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan-kelemahan tersebut dapat menjadi hambatan dalam pengolahan produk pangan.
Di industri pangan, pengolahan produk umumnya menggunakan suhu tinggi. Contoh tahapan proses yang menggunakan suhu tinggi adalah pasteurisasi dan sterilisasi. Pati yang tidak tahan terhadap panas cenderung mengalami penurunan viskositas selama proses pengolahan, sehingga produk yang dihasilkan cenderung encer. Selain itu, pengadukan di perlukan selama proses pengolahan pangan agar ingredient yang digunakan tersebar secara homogen di dalam produk. Proses pengadukan juga berfungsi untuk mendistribusikan panas, sehingga dapat menghindari produk gosong. Pati alami cenderung tidak tahan terhadap proses pengadukan, hal ini berakibat penurunan viskositas selama proses.
Pati alami (native starch) mempunyai beberapa kelemahan. Untuk itu, diperlukan modifikasi untuk memperbaiki atau meningkatkan sifat fisik dari pati tersebut. Modifikasi pati merupakan suatu upaya dalam mengubah sifat fisik dan kimia dari pati dengan menggunakan asam, oksidasi atau dengan membentuk ikatan silang. Modifikasi pati, secara umum dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu modifikasi fisik, kimia dan enzimatis. Pemilihan metode modifikasi sangat tergantung dari jenis sifat fisik yang akan diperbaiki.
Jenis tepung akan mempengaruhi penggunaannya dalam pengolahan bahan pangan. Sehingga, dalam mendapatkan jenis tepung yang diinginkan, maka dapat dilakukan proses modifikasi yang berupa fermentasi tepung. Salah satu pilihan dalam fermentasi tepung yaitu dengan menggunakan bahan baku berupa jagung yang sangat mudah ditemui di Indonesia. Proses pembuatan tepung jagung fermentasi yaitu dengan melalui proses perendaman dalam toples yang telah terdapat pembiakan bakteri asam laktat dan ditutup menggunakan plastik (Tuahta et al., 2014). Proses fermentasi yang diaplikasikan pada tepung jagung berguna untuk meningkatkan sifat fungsional dan fisiko-kimiawi tepung jagung tersebut. Sehingga, tepung jagung yang sudah termodifikasi ini dapat menjadi pilihan untuk diversifikasi pangan selain tepung terigu.
Tepung jagung yang sudah difermentasi secara basah yaitu dengan proses perendaman akan dikeringkan dengan oven. Sehingga, selain membuat tepung menjadi lebih asam karena adanya asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi, tepung juga memiliki kadar air yang rendah karena adanya proses pengeringan, sehingga akan memperpanjang umur simpan dari tepung jagung fermentasi. Tepung ini juga menjadi salah satu cara baru untuk menjadi bahan utama produk bakery selain tepung terigu dan menjadi salah satu solusi dalam menangani masalah alergi pada gluten. Sehingga tepung ini bisa dikonsumsi oleh berbagai sasaran konsumen.
Tepung jagung memiliki kandungan lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan tepung terigu, tetapi memiliki kandungan serat yang lebih tinggi. Rendahnya lemak pada tepung jagung dapat membuat tepung jagung menjadi lebih awet karena tidak mudah tengik akibat oksidasi lemak. Namun, tingginya serat pada jagung menyebabkan tepung jagung memiliki tekstur yang lebih kasar dibandingkan dengan tepung terigu. Meskipun Demikian, diperlukan proses grinding pada beberapa tahap pengolahan tepung jagung agar didapatkan testur yang lembut.