Peran generasi muda dalam membangun kemajuan bangsa dan negara tentunya sangat dibutuhkan. Sebab, generasi muda merupakan penerus dan pewaris bangsa dan negara. Karakter yang kuat, memiliki kepribadian yang tinggi, semangat nasionalisme, memiliki daya saing, serta berpengetahuan dan mampu mengikuti kemajuan zaman dan teknologi merupakan modal yang sangat diperlukan guna mengikuti arus globalisasi yang semakin tinggi.
Generasi emas merupakan hasil dari bonus demografi Indonesia (usia produktif lebih banyak dari usia non produktif) yang mana memperoleh puncak produktivitasnya pada tahun 2045. Badan Pusat Statistik tahun 2021 menyebutkan jumlah penduduk Indonesia yaitu 270,20 juta jiwa dimana 64,69 % penduduk berusia 0-39 tahun dan 35,31% penduduk berusia 40-75 keatas. Penduduk yang sekarang berusia 0-39 pada tahun 2045 berada pada kisaran usia 23-62 tahun, yang mana orang-orang pada usia ini merupakan pemegang roda kehidupan Indonesia nantinya.
Sebagai warga negara yang baik tentunya kita harus memiliki rasa keikutsertaan dalam menyongsong kemajuan negara. Fase perpindahan usia dari remaja menuju dewasa dalam kisaran usia 20 ke-30an tahun menurut saya merupakan usia yang “Sesuatu Banget”, karena masa di usia ini begitu banyak kejutan-kejutan di kehidupan saya. Masa remaja yang penuh canda tawa dan lingkungan pertemanan yang luas menjadi semakin kecil, ketidaksiapan akan perpindahan fase dalam kehidupan tersebut menjadikan ketidak seimbangan antara kesehatan jasmani, rohani, serta psikis.
Oleh sebab itu, tentunya kita perlu memperhatikan fase hidup yang dijalani oleh remaja menuju dewasa ini, supaya tidak terjerumus pada lubang hitam kesesatan dan dapat menjadi generasi penerus bangsa yang baik. Melihat derasnya arus perkembangan zaman, khususnya dalam bidang informasi dan komunikasi menuntun kita menjadi manusia yang serba cepat, serba dimudahkan dalam akses informasi dan komunikasi baik secara nasional maupun secara global. Kita perlu memahami secara seksama mengenai sisi positif dan negatif dari kemajuan tersebut.
Sisi positif tersebut meliputi berbagai macam informasi baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan sebagainya yang dapat dengan mudah kita aksis dan pelajari. Tentunya hal ini memungkinan kita menjadi manusia yang memiliki kapasitas yang lebih baik jika dilihat atau dibandingkan dengan generasi sebelum kita. Dari mudahnya akses informasi tersebut menjadikan kita dapat berpikir lebih realistis, kritis, serta rasional.
Dengan kemampuan tersebut, kita dapat lebih melihat akan kemampuan diri kita serta dapat melihat sebuah kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dari apa yang kita lakukan, menjadikan generasi yang berada pada zaman ini lebih besar kemungkinan dalam hidupnya menjadi lebih baik atau sejahtera. Generasi emas dalam pemahaman ini akan dapat terwujud, kesejahteraan masyarakat akan lebih terlihat serta ketimpangan dan ketidakmerataan akan senantiasa berkurang.
Sayangnya kemajuan teknologi dan kemudahan dalam mengakses informasi kurang dibarengi dengan literasi masyarakat yang baik, khususnya dari kalangan kelas sosial menengah-bawah. Menjadikan pola kehidupan masyarakat menjadi tidak seimbang serta konflik dalam kehidupan sosial masyarakat banyak terjadi.
Penelitian dari Cahyono, A. S. (2016) menyebutkan bahwa dampak buruk kemajuan teknologi dari akses internet dan media sosial yaitu membuat perubahan dalam hubungan sosial masyarakat (nilai, sikap, dan pola perilaku). Begitu pula kesehatan mental remaja, Sudrajat, A. (2020) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa media sosial merupakan ancaman terhadap kesejahteraan mental remaja, menyebabkan gangguan mood serta kecemasan, cyberbullying, dan kecanduan.
Tentunya kemajuan zaman dan pengaruh globalisasi tidak dapat kita hindari. Di sinilah peran pemimpin bangsa diperlukan, bagaimana upaya untuk menumbuhkan budaya literasi masyarakat sehingga terjadi sistem penyaring informasi dan kontrol sosial masyarakat yang baik.
Banyaknya dialog tentang mudahnya kehidupan generasi sekarang menjadikan sebuah pola pikir baru yang menuntun para generasi milenial menjadi lemah serta berupaya mendapatkan segala keinginan dengan instan, mudah dibohongi dengan konten media sosial yang dibumbui dengan kebahagiaan semu yang tanpa disadari kita mencoba untuk meniru dan ikut memamerkan apa yang kita punya sedangkan sebenarnya nilai yang terkandung di dalamnya tidak ada.