Tak Harus Dinikmati Sendiri, Berbagi Self Reward Ternyata Menyenangkan

Hernawan | Keza Felice
Tak Harus Dinikmati Sendiri, Berbagi Self Reward Ternyata Menyenangkan
Ilustrasi bahagia (Pexels.com/Andrea Piacquadio)

Saya mempunyai segudang mimpi untuk dicapai, juga memiliki berbagai angan untuk digenggam. Akan tetapi di satu sisi saya juga menyadari bahwa tidak semua yang diharapkan bisa terwujud pada waktu yang berdekatan atau justru berbarengan. 

Mengikuti ambisi yang tidak mau memberikan ‘jeda’ pada diri sendiri mungkin menjadi hal yang bisa saya lakukan jika ingin lebih cepat mencapai hal-hal yang diinginkan. Namun, sepertinya akan terasa sulit untuk berada di tempat yang ‘tinggi’ itu bila saban waktu yang saya pedulikan hanyalah perihal keberhasilan semata.

Sementara, sesekali saya juga merasa perlu melihat seberapa jauh kaki telah melangkah, seberapa penat pikiran mencari celah, atau seberapa dalam hati menahan tekanan karena pada kenyataannya selama masih benapas, hidup akan selalu menuntut agar saya tidak berhenti berjuang demi masa depan yang masih tak dapat diprediksi bagaimana akan berjalan. 

Bagaimana pun jiwa dan raga  mempunyai andil yang sama untuk mewujudkan setiap impian yang dimiliki. Juga mempunyai hak untuk diperlakukan dengan baik. Seperti halnya api yang membutuhkan bahan bakar untuk membuatnya tetap menyala, begitu pun dengan diri sendiri yang membutuhkan kebahagiaan untuk membuatnya terus berenergi dan tetap bersemangat. Dan inilah saatnya self reward saya butuhkan sehingga perasaan menjadi lebih senang dan pikiran pun menjadi lebih tenteram. 

Sejujurnya baru satu tahun belakangan ini saya menikmati pekerjaan sebagai content writer dan ghost writer. Pasalnya, pada tahun-tahun sebelumnya saya hanya fokus untuk bangkit dari keterpurukan dan berusaha sembuh dari rasa sakit yang setiap hari terus-menerus menggerus kebahagiaan saya.

Karenanya saya sungguh menyadari betapa pentingnya mencintai diri sendiri, sebab berada di ambang batas kematian sangat tidak menyenangkan dan rasanya benar-benar mengerikan. Di saat seperti itu saya berharap kepada Tuhan agar memberikan saya kesempatan untuk hidup lebih lama lagi sehingga saya bisa menciptakan banyak kebahagiaan dan kebermanfaatan untuk banyak orang. 

Self Love”, dua kata yang mempunyai berjuta cara untuk menunjukkannya, bukan? Setiap orang mempunyai standar kecintaan yang berbeda untuk dirinya sendiri. Begitu pun dengan yang saya miliki. Sementara banyak yang mengatakan bahwa self reward merupakan salah satu perwujudan dalam mencintai diri sendiri, maka saya pun demikian. Namun, sampai saat ini saya percaya bahwa self reward tidak harus dinikmati sendirian.

Selama apa yang saya lakukan mendatangkan kebahagiaan, maka saya telah menganggapnya sebagai reward untuk diri sendiri. Pada kenyataannya saya justru merasa tidak lega bila hanya menikmati kebahagiaan itu sendiri, sedangkan di sekitar masih banyak orang yang membutuhkan ‘kebahagiaan’. 

Karenanya saya selalu memberikan self reward setiap bulan — umumnya setelah gajian, dengan membeli makanan ringan dan membagikannya kepada anak-anak kecil atau kepada seorang jompo yang saya kenal. Karena bagi saya, doa mereka benar-benar tulus sehingga apa pun yang mereka ucapkan, walaupun dalam hati, saya yakin itu akan dikabulkan Tuhan. Dan melakukan hal tersebut benar-benar membuat lelah saya selama satu bulan bekerja terbayarkan. Senyuman dan genggaman tangan mereka yang ‘hangat’ selalu menenangkan jiwa. Dan saya merasa bahwa ini adalah reward indah yang tidak boleh diakhiri.

Tentu saja saya juga tidak lupa untuk memberikan sesuatu pada diri sendiri. Namun, hadiah untuk diri sendiri yang akan saya peroleh tetap melalui proses pemilihan yang cukup terperinci. Sebab saya tidak mau sampai kebablasan dan menjadikan self reward hanya sebagai kedok untuk berfoya-foya. Saya tetap membuat daftar keinginan yang ingin dijadikan hadiah setiap akhir bulan. Dari daftar itulah saya memilih sesuatu yang paling bermanfaat untuk diwujudkan terlebih dahulu. 

Ada kalanya saya memilih untuk membeli pakaian, membeli camilan dalam jumlah yang banyak, atau justru mengajak orangtua saya untuk membuat ayam bakar dan disantap bersama. Ya, walaupun sederhana tetapi saya merasa bahwa ini lebih dari cukup untuk membuat saya bahagia. Dan yang terpenting, saya tetap memberikan waktu istirahat sebagai reward karena jiwa dan raga ini sudah bersedia memberikan dukungan penuh untuk bekerja selama satu bulan penuh sebagai freelancer content writer maupun ghost writer. 

Dan karena kebahagiaan layak dirasakan oleh setiap orang, maka tak masalah bagi saya untuk berbagi sebagai wujud dari kecintaan saya pada diri sendiri. Melihat orang lain bahagia membuat hati saya ikut merasa bahagia. Sebab saya juga tahu bagaimana rasanya menjalani kehidupan yang pahit, sampai-sampai saya merasa bahwa masih bernapas dan bisa melihat langit sudah seperti keajaiaban yang luar biasa. Karenanya saya selalu berharap, semoga sampai kapan pun saya tetap bisa berbagai self reward itu kepada orang-orang di sekitar. Sehingga bukan hanya saya yang merasa bahagia atas pencapaian dan kerja keras yang saya lakukan, tetapi mereka pun turut merasakannya.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak