Industri halal telah tumbuh di berbagai belahan negara di dunia, baik di negara Timur maupun di negara Barat. Di Indonesia, produk halal telah menjadi perhatian Pemerintah Pusat RI, terutama sejak disahkannya UU No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, persoalan produk halal ini menggema kembali. Kemenag RI me-launching logo baru dan membuka kemudahan bagi UMKM memperoleh sertifikasi produk halal secara gratis.
Meskipun pemerintah telah membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), namun perkembangan industri halal di Indonesia belum menggembirakan. Menurut para pakar, Indonesia bisa menjadi pusat ekonomi syariah dan industri halal dunia. Menurut penulis, terdapat sejumlah pihak yang bisa mendukung perkembangannya, seperti pemerintah, ormas, akademisi, pelaku usaha, dan masyarakat itu sendiri. Maka dari itu, perlu diuraikan peran Perguruan Tinggi (PT) dalam pengembangan industri halal, khususnya.
Dalam teori pentahelix, akademisi dalam perguruan tinggi adalah pihak yang berperan penting dalam pembangunan. Perguruan tinggi memiliki peran penting bagi pengembangan industri halal melalui “Tri Dharma Perguruan Tinggi, baik pada aspek pengajaran, penelitian, dan pengabdian. Secara khusus, bisa menjadi pusat kajian halal dan pusat penelitian produk halal. Melalui akademisinya, perguruan tinggi bisa menjadi pendamping bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk memperoleh sertifikasi halal.
Produk Halal dan Perkembangannya
Bidang industri halal meliputi aspek kehidupan manusia dan produk yang banyak. Di antara aspek itu adalah pariwisata halal, rumah sakit Islam, bank dan keuangan halal (bank syariah), farmasi halal, dan lain-lain. Produk yang dihasilkan dari industri halal antara lain makanan dan minuman halal, obat-obatan halal, dan jasa halal. Produk ini merupakan bagian dari industri halal dan merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Muslim.
Nilai ekonomi dan keuangan dari industri ini sangat besar, yaitu mencapai nilai US$2,02 triliun (Laporan Global Islamic Economy Report 2020/2021). Hebatnya, pelaku industri ini adalah negara-negara non-muslim seperti Australia dan Selandia Baru sebagai produsen daging sapi, dan Thailand, Korea Selatan, dan Jepang sebagai penyelenggara pariwisata halal. Indonesia, sebagai negara yang mayoritas berpenduduk Muslim, industrinya masih kecil. Padahal, sejumlah fasilitas dan sarana pendukung telah tersedia, seperti keberadaan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), baik negeri maupun swasta. Sejauh ini, kiprahnya belum maksimal.
Dalam dunia industri global, terminologi halal telah menjadi barometer bisnis yang tidak bisa dielakkan. Industri halal tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan jumlah muslim dunia dan seiring dengan kesadaran konsumsi halal serta gaya hidup halal (halal life style). Di sisi lain, halal merupakan kewajiban bagi umat Islam untuk ditaati dalam hal konsumsi, baik produk maupun jasa (layanan). Jadi produksi halal dan berbagai produk merupakan upaya standarisasi dan pemenuhan kebutuhan umat Islam atas kewajiban menjalankan agama. Halal merupakan perwujudan jaminan keamanan dan kenyamanan sebuah produk. Dengan demikian, prospek industri ini sangat menjanjikan.
Peran strategis Perguruan Tinggi
Dalam teori pentahelix, keberadaan para akademisi di PT merupakan bagian aktor penting pembangunan, di samping pemerintah, komunitas, media, dan pelaku usaha. Industri halal adalah terminologi yang cukup baru di Indonesia yang masih membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk akademi Muslim dari PTKI. Menurut Efendi, dkk., (2016) dalam artikel “Application of Penta Helix Model” dijelaskan bahwa akademisi bisa berperan melakukan standarisasi proses dan sertifikasi produk. Dalam konteks, industri halal, akademisi ini bertugas melakukan kajian konseptual dan penelitian lapangan agar keberadaan industri semakin kokoh dan terjamin standar syariahnya (syariah compliance).
Peran perguruan tinggi melalui tiga tugas “Tri Dharma Perguruan Tinggi”. Pertama, peran pendidikan ditujukan untuk mendorong lahirnya generasi kreatif Indonesia dalam pola pikir yang mendukung tumbuhnya karsa dan karya dalam industri kreatif. Kedua, peran penelitian dilakukan untuk memberikan masukan tentang model kebijakan pengembangan industri kreatif dan instrumen yang dibutuhkan serta menghasilkan teknologi yang mendukung cara kerja dan penggunaan sumber daya yang efisien dan menjadikan industri kreatif nasional yang kompetitif. Ketiga, peran pengabdian kepada masyarakat dilakukan untuk membentuk masyarakat dengan institusi/tatanan sosial yang mendukung tumbuh suburnya industri kreatif nasional.
Akademisi yang ada di PTKI bisa bergabung secara kolaboratif dari berbagai keilmuan melalui sebuah kelembagaan. Kerjasama antar PTKI sangat diperlukan, baik secara kelembagaan maupun keilmuan. Sebab, di beberapa PTKI telah mendirikan fakultas sains yang notabene berkaitan langsung dengan produk halal. Ada pun fakultas syariah fokus pada kajian hukum Islamnya, fakultas ekonomi konsen pada sisi ekonomi, akuntansi, dan pemasaran. Kerjasama itu juga bisa berupa pendirian Pusat Studi Halal, sebagaimana telah didirikan pada Perguruan Tinggi Umum (PTU), seperti Pusat Studi Halal UGM, Undip, dan lainnya.
Secara rinci, peran PT dalam pengembangan industri halal bisa dirumuskan sebagai berikut: pertama, penelitian kolaborasi; mewujudkan kerjasama dengan berbagai lembaga bisnis halal dan pusat kajian halal untuk melaksanakan penelitian halal. Melakukan studi perbandingan dengan lembaga pendidikan lainnya untuk menghasilkan SDM halal. Kedua, Pengembangan sumber daya manusia: Memfasilitasi kerjasama antara pusat kajian halal dengan lembaga lain yang relevan. Menguatkan pusat kajian halal untuk membangun kapasitas lembaga penelitian dan kajian halal. Ketiga, Penelitian dan Pengembangan: Melakukan penguatan pusat pelatihan dan edukasi halal. Melakukan pengembangan penelitian dan pengembangan produk halal. keempat, Sertifikasi dan standarisasi: Melakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam industri halal.
Peran ini bisa dijalankan oleh kampus PTKI di masing-masing daerah, UIN dan IAIN, bisa melakukan riset kelembagaan dengan berbagai dinas pemerintah di daerah atau bahkan dengan dunia industri. PTKI di daerah bisa berperan dua hal sekaligus, melakukan penelitian dan juga pendampingan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). untuk memperoleh sertifikat halal.
Dengan melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dalam hal menghasilkan produk halal, maka PTKI tidak dianggap sebagai lembaga pendidikan menara gading yang kurang bermanfaat. Dengan dua kegiatan ini, PTKI bisa bermanfaat secara langsung bagi masyarakat.
Penulis menyarankan bagi pihak yang berkepentingan agar melakukan penguatan peran perguruan tinggi dalam pengembangan industri halal. Secara khusus, BPJPH bisa lebih menggiatkan kerjasama dengan PT sebagai mitra kajian maupun pelaksana praktis. Bagi PT, melalui tri dharma perguruan tinggi bisa mengambil peran lebih luas, seperti dalam pengajaran, penelitian, dan pengabdian.