Toxic Leadership telah menjadi masalah di tempat kerja sejak lama, tetapi pergeseran baru-baru ini ke pekerjaan jarak jauh telah menciptakan tantangan baru yang memperkuat efek negatif dari pemimpin yang buruk.
Kurangnya interaksi tatap muka dan jarak fisik memudahkan toxic leader untuk memanipulasi karyawannya, terlibat dalam perilaku kasar, dan menciptakan budaya ketakutan dan intimidasi. Pada artikel ini, kita akan mengeksplorasi konsep toxic leadership, cara spesifik di mana lingkungan virtual memperkuat efek negatifnya.
Apa itu Toxic Leadership?
Disadur dari researchgate.net, toxic Leadership adalah gaya kepemimpinan di mana pemimpin terlibat dalam perilaku kasar, menciptakan budaya ketakutan, dan lebih mementingkan kepentingan mereka sendiri daripada kepentingan organisasi atau karyawan mereka.
Menurut sebuah studi tahun 2017 oleh The Center for Creative Leadership, para toxic leader dapat memiliki berbagai efek negatif pada organisasi mereka, termasuk penurunan moral karyawan, penurunan produktivitas, dan peningkatan tingkat pergantian. Selain itu, toxic leader dapat menciptakan budaya ketakutan yang mencegah karyawan untuk angkat bicara, mengungkapkan pendapat, atau mengambil risiko.
BACA JUGA: Heboh Diaspora di Jepang Banyak yang Anti-Jerome Polin, Dibilang Jadi Party Pooper: Apa Sih Itu?
Toxic Leadership memiliki berbagai efek negatif baik pada organisasi maupun karyawannya. Beberapa efek paling umum dari toxic leadership meliputi:
1. Semangat dan motivasi rendah
Toxic Leadership menciptakan lingkungan kerja negatif yang dapat menurunkan semangat dan menurunkan motivasi karyawan. Hal ini dapat menyebabkan penurunan produktivitas dan kurangnya komitmen terhadap organisasi.
2. Tingkat pergantian yang tinggi
Toxic Leadership sering mengusir karyawan berbakat yang frustrasi dengan lingkungan kerja yang beracun. Hal ini dapat menyebabkan tingkat perputaran yang tinggi, yang dapat merugikan organisasi dalam hal perekrutan dan pelatihan.
3. Komunikasi yang buruk
Toxic Leadership seringkali memiliki keterampilan komunikasi yang buruk, yang dapat mengakibatkan kesalahpahaman, konflik, dan kurangnya kejelasan mengenai harapan dan tujuan.
4. Stres yang meningkat
Toxic Leadership dapat menciptakan lingkungan kerja yang penuh tekanan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan fisik dan mental bagi karyawan. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan ketidakhadiran, penurunan produktivitas, dan penurunan kinerja organisasi secara keseluruhan.
5. Perlawanan terhadap perubahan
Toxic Leadership seringkali menolak perubahan, yang dapat menghambat inovasi dan kreativitas dalam organisasi. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan daya saing dan pangsa pasar.
Toxic Leadership di Era Kerja Jarak Jauh
Pekerjaan jarak jauh telah menciptakan tantangan baru bagi organisasi dan pemimpin, termasuk tantangan mengelola tim jarak jauh. Walaupun kerja jarak jauh memiliki banyak manfaat, termasuk peningkatan fleksibilitas dan kemampuan untuk bekerja dari mana saja, namun juga memiliki beberapa kekurangan. Salah satu kelemahan paling signifikan adalah kurangnya interaksi tatap muka, yang memudahkan para pemimpin beracun untuk memanipulasi karyawan mereka.
BACA JUGA: Jerome Polin Disebut Caper dan 'Party Popper', Hobi Bikin Kontroversi?
Disadur dari frontiersin.org, dalam lingkungan virtual, toxic leadership dapat terlibat dalam perilaku kasar, seperti perundungan atau manajemen mikro, tanpa takut terlihat oleh orang lain. Mereka juga dapat menciptakan budaya ketakutan dengan menggunakan alat online seperti email, obrolan, atau konferensi video untuk mengintimidasi karyawan mereka.
Selain itu, kurangnya interaksi tatap muka dapat mempersulit karyawan untuk angkat bicara, mengungkapkan pendapat, atau mengemukakan kekhawatiran tentang perilaku pemimpin.
Sebuah studi tahun 2020 oleh Owl Labs menemukan bahwa 52% pekerja jarak jauh pernah mengalami kelelahan, dan 19% mengalami perasaan terisolasi. Efek negatif ini dapat diperburuk oleh toxic leadership. Seorang toxic leader yang menciptakan budaya ketakutan dan intimidasi dapat berkontribusi pada perasaan kelelahan dan keterasingan di antara karyawannya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS