Lagi-lagi Korupsi: Menyusuri Jejak Sejarah dan Mencari Solusi di Indonesia

Hernawan | Aksa Rayana
Lagi-lagi Korupsi: Menyusuri Jejak Sejarah dan Mencari Solusi di Indonesia
Ilustrasi korupsi (freepik.com)

Kemarin dikejutkan kembali tentang pejabat Indonesia yang terlibat kasus koropsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Wali Kota Bandung Yana Mulyana dan beberapa pihak lain dalam operasi tangkap tangan pada 14 April 2023. Penangkapan tersebut berdasarkan laporan masyarakat tentang penyerahan uang suap kepada penyelenggara negara.

KPK menangkap lima orang awal, termasuk ajudan wali kota, sekretaris Dishub Bandung, dan sekretaris pribadi Yana Mulyana. Selanjutnya, KPK mengamankan CEO PT CIFO dan direktur PT SMA. Seluruhnya, sembilan orang tersebut dibawa ke Gedung Merah Putih KPK di Jakarta untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

BACA JUGA: Maia Estianty Ingatkan Nagita Slavina Untuk Hati-hati, Nama Celine Evangelista Terseret

KPK juga menemukan sejumlah barang bukti, termasuk mata uang dan sepatu Louis Vuitton senilai total Rp924,6 juta. Yana Mulyana dan pihak lainnya disangkakan pasal-pasal dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi sebagai penerima suap dan pemberi suap.

Sejarah Panjang Korupsi

Korupsi telah ada sejak zaman kuno, seperti di Mesir kuno, Babilonia, Yunani, China, dan Romawi. Berdasarkan catatan peninggalan Babilonia, korupsi mencapai puncaknya sekitar tahun 1200 sebelum Masehi, melibatkan pejabat pemerintahan. Bahkan ketika Raja Hammurabi memerintah Babilonia, ia membuat "Code of Hammurabi" untuk menghukum pejabat yang terlibat dalam korupsi.

Di Indonesia, korupsi juga telah ada sejak masa kerajaan-kerajaan di Nusantara. Korupsi terus berlanjut selama masa penjajahan Belanda, Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi. Bahkan pada awal tahun 1980-an, Prof. Sumitro Joyohadikusumo, seorang ekonom Indonesia, mengestimasi bahwa 30 persen dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dikorupsi.

Korupsi, di sisi lain, merupakan perbuatan busuk yang memiliki dampak yang sangat merusak, antara lain mempengaruhi perekonomian nasional, meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan sosial, merusak mental dan budaya bangsa, merusak sistem hukum, serta mempengaruhi kualitas layanan publik.

Semakin tinggi tingkat korupsi di suatu negara, dapat dipastikan bahwa negara tersebut tidak akan sejahtera dan layanan publiknya akan buruk. Sebaliknya, negara yang memiliki tingkat korupsi rendah akan lebih sejahtera, dengan kehidupan sosial yang baik dan pelayanan publik yang berkualitas. Oleh karena itu, korupsi bukanlah bagian dari budaya, namun bisa menjadi sesuatu yang menjadi budaya jika dibiarkan terus-menerus.

Melihat luasnya masalah korupsi dan dampak buruknya, maka seharusnya semua komponen bangsa turut berperan dalam memerangi dan mencegah korupsi agar tidak menjadi bagian dari budaya di Indonesia. Artinya, korupsi tidak boleh menjadi perilaku yang dianggap wajar.

Perilaku korupsi mungkin dianggap sebagai hal yang wajar jika masyarakat bersikap toleran terhadap korupsi dan tidak mengembangkan sikap anti-korupsi. Oleh karena itu, penting untuk mengubah pandangan masyarakat terhadap korupsi, dengan membangun kesadaran bahwa korupsi merugikan masyarakat secara keseluruhan dan bertentangan dengan nilai-nilai moral dan etika yang baik.

Selain itu, peran pemerintah, lembaga penegak hukum, dan sektor swasta juga sangat penting dalam memerangi korupsi. Pemerintah harus menerapkan kebijakan dan regulasi yang transparan dan akuntabel, serta menghadirkan sistem pengawasan yang efektif untuk mencegah terjadinya korupsi.

Lembaga penegak hukum, seperti kejaksaan dan kepolisian, harus bekerja secara independen dan tegas dalam menindak koruptor, tanpa pandang bulu. Sebagai bagian dari korporasi yang beroperasi di Indonesia, sektor swasta juga harus memiliki komitmen yang kuat dalam menjalankan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik, termasuk pencegahan korupsi dalam setiap aspek bisnisnya.

Pendidikan juga memainkan peran penting dalam memerangi korupsi. Pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai moral, etika, integritas, dan transparansi dapat membentuk pola pikir dan perilaku yang jauh dari korupsi sejak usia dini. Selain itu, sosialisasi tentang bahaya dan konsekuensi korupsi serta pentingnya anti-korupsi harus terus diperkuat di masyarakat melalui berbagai kampanye dan program edukasi.

BACA JUGA: Nikita Mirzani Cuek Makan Meski Anak Nangis Sesenggukan, Sikap Pacar Bulenya Jadi Omongan

Tidak kalah pentingnya adalah partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan dan pelaporan korupsi. Masyarakat harus berperan aktif dalam melibatkan diri dalam proses pengawasan, melaporkan tindakan korupsi yang mereka temui, serta menuntut pertanggungjawaban kepada para pelaku korupsi. Pemberian perlindungan kepada para whistleblower yang melaporkan tindakan korupsi juga harus dijamin oleh pemerintah dan lembaga terkait.

Dalam upaya memerangi korupsi, dibutuhkan kerjasama dan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, sektor swasta, dan lembaga terkait. Penegakan hukum yang tegas, penerapan kebijakan transparan, pendidikan yang berfokus pada nilai-nilai moral, serta partisipasi aktif masyarakat adalah langkah-langkah penting dalam mengubah mindset dan menghentikan korupsi agar tidak menjadi bagian dari budaya di Indonesia.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak