Meluluhlantakkan Perundungan di Lingkungan Kerja

Hayuning Ratri Hapsari | Rion Nofrianda
Meluluhlantakkan Perundungan di Lingkungan Kerja
Ilustrasi lingkungan kerja (Pexels/fauxels)

Perundungan atau bullying tidak hanya terjadi di kalangan siswa maupun lingkungan mahasiswa di Perguruan Tinggi melainkan juga terjadi di lingkungan kerja. Pasalnya, permasalahan ini memberikan dampak negatif bagi korban perundungan.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia menafsirkan bahwa perundungan dilakukan dengan memanfaatkan kekuasaan yang dimiliki pimpinan untuk melakukan kontrol, merendahkan, menyakiti serta mengucilkan korbannya.

Perilaku perundungan ini secara sengaja dilakukan serta dilakukan secara terus-menerus dilakukan pada korban yang sama.

Pelaku perundungan ini jika dibiarkan akan berdampak negatif pada perkembangan psikis maupun psikologis korban. Berdasarkan penelitian yang dilakukan workplace bullying survei pada 2021 menyebutkan bahwa terdapat 39 persen pekerja mengaku pernah atau sedang mengalami perundungan di lingkungan kerjanya.

Sedangkan terdapat 22 persen menyaksikan perundungan yang terjadi kepada rekan kerja mereka. Lebih lanjut dalam survey ini menyatakan bahwa sebanyak 48 persen responden mengaku bahwa tempat kerja tidak mampu untuk menangani komplain dan merespon kejadian-kejadian perundungan yang dialami oleh staf sehingga kondisi ini menyebabkan perundungan terus saja terjadi dalam lingkungan kerja.

Sayangnya, bukan pelaku yang dihukum akibat perlakuan perundungan ini melainkan pegawai yang bahkan menjadi target perundungan di tempat kerja serta memiliki tingkat 67 persen kehilangan pekerjaannya.

Selain itu, pegawai yang menjadi korban perundungan yang dipecat mencapai angka 29 persen lebih besar dibandingkan pegawai pelaku perundungan yang dipecat hanya mencapai 9 persen saja.

Tentu saja kondisi ini menjadi catatan penting dalam dunia kerja di tanah air untuk lebih komitmen lagi mengantisipasi perundungan dalam dunia kerja.

Berdasarkan data dari Simfoni PPA (2023) menyebutkan bahwa selama 5 tahun terakhir mendapatkan 1570 kasus dan 1707 korban kekerasan di lingkungan kerja mencapai 83 persen merupakan perempuan.

Seolah kasus perundungan di dunia kerja ini sebagai fenomena gunung es sehingga kuat dugaan kasus yang terjadi lebih banyak dari yang terlapor.

Efek negatif yang sangat jelas dirasakan korban yaitu adanya dampak mental dengan munculnya perasaan negatif yang dapat mengakibatkan stres, depresi bahkan upaya bunuh diri.

Dampak selanjutnya terkait dengan fisik yang mengakibatkan kelelahan serta munculnya gejala sakit kepala, luka atau memar khususnya pada perundungan yang dilakukan secara fisik.

Lebih lanjut, dampak yang dirasakan dapat terkait dengan emosional dengan munculnya perasaan kesal atau malu sehingga mengakibatkan hilangnya minat pada hal-hal yang disukai pegawai korban perundungan.

Dampak terakhir yang dirasakan yaitu berhubungan dengan kinerja sehingga menurunnya tingkat kehadiran korban di kantor.

Masalah perundungan ini tidak hanya berdampak negatif terhadap korban melainkan juga terhadap pihak lain yang terlibat diantaranya pelaku dan saksi.

Adapun dampak perundungan bagi pelaku yaitu cenderung mudah marah, munculnya perilaku agresif, memiliki watak keras, kurangnya rasa empati serta dapat dijauhi oleh orang lain.

Sedangkan dampak bagi saksi atau dikenal dengan istilah bystander yaitu bagi saksi yang tidak melakukan intervensi apapun akan beranggapan bahwa perundungan merupakan perilaku yang dapat diterima secara rasional, tentu saja tindakan ini perlu dorongan untuk mengubah perilaku pasif menjadi ally yaitu sekutu dalam melawan perundungan.

Selanjutnya dampak lain yang dapat dirasakan saksi yaitu kekhawatiran bergabungnya saksi dengan pelaku karena adanya rasa ketakutan menjadi sasaran berikutnya.

Oleh sebab itu, perlu dilakukan sosialisasi serta fakta integritas bagi setiap pegawai untuk menjaga lingkungan kerja yang positif sehingga jauh dari perundungan, serta mempedomani Pasal 28D ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.

Akhirnya semua pegawai yang bekerja semakin paham dan menyadari dampak perundungan dalam dunia kerja hingga akhirnya semakin peduli untuk dapat bersama-sama mengatasi perundungan dalam dunia kerja.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak