Mitos Sopan Santun dalam Politik: Kritik sebagai Ekspresi Demokrasi

Hernawan | Yoga Yurdho
Mitos Sopan Santun dalam Politik: Kritik sebagai Ekspresi Demokrasi
Ilustrasi Mengkritik. (Pexels/Mikhail Nilov)

Politik seringkali dianggap sebagai panggung pertunjukan dimana berbagai pemimpin dan partai beradu untuk meraih dukungan publik. Namun, dalam dinamika politik, seringkali muncul pertanyaan tentang keberadaan sopan santun. Apakah sopan santun benar-benar dapat ditemukan di dunia politik, ataukah itu hanya merupakan mitos semata?

Politik dan Kritik

Dalam setiap sistem demokrasi, kritik terhadap kebijakan dan tindakan pemerintah seharusnya merupakan bagian integral dari proses politik. Kritik bukanlah semata-mata tindakan menghujat atau merendahkan, melainkan suatu bentuk kontrol dan pengawasan terhadap kekuasaan. Sayangnya, dalam beberapa kasus, kritik sering dianggap sebagai ketidakpatuhan terhadap sopan santun. Apalagi jika melayangkan kritik kepada orang yang lebih tua, sering kali yang lebih muda dianggap tidak memiliki sopan santun atau tidak memiliki etika. Jika demikian, bukankah sebuah pengingkaran janji para politis juga merupakan tindakan yang tidak mencerminkan ketikdaksopansantunan?

Mengapa Kritik Dianggap Tanpa Sopan Santun?

Salah satu alasan mengapa kritik sering dianggap kurang sopan santun adalah karena beberapa pemimpin politik lebih suka membangun citra yang tidak bisa dipertanyakan. Kritik dianggap sebagai ancaman terhadap stabilitas dan kekuasaan yang mereka pegang. Hal ini sering kali mengakibatkan penolakan terhadap kritik sebagai suara yang tidak sopan atau merugikan.

Selain itu, kecenderungan polarisasi dalam politik juga turut memperumit situasi ini. Pihak-pihak yang berseberangan cenderung melihat kritik sebagai serangan personal dan tidak adil. Alih-alih melihatnya sebagai refleksi demokrasi yang sehat, kritik sering dipandang sebagai perang retorika tanpa sopan santun.

Sopan Santun dalam Politik:

Mitos sopan santun dalam politik seakan-akan menciptakan citra bahwa semua pemimpin dan partai harus bersikap santun tanpa cela. Padahal, demokrasi sejati membutuhkan keterbukaan dan kemampuan masyarakat untuk mengkritik. Melabelkan kritik sebagai tidak sopan santun dapat menghambat proses demokratisasi dan menutup ruang bagi dialog yang konstruktif. Apa jadinya jika setiap kritikan dianggap sebuah perilaku yang tidak sopan? Sedangkan, untuk sebuah kemajuan dan perubahan yang lebih baik, kritik itu sangat-sangat dibutuhkan tanpa melabeli yang tua ataupun muda.

Mengubah Paradigma:

Untuk mengubah paradigma ini, masyarakat perlu menyadari bahwa kritik bukanlah musuh demokrasi, melainkan sarana untuk meningkatkan kualitas kebijakan dan pemerintahan. Pemimpin politik juga seharusnya menerima kritik sebagai bagian dari tanggung jawab mereka dalam melayani publik. Dengan memahami peran kritik dalam membangun masyarakat yang lebih baik, kita dapat membangun politik yang lebih inklusif dan transparan.

Mitos sopan santun dalam politik memerlukan revolusi pikiran yang menggeser paradigma bahwa kritik adalah tindakan tidak sopan. Kritik bukanlah ancaman, melainkan suara yang membangun untuk kemajuan demokrasi. Pemimpin politik dan masyarakat perlu memahami bahwa kritik adalah instrumen kontrol yang penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan.

Melalui penerimaan terhadap kritik, politik dapat menjadi lebih terbuka, transparan, dan inklusif. Pemimpin yang bersedia menerima kritik sebagai bentuk umpan balik dari masyarakatnya menunjukkan kematangan dalam berpolitik. Sebaliknya, menolak kritik dengan dalih sopan santun hanya dapat merugikan demokrasi dengan menghambat perubahan positif dan peningkatan kebijakan.

Dengan menggali esensi sejati dari kritik sebagai sarana perbaikan, kita dapat membangun fondasi politik yang lebih kokoh. Oleh karena itu, adalah tugas bersama masyarakat dan pemimpin untuk mengganti mitos sopan santun dengan pemahaman bahwa kritik adalah sumber kekuatan bagi kemajuan politik dan sosial. Hanya dengan cara ini, kita dapat membentuk politik yang benar-benar melayani kepentingan rakyat dan mengukir sejarah demokrasi yang berkelanjutan.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak