Isu Eksploitasi Jadi Alasan Potensi Pekerja Indonesia Nggak Kunjung Tergali

Hernawan | Christina Natalia Setyawati
Isu Eksploitasi Jadi Alasan Potensi Pekerja Indonesia Nggak Kunjung Tergali
Ilustrasi bekerja (Freepik.com/freepik)

Dalam dunia kerja yang kompetitif, setiap individu memiliki keinginan untuk berkembang dan berkontribusi. Namun, rasa takut sering kali menghalangi langkah kita. Ketakutan akan dimanfaatkan, misalnya dengan diberikan beban kerja yang berlebihan tanpa adanya kompensasi yang sepadan. Alasan lain, seperti ketakutan akan kehilangan pekerjaan jika terlalu menonjol dan dianggap sebagai ancaman bagi atasan.

Potensi sumber daya manusia yang tidak tergali secara optimal menjadi masalah serius bagi Indonesia. Ketakutan untuk menunjukkan kemampuan terbaik, membuat banyak perusahaan kehilangan inovasi dan kreativitas. Akibatnya, produktivitas nasional menjadi rendah dan daya saing bangsa pun terancam. Jika dibiarkan, masalah ini akan menghambat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Bandingkan dengan negara-negara maju yang berhasil mengembangkan potensi sumber daya manusianya. Di sana, karyawan didorong untuk berinovasi dan berkontribusi secara maksimal. Berbeda dengan Indonesia, di mana banyak karyawan yang merasa tidak aman dan lebih memilih untuk mempertahankan status quo. Perbedaan ini yang kemudian menjadi salah satu faktor penyebab kesenjangan pembangunan antara Indonesia dengan negara-negara maju.

Media sosial biasanya berisi aneka pembahasan, tidak terkecuali keluhan perolehan gaji yang tidak sepadan dengan kualifikasi karyawan, pekerjaan yang dibebankan pada karyawan yang tidak sesuai dengan lingkup kerjanya, karyawan yang dituntut serba bisa, sampai diskriminasi usia maupun fisik yang sering menjadi kualifikasi umum lowongan kerja di Indonesia.

Sebagian besar pengguna media sosial akan berpendapat dan berpesan bagi para pencari kerja, khususnya fresh graduate untuk tidak sembarangan menunjukkan potensi dan kemampuannya. “Pokoknya, jangan tunjukkan kalau kalian itu serba bisa. Nanti jadwal kerjamu cuma diisi sama lemburan dan kerjaan di luar jobdesk-mu,” katanya.

Narasi tersebut mencerminkan kekecewaan mendalam terhadap sistem kerja yang ada. Ketidakadilan dalam pembagian beban kerja, upah yang tidak layak, dan kurangnya penghargaan terhadap prestasi, membuat banyak karyawan merasa dimanfaatkan. Akibatnya, mereka menjadi skeptis dan enggan untuk memberikan yang terbaik. Kondisi ini tentu saja memprihatinkan. Namun, bukan berarti tidak ada solusi. Pemerintah, perusahaan, dan individu perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil dan kondusif. Dengan demikian, karyawan dapat merasa aman untuk menunjukkan potensi terbaiknya dan memberikan kontribusi yang maksimal bagi perusahaan dan negara.

Selama ini SDM di Indonesia selalu dipandang rendah, bahkan oleh penduduknya sendiri. Padahal jika ditinjau kembali, generasi saat ini dengan pertumbuhan teknologi atau generasi sebelumnya yang tinggi motivasi kerjanya menunjukkan adanya peluang potensi individu yang luar biasa jika terus diasah dan dikembangkan.

Belum lagi isu bahwa “Kita sering tidak dihargai di negara sendiri, tapi begitu diterima oleh negara lain”. Seharusnya dengan memberikan kesempatan yang sama dan dukungan yang memadai sama seperti cara kerja di negara maju yang fokus pada pengembangan potensi karyawan, SDM Indonesia mampu bersaing di tingkat global. Investasi pada pengembangan sumber daya manusia bukan hanya akan meningkatkan produktivitas, tetapi juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Akar masalah stigma negatif terhadap pekerja Indonesia yang enggan menunjukkan potensi penuhnya sangat kompleks. Pengalaman buruk, ketidakadilan sistemik, lemahnya perlindungan hukum, kultur organisasi yang toxic, pengaruh media sosial, dan kurangnya pendidikan keuangan menjadi faktor utama.

Akibatnya, muncullah siklus negatif ketika pekerja merasa tidak aman untuk berinovasi dan berkontribusi secara maksimal. Hal ini berdampak pada produktivitas rendah, tingkat pergantian karyawan tinggi, kesulitan menarik talenta muda, dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, media, dan individu untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil dan kondusif.

Bayangkan sebuah kebun yang subur dengan tanaman potensial. Tiap tanaman memiliki potensi untuk tumbuh menjadi pohon yang rindang dan menghasilkan buah yang lezat. Namun, karena takut hama atau perlakuan yang tidak adil, tanaman-tanaman ini memilih untuk tidak tumbuh setinggi mungkin. Begitu pula dengan sumber daya manusia di Indonesia.

Stigma negatif yang menyelimuti dunia kerja membuat banyak individu memilih untuk 'bersembunyi' di bawah rata-rata. Akibatnya, potensi besar bangsa ini seperti terkubur dalam-dalam. Tidak hanya perusahaan yang merugi karena kehilangan inovasi dan kreativitas, namun juga negara yang kehilangan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Singkatnya, stigma negatif ini adalah seperti penyakit yang menggerogoti semangat dan produktivitas bangsa.

Dampak jangka panjang dari stigma negatif terhadap pekerja Indonesia begitu luas dan mendalam. Bagi organisasi dan perusahaan, hal ini dapat menghambat inovasi, meningkatkan tingkat pergantian karyawan, merusak reputasi perusahaan, dan mengurangi loyalitas karyawan. Dalam skala yang lebih besar, Indonesia sebagai sebuah negara akan mengalami stagnasi pertumbuhan ekonomi, kualitas produktivitas yang rendah, kesenjangan sosial yang semakin lebar, dan ketergantungan yang berkelanjutan pada sumber daya alam.

Jika dibiarkan, stigma negatif ini akan menghambat kemajuan Indonesia dan mengerdilkan potensi besar bangsa ini. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan perubahan yang sistematis dan komprehensif, mulai dari perubahan budaya kerja di tingkat perusahaan hingga perubahan kebijakan pemerintah yang lebih pro-pekerja.

Untuk mengatasi stigma negatif dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih positif, perusahaan atau organisasi dapat mengadopsi beberapa solusi berikut. Pertama, menciptakan budaya kerja yang terbuka dan inklusif di mana setiap karyawan merasa dihargai dan memiliki kesempatan untuk berkembang.

Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti memberikan pelatihan kepemimpinan kepada manajer, mendorong komunikasi terbuka antara atasan dan bawahan, serta merayakan keberagaman dalam tim. Kedua, memberikan pelatihan dan pengembangan yang berkelanjutan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan karyawan. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan produktivitas, tetapi juga menunjukkan komitmen perusahaan terhadap pertumbuhan karyawan.

Solusi selanjutnya adalah menghargai prestasi dan kontribusi karyawan melalui sistem penghargaan yang adil dan transparan. Pengakuan atas prestasi akan memotivasi karyawan untuk terus memberikan yang terbaik. Keempat, memberikan keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi dengan memberikan fleksibilitas dalam bekerja. Hal ini akan membuat karyawan merasa lebih sejahtera dan mengurangi tingkat stres.

Terakhir, melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan akan membuat mereka merasa lebih memiliki tanggung jawab dan terlibat dalam keberhasilan perusahaan. Dengan menerapkan solusi-solusi ini, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang positif dan menarik bagi karyawan, serta meningkatkan produktivitas dan inovasi.

Stigma negatif yang melekat pada pekerja Indonesia telah menciptakan hambatan besar bagi pertumbuhan dan perkembangan bangsa. Dampaknya terasa dalam berbagai aspek, mulai dari rendahnya produktivitas hingga terhambatnya inovasi. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan perubahan yang komprehensif. Perusahaan harus proaktif menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan memberdayakan, serta memberikan kesempatan yang sama bagi semua karyawan untuk berkembang.

Pemerintah juga memiliki peran penting dalam menciptakan kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang adil dan berkelanjutan. Dengan kerja sama yang baik antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat, kita dapat membangun Indonesia yang lebih maju, di mana setiap individu memiliki kesempatan untuk mencapai potensi maksimalnya.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak