Nggak Bebas Berekspresi dan Nggak Modis Jadi Alasan Siswa Abaikan Aturan

Hayuning Ratri Hapsari | Christina Natalia Setyawati
Nggak Bebas Berekspresi dan Nggak Modis Jadi Alasan Siswa Abaikan Aturan
Seragam Sekolah SDN 3 Tanjung Baru (Dok. Pribadi/Christina)

"Kenapa kita harus pakai seragam sih? Kenapa rambut kita (laki-laki) harus dipotong pendek? Kenapa sepatu kita harus berwarna hitam? Kenapa rambut kita (perempuan) harus diikat rapi? Kenapa tidak boleh pakai make up?" adalah pertanyaan umum yang diajukan oleh siswa kepada guru-guru mereka jika membahas soal aturan sekolah. "Kan semua itu nggak berpengaruh atau menandakan kapasitas otak kita? Harusnya kami bisa lebih bebas dong." 

Tren aturan berpakaian sekolah juga terus berubah. Seiring dengan perubahan zaman, banyak sekolah yang mulai melonggarkan aturan mereka, terutama terkait dengan panjang rok atau jenis sepatu.

Namun, ada juga sekolah yang justru memperketat aturan untuk mengatasi masalah seperti gangguan konsentrasi akibat pakaian yang terlalu mencolok.

Alasan di balik aturan berpakaian sekolah pun beragam. Ada yang bertujuan untuk mengurangi perbandingan sosial ekonomi antar siswa, ada yang ingin menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, dan ada pula yang ingin menanamkan nilai-nilai tertentu seperti kesederhanaan atau formalitas.

Di negara-negara Asia Tenggara, seperti Indonesia, penampilan yang rapi dan formal sering kali dianggap sebagai cerminan dari disiplin diri dan rasa hormat. Ini tertanam kuat dalam nilai-nilai budaya mereka, terutama yang dipengaruhi oleh Konfusianisme.

Konfusianisme menekankan pentingnya hierarki sosial, sopan santun, dan penghormatan terhadap orang yang lebih tua serta otoritas.

Dengan mengenakan seragam sekolah yang rapi dan bersih, siswa tidak hanya menunjukkan rasa hormat kepada guru dan sekolah, tetapi juga kepada diri mereka sendiri dan komunitas mereka.

Selain itu, penampilan yang seragam dan rapi juga dianggap penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Ketika semua siswa berpakaian sama, fokus utama mereka adalah pada pembelajaran, bukan pada perbandingan penampilan atau status sosial. Ini membantu mengurangi gangguan dan menciptakan suasana yang lebih tenang dan teratur di dalam kelas.

Bagi masyarakat Asia Tenggara, pendidikan adalah sebuah investasi jangka panjang, dan lingkungan belajar yang baik adalah kunci untuk mencapai kesuksesan akademik.

Penampilan formal dalam konteks pendidikan di Asia Tenggara juga merupakan bentuk penghormatan terhadap tradisi dan budaya.

Seragam sekolah sering kali memiliki sejarah yang panjang dan mengandung simbol-simbol yang berkaitan dengan nilai-nilai nasional atau identitas sekolah.

Dengan mengenakan seragam, siswa tidak hanya menjadi bagian dari komunitas sekolah, tetapi juga menjadi bagian dari warisan budaya yang lebih luas.

Agama juga memainkan peran penting dalam membentuk norma-norma sosial, termasuk aturan berpakaian. Di beberapa negara Asia Tenggara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, misalnya, aturan berpakaian di sekolah cenderung lebih konservatif dan mengikuti ajaran agama.

Masa penjajahan oleh negara-negara Barat meninggalkan jejak yang signifikan pada sistem pendidikan di banyak negara Asia Tenggara. Konsep seragam sekolah dan disiplin yang ketat seringkali merupakan warisan dari sistem pendidikan kolonial.

Di beberapa masyarakat, penampilan yang rapi dan mahal dianggap sebagai simbol status sosial. Orang tua ingin memberikan yang terbaik bagi anak-anak mereka, termasuk dalam hal pakaian sekolah. Hal ini menciptakan tekanan bagi siswa untuk selalu tampil rapi dan menarik.

Faktor lain yang turut memperkuat pentingnya penampilan rapi adalah persaingan pendidikan yang sangat tinggi di negara-negara Asia Tenggara. Untuk bisa masuk ke universitas bergengsi, siswa harus bersaing dengan ribuan calon mahasiswa lainnya.

Penampilan yang rapi dan profesional dapat menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam proses seleksi. Selain itu, dengan menjaga penampilan yang baik, siswa juga menunjukkan keseriusan mereka dalam mengejar pendidikan.

Perlu digarisbawahi bahwa tujuan utama pendidikan karakter dan pendisiplinan adalah membentuk individu yang berakhlak mulia, bertanggung jawab, dan mandiri.

Aturan sekolah, keseragaman, dan tata tertib adalah pilar penting dalam pendidikan karakter. Melalui aturan-aturan ini, siswa diajarkan nilai-nilai seperti disiplin, tanggung jawab, dan hormat.

Keseragaman menciptakan rasa persatuan, sementara tata tertib memberikan kerangka kerja yang jelas untuk perilaku yang diharapkan. Dengan demikian, sekolah menjadi tempat yang kondusif bagi siswa untuk tumbuh dan berkembang menjadi individu yang berkarakter.

Dalam konteks pendidikan di Asia Tenggara, penampilan rapi dan formal bukan hanya sekadar aturan, tetapi juga merupakan cerminan dari nilai-nilai budaya, etika kerja, dan semangat kompetitif.

Dengan menjaga penampilan yang baik, misalnya dengan menggunakan seragam yang sesuai dan layak serta menata rambut dengan rapi, serta beratribut lengkap, siswa tidak hanya menunjukkan rasa hormat kepada orang lain, tetapi juga kepada diri mereka sendiri.

Hal ini pada akhirnya akan berdampak positif pada prestasi akademik mereka dan masa depan mereka.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak