Media sosial kembali geger dengan banyaknya postingan yang menyoroti wacana libur Ramadan yang diungkap oleh Wakil Menteri Agama (Wamenag), HR Muhammad Syafi'i. Meskipun begitu, beliau juga menegaskan bahwa wacana ini masih dalam tahap diskusi dan belum ada keputusan resmi.
Ide meliburkan sekolah selama Ramadan sebenarnya bukanlah hal baru. Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, kebijakan serupa pernah diterapkan. Tujuannya adalah memberikan kesempatan bagi siswa, terutama muslim, untuk lebih fokus beribadah dan mendalami nilai-nilai agama Islam selama bulan suci. Kendati demikian, banyak tanggapan dari masyarakat, terutama orang tua yang pro dan kontra akan wacana tersebut.
"Jangan ya, Pak, ya. Zamanku SD, libur sekolah main congklak, nggak ada HP. Kalau sekarang, aku yang pening kalau anak-anak full di rumah," tutur salah satu pengguna akun Instagram. "Nah, kalau anak-anak SD, bisalah emaknya effort dikit kasih mainan atau main bareng. Lha, kalau anak SMP dan SMA, mau ngapain kalau nggak main game online seharian? Ya kali, main dakon sama Emak Bapaknya," lanjutnya.
"Jangan libur, sih. Masuk aja setiap hari, cuma jam masuknya diundur dan jam pulangnya dipercepat."
"Waduh! Udah sekolah ajalah selama bulan Ramadan."
"Ngajar anak gak produktif! Di rumah paling cuma main HP. Jangan jadikan puasa sebagai penghalang!"
"Saya ibu 3 anak dan saya tidak setuju kalau libur kelamaan. Sudah cukup waktu pandemi saja."
"Jangan, Pak. Nanti pada push rank."
"Waduh, emak-emak pekerja pening nih kalau libur sebulan."
"Jangan deh libur selama itu. Rumahku berisik banget sama anak-anak tetangga. Mana kata-kata mereka kotor-kotor banget kalau main game. Mau aku usir, gak tega. Mau aku matiin wifinya, juga nggak tega. Tapi aku lagi sakit, butuh istirahat, mereka malah teriak-teriak mulu."
"Gak setuju! Kurangi saja jamnya. Malah emosi kakean prei, mbokne judek, kebanyakan mau bukber terus."
"Yang ada nanyain mulu kapan magribnya."
Banyak orang tua khawatir anak-anak akan menghabiskan waktu berlebih dengan gadget, terutama game online. Mereka merasa kesulitan mengontrol aktivitas anak di rumah tanpa pengawasan yang ketat dari sekolah.
Bagi orang tua yang bekerja, libur panjang berarti harus memikirkan alternatif penitipan anak atau mengatur ulang jadwal kerja. Sementara itu, orang tua yang tinggal di rumah juga merasa kewalahan mengurusi aktivitas anak-anak sepanjang hari.
Beberapa orang tua mengeluhkan lingkungan sekitar yang bising dan kurang mendukung kegiatan belajar anak. Kehadiran teman-teman sebaya yang kerap bermain game atau beraktivitas di luar rumah dapat mengganggu konsentrasi anak. Ada kekhawatiran bahwa libur panjang akan membuat anak-anak malas belajar dan sulit kembali ke rutinitas belajar setelah liburan berakhir.
"Belajar daring aja, Pak, kayak waktu pandemi. Jam pelajarannya dikurangi, materi agama ditambah."
"Kasih tugas amalan harian salat, baca Al-Qur'an, tarawih, dan tanda tangan penceramah ya, Pak."
"Bagus dong. Anak-anak jadinya bisa fokus ke amalan yang bermanfaat. Apalagi di saat bulan Ramadan, pahala dilipatgandakan. Asal diawasi sekolah dan orang tua saja, dan dibikin target, misal sebulan wajib khatam 30 juz, salat duha tiap hari, tarawih tiap hari, pesantren kilat/kuliah subuh, dsb."
Rupanya, ada juga beberapa orang tua yang berpendapat bahwa libur panjang akan memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk lebih fokus beribadah dan mendalami nilai-nilai agama.
Melihat beragam tanggapan tersebut, perlu adanya solusi yang dapat mengakomodasi berbagai kepentingan. Sekolah dapat menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang lebih santai dan menyenangkan selama Ramadan, seperti pengajian, lomba keagamaan, atau kegiatan sosial. Selain itu, pihak sekolah dapat mengurangi durasi libur sekolah selama Ramadan dapat menjadi kompromi yang baik. Dengan demikian, anak-anak masih memiliki waktu untuk beribadah dan beristirahat, tetapi orang tua tidak terlalu terbebani.
Dari beragam tanggapan orang tua mengenai wacana libur sekolah selama Ramadan, terlihat jelas adanya perbedaan pandangan yang cukup signifikan. Di satu sisi, ada kekhawatiran akan dampak negatif dari libur panjang terhadap perkembangan anak, terutama terkait penggunaan gadget dan penurunan motivasi belajar. Di sisi lain, ada harapan bahwa libur panjang dapat memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk lebih fokus beribadah dan mendalami nilai-nilai agama.
Libur sekolah selama Ramadan bisa menjadi momen yang sangat berharga untuk mendalami ajaran agama. Namun, kita perlu memastikan bahwa kegiatan keagamaan yang dilakukan tidak hanya bersifat formal, tetapi juga menyenangkan dan relevan dengan kehidupan sehari-hari.