Saat mendengar kata "hobi," kita mungkin langsung berpikir tentang aktivitas yang dilakukan semata-mata untuk kesenangan tanpa perlu mengejar keuntungan finansial. Namun, tren yang sedang berkembang di kalangan Gen Z justru menunjukkan sebaliknya.
Banyak dari mereka yang berhasil mengubah hobi menjadi ladang penghasilan. Dari gaming, memasak, hingga membuat konten di media sosial, Gen Z semakin cerdas dalam memanfaatkan keterampilan dan minat mereka untuk meraih cuan. Menurut laporan Zee News (2022), lebih dari 60% remaja dan dewasa muda di seluruh dunia mengaku memanfaatkan platform digital untuk menghasilkan uang dari hobi yang mereka miliki.
Sebagai bagian dari Gen Z, saya juga mengalami fenomena ini. Awalnya, saya hanya suka menulis konten di media sosial untuk mengisi waktu luang. Tanpa disadari, ternyata saya menemukan platform yang bisa mewadahi tulisan saya dan memberikan cuan. Ternyata, apa yang dulunya hanya sekadar hobi, sekarang bisa jadi sumber pendapatan yang menguntungkan. Saya bukan satu-satunya yang merasakan ini; banyak teman-teman saya yang juga berhasil menghasilkan uang dengan cara yang hampir serupa, hanya dengan mengerjakan hal-hal yang mereka sukai.
Conroh lain, salah satu tren yang sangat populer di kalangan Gen Z adalah membuat konten di platform seperti YouTube, Instagram, atau TikTok. Mereka bisa saja hanya berbagi tips kecantikan, unboxing produk, bermain game, atau bahkan merekam kehidupan sehari-hari yang bisa menghasilkan cuan.
Yang menarik adalah kemampuan mereka untuk memasarkan diri dan menarik audiens, yang kemudian berbuah menjadi peluang monetisasi lewat endorsement, kerja sama dengan brand, atau bahkan donasi dari penggemar. Fenomena ini menunjukkan bahwa keahlian berbicara di depan kamera atau berbagi pengalaman bisa menghasilkan penghasilan yang tidak kalah dengan pekerjaan tradisional.
Namun, ada juga sisi lain dari tren ini. Tidak sedikit dari Gen Z yang terjebak dalam keinginan untuk terus memproduksi konten demi keuntungan, yang terkadang mempengaruhi keseimbangan hidup mereka. Fokus yang terlalu besar pada monetisasi hobi bisa membuat mereka terjebak dalam rutinitas yang melelahkan, dan lebih mengejar "likes" daripada menikmati proses kreatif itu sendiri. Hal ini juga dapat menciptakan tekanan sosial, karena banyak orang yang merasa harus terus-menerus menunjukkan keberhasilan mereka di media sosial.
Monetisasi hobi juga membawa tantangan baru dalam hal etika dan privasi. Di dunia yang serba terbuka ini, sangat mudah bagi seseorang untuk menjual diri mereka dalam bentuk konten atau informasi pribadi demi mendapatkan perhatian atau penghasilan. Meskipun banyak yang berhasil, ada juga yang berisiko kehilangan privasi atau bahkan terkena dampak psikologis akibat ekspektasi yang tidak realistis. Oleh karena itu, meskipun monetisasi hobi menawarkan peluang, kita tetap harus bijak dalam mengelola waktu, tujuan, dan bagaimana cara kita berbagi diri di dunia digital.
Namun demikian, tren ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Gen Z telah membuka peluang baru yang sebelumnya tidak terpikirkan. Mereka mampu menggabungkan kreativitas dan kecakapan teknologi untuk menghasilkan uang dari aktivitas yang mereka nikmati. Ini adalah bukti bahwa dunia digital dan sosial media bisa menjadi lebih dari sekadar hiburan—bisa menjadi platform yang sangat produktif. Dengan pendekatan yang tepat, hobi bisa berubah menjadi bisnis yang berkelanjutan.
Monetisasi hobi menunjukkan betapa dinamisnya generasi ini dalam mengubah paradigma kerja tradisional. Gen Z tidak lagi hanya mengandalkan pekerjaan kantoran atau profesi tertentu untuk menghasilkan uang. Mereka memanfaatkan dunia digital dengan cerdas, menjadikan setiap momen dan kegiatan yang mereka nikmati sebagai kesempatan untuk meraih cuan. Dengan kreativitas dan kecerdasan teknologi, siapa pun, termasuk Gen Z, bisa meraih impian mereka—baik itu melalui kerja keras atau hobi yang menyenangkan.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.