Pemerintah Indonesia dikabarkan akan melakukan efisiensi anggaran pada tahun 2025, termasuk pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Rencana pemotongan ini memicu kekhawatiran, terutama terkait layanan deteksi dini gempa bumi dan tsunami yang menjadi salah satu tugas utama BMKG.
Beberapa laporan menyebutkan bahwa pemotongan anggaran BMKG bisa mencapai 50%, namun pihak Istana membantah klaim ini. Meskipun demikian, jika pemotongan anggaran benar terjadi dalam jumlah besar, bagaimana dampaknya terhadap kemampuan BMKG dalam memberikan informasi yang cepat dan akurat kepada masyarakat?
BMKG memiliki peran dalam memberikan informasi mengenai cuaca, iklim, kualitas udara, serta mendeteksi gempa bumi dan potensi tsunami. Dengan berkurangnya anggaran, ada beberapa risiko yang mungkin terjadi:
1. Pemeliharaan Alat Deteksi Terganggu
BMKG mengoperasikan berbagai alat canggih untuk mendeteksi dan menganalisis gempa bumi serta tsunami. Pemotongan anggaran yang signifikan dapat menghambat pemeliharaan alat-alat ini.
Menurut laporan, jika anggaran BMKG benar-benar dipangkas, maka kemampuan pemeliharaan alat-alat ini bisa turun hingga 71%. Akibatnya, kemungkinan terjadinya kesalahan atau keterlambatan dalam pendeteksian gempa dan tsunami akan meningkat.
2. Penurunan Akurasi Informasi
Pemotongan anggaran juga dikhawatirkan berdampak pada akurasi informasi yang diberikan BMKG. Saat ini, tingkat akurasi informasi cuaca, iklim, dan gempa bumi yang dikeluarkan BMKG mencapai 90%. Namun, jika anggaran berkurang, akurasi tersebut bisa menurun hingga 60%.
Dengan semakin seringnya kejadian cuaca ekstrem dan peningkatan aktivitas tektonik di Indonesia, informasi yang kurang akurat dapat meningkatkan risiko bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana.
3. Gangguan pada Observasi dan Layanan Publik
BMKG tidak hanya bertugas mendeteksi gempa bumi dan tsunami, tetapi juga mengamati perubahan cuaca, iklim, serta kualitas udara. Jika anggaran berkurang, pemantauan dan peninjauan operasional terhadap fenomena alam ini akan terganggu.
Dampaknya bisa dirasakan oleh berbagai sektor, mulai dari transportasi udara dan laut, pertanian, hingga mitigasi bencana.
Kepala BMKG menyatakan bahwa pihaknya akan berupaya memastikan layanan informasi cuaca, gempa, dan tsunami tetap berjalan optimal meskipun terdapat pengurangan anggaran. Namun, mereka tetap berharap agar pemerintah mempertimbangkan kembali dampak pemotongan ini terhadap mitigasi bencana.
Di sisi lain, Kepala Komunikasi Kepresidenan RI, Hasan Nasbi, membantah klaim bahwa pemotongan anggaran BMKG mencapai 50%. Ia menegaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran tidak akan memengaruhi layanan penting yang diberikan BMKG kepada masyarakat.
Pernyataan ini bertujuan untuk meredam kekhawatiran publik terkait kemungkinan terganggunya sistem deteksi dini gempa dan tsunami.
Di tengah meningkatnya frekuensi bencana alam di Indonesia, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa efisiensi anggaran tidak mengorbankan sektor yang berkaitan dengan keselamatan publik.
Apakah pemotongan anggaran ini akan tetap dilakukan, atau pemerintah akan meninjau ulang kebijakan ini demi kepentingan masyarakat?
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS