kolom

Bagaimana Ramadan Bisa Membantu Anak Memahami Nilai Kemanusiaan?

Bagaimana Ramadan Bisa Membantu Anak Memahami Nilai Kemanusiaan?
Ilustrasi anak-anak yang tertawa ria. (unsplash.com/@husniatisalma)

Yoursay.id - Tidak terasa, kita telah memasuki hari kesebelas puasa Ramadan. Bagi sebagian orang, perjalanan ibadah ini terkadang terasa seperti menjadi seorang ninja yang harus mengendap-endap di siang hari untuk menghindari godaan makanan yang tersimpan rapi di dalam kulkas.

Namun, ketika malam tiba, kita berubah menjadi prajurit pemberani yang menyerbu meja makan dengan semangat luar biasa. Meskipun demikian, penting bagi kita untuk memahami hikmah mendalam di balik puasa ini agar ibadah ini tidak hanya menjadi ajang diet kilat yang gagal pada akhirnya.

Puasa: Antara Spiritualitas dan Pengendalian Lapar yang Dramatis

Ilustrasi Puasa - Jadwal Buka Puasa Ramadhan 2025 Sebulan Penuh (Unsplash)
Ilustrasi puasa (Unsplash)

Puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus selama kurang lebih 12 jam setiap harinya. Jauh dari itu, puasa adalah manifestasi spiritual yang sarat dengan ujian.

Dalam perjalanan ini, kita diajak untuk melampaui batas fisik dan mental. Mulai dari menahan diri untuk tidak membalas pesan "kapan nikah?" dari seorang tante kepo, hingga berusaha tetap tenang saat melihat teman kantor menyantap mi instan di depan kita dengan ekspresi penuh kenikmatan.

Menurut laporan dari World Health Organization (WHO), pola makan yang diatur secara disiplin seperti dalam ibadah puasa dapat membantu meningkatkan kesehatan fisik dan mental seseorang. Puasa memberikan kesempatan bagi tubuh untuk membersihkan diri dari racun dan meningkatkan fungsi metabolisme.

Namun, lebih dari sekadar manfaat kesehatan, puasa juga memiliki dimensi spiritual yang mendalam. Bagi umat Islam, puasa merupakan kesempatan emas untuk melakukan "reset" jiwa. Seperti baterai ponsel yang perlu diisi ulang, iman kita juga membutuhkan proses pengisian kembali.

Ramadan hadir sebagai musim charger tahunan, di mana kita berlomba-lomba mengumpulkan pahala—meskipun di sela-sela itu ada harapan kecil untuk menurunkan berat badan atau memperbaiki pola makan.

Nilai-Nilai Puasa: Dari Keikhlasan hingga Kesabaran Melihat Diskon Takjil

1. Empati: Menyadari Bahwa Lapar Itu Nyata

Salah satu pelajaran utama dari puasa adalah empati. Ketika kita merasakan lapar dan haus sepanjang hari, kita mulai memahami bagaimana rasanya hidup dalam kondisi serba terbatas.

Misalnya, kita mungkin berkata dalam hati, "Oh, jadi begini rasanya menjadi anak kos di akhir bulan." Melalui pengalaman ini, kita didorong untuk lebih peduli kepada mereka yang kurang beruntung.

Data dari United Nations Development Programme (UNDP) menunjukkan bahwa lebih dari 690 juta orang di dunia masih hidup dalam kondisi kelaparan kronis.

Puasa mengajarkan kita untuk berempati kepada mereka yang menghadapi realitas ini setiap hari. Namun, sayangnya, bentuk kepedulian ini kadang hanya sebatas unggahan di media sosial tentang paket takjil yang dibagikan.

Untuk menciptakan dampak nyata, organisasi non-profit seperti Islamic Relief Worldwide dan Aksi Cepat Tanggap (ACT) mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam program donasi pangan selama Ramadan guna membantu komunitas yang membutuhkan.

2. Pengendalian Diri: Menahan Diri dari Makanan dan Komentar Pedas

Ilustrasi Puasa - Niat Puasa Rajab dan Senin Kamis (Unsplash)
Ilustrasi Puasa (Unsplash)

Puasa tidak hanya menguji kemampuan kita menahan lapar, tetapi juga mengendalikan lidah kita dari perkataan yang menyakitkan.

Godaan terbesar bukan hanya gorengan di warung depan rumah, tetapi juga dorongan untuk membalas komentar pedas di media sosial atau berdebat panjang lebar di grup WhatsApp keluarga. Ramadan mengajarkan kita untuk bersabar, bahkan ketika menghadapi opini yang tidak sesuai dengan pandangan kita.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh American Psychological Association (APA), pengendalian diri adalah salah satu faktor utama yang memengaruhi kesejahteraan mental seseorang.

Dengan melatih kesabaran selama Ramadan, kita dapat meningkatkan kemampuan untuk menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari dengan lebih bijaksana.

3. Keikhlasan: Ibadah yang Tidak Bisa Dipamerkan

Keikhlasan adalah inti dari puasa. Tidak ada yang tahu apakah kita benar-benar berpuasa atau hanya pura-pura lemas di depan teman-teman.

Hanya kita dan Tuhan yang mengetahui apakah kita diam-diam minum air di kamar mandi atau tetap teguh menjalankan ibadah ini. Inilah salah satu nilai luhur puasa: menguji sejauh mana kita bisa beribadah tanpa mengharapkan pengakuan dari orang lain.

Organisasi seperti Muslim Aid menekankan pentingnya keikhlasan dalam ibadah. Mereka menyebutkan bahwa amal yang dilakukan dengan niat tulus akan membawa dampak positif yang lebih besar, baik bagi individu maupun masyarakat luas.

4. Kesederhanaan: Menghargai Makanan, tapi Tetap Kalap saat Berbuka

Puasa mengajarkan kita untuk hidup sederhana dan menghargai apa yang kita miliki. Setelah seharian tidak makan, kita belajar bahwa makanan adalah anugerah yang patut disyukuri.

Namun, ironisnya, begitu adzan Maghrib berkumandang, semua konsep kesederhanaan lenyap dalam sekejap. Meja makan mendadak dipenuhi dengan hidangan yang jumlahnya lebih banyak daripada jumlah orang di rumah. Pepatah "lapar mata lebih berbahaya daripada lapar perut" tampaknya sangat relevan di sini.

Menurut laporan dari Food and Agriculture Organization (FAO), sekitar sepertiga dari total produksi pangan global terbuang setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kesadaran untuk menghargai makanan dan menghindari pemborosan.

Organisasi seperti The Hunger Project mengimbau masyarakat untuk lebih bijak dalam mengonsumsi makanan, terutama selama Ramadan.

5. Silaturahmi: Momen Berkumpul yang Penuh Drama

Ilustrasi silaturahmi (Freepik/Odua)
Ilustrasi silaturahmi (Freepik/Odua)

Ramadan adalah waktu silaturahmi terasa lebih erat. Semua orang berlomba-lomba mengadakan acara buka bersama (bukber). Namun, di balik kehangatan momen ini, ada tantangan tersendiri: menentukan jadwal yang cocok untuk semua orang.

Pertanyaan "Kapan bukber?" sering kali lebih sulit dijawab daripada soal ujian matematika. Selain itu, ada drama tambahan berupa kekhawatiran apakah kita akan datang terlambat atau malah kehabisan makanan.

Organisasi seperti Indonesian Red Cross (PMI) dan Rotary Club sering kali memfasilitasi acara buka bersama sebagai sarana untuk mempererat hubungan antarwarga masyarakat. Acara ini tidak hanya menjadi ajang silaturahmi, tetapi juga sarana untuk berbagi kebahagiaan dengan mereka yang membutuhkan.

6. Lailatulqadar: Malam Seribu Bulan, tapi Tidur Tetap Nomor Satu

Setiap Ramadan, umat Islam berlomba-lomba mencari malam Lailatulqadar. Malam yang lebih baik dari seribu bulan ini menjadi momen di mana ibadah ditingkatkan secara signifikan.

Sayangnya, bagi sebagian orang, upaya "meningkatkan ibadah" kadang berarti begadang untuk menonton serial drama Korea atau film favorit, dengan harapan bisa tetap terjaga sampai sahur. Meski demikian, niat baik untuk mendekatkan diri kepada Allah tetaplah patut diapresiasi.

Organisasi seperti Al-Azhar University menekankan pentingnya memanfaatkan malam-malam terakhir Ramadan untuk beribadah secara maksimal. Mereka menyebutkan bahwa ibadah di malam Lailatulqadar memiliki nilai yang luar biasa di mata Allah SWT.

Puasa bukan hanya ritual tahunan yang datang dan pergi begitu saja. Ini adalah perjalanan spiritual yang sarat dengan makna mendalam.

Dalam puasa, kita diajak untuk merefleksikan nilai-nilai seperti kesabaran, keikhlasan, empati, dan pengendalian diri. Di sisi lain, puasa juga mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga hubungan baik dengan sesama manusia.

Pada akhirnya, pesan utama dari ibadah puasa Ramadan bukan hanya soal hubungan vertikal kita dengan Tuhan, tetapi juga hubungan horizontal dengan sesama manusia.

Tidak ada gunanya menahan lapar dan haus jika setelahnya kita tetap menyakiti orang lain dengan kata-kata dan tindakan. Oleh karena itu, mari kita jalani puasa ini dengan hati yang bersih, niat yang tulus, serta strategi berbuka yang lebih bijak.

Dengan memahami hikmah puasa secara mendalam, kita dapat menjadikan Ramadan sebagai momentum untuk meningkatkan kualitas diri, baik secara spiritual maupun sosial. Semoga ibadah kita diterima oleh Allah SWT dan membawa manfaat bagi kehidupan kita di dunia dan akhirat. Aamiin.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Alfino Hatta

Alfino Hatta

Menuliskan sesuatu, mengembangkan semuanya, dan senang menjadi penjelajah.

Total Artikel 25

Dapatkan informasi terkini dan terbaru yang dikirimkan langsung ke Inbox anda