Penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa Kembali di SMA: Solusi atau Langkah Mundur?

Hikmawan Firdaus | Daffa Wijaya
Penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa Kembali di SMA: Solusi atau Langkah Mundur?
Ilustrasi siswa belajar untuk tes (unsplash/ @Ed Us)

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengumumkan rencana untuk menghidupkan kembali sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Kebijakan ini akan mulai diterapkan pada tahun ajaran 2025/2026. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya mendukung pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang akan menggantikan Ujian Nasional (UN).

Namun, keputusan ini memicu berbagai reaksi dari masyarakat, termasuk pendidik, siswa, dan orang tua. Beberapa pihak menyambut baik kebijakan tersebut, sementara yang lain mengkritisinya sebagai langkah yang tergesa-gesa dan kurang mempertimbangkan dampak jangka panjang. Artikel ini akan membahas berbagai perspektif mengenai kebijakan penjurusan kembali di SMA.

Alasan Pemerintah Menghidupkan Kembali Penjurusan

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, menjelaskan bahwa penjurusan kembali di SMA bertujuan untuk menyesuaikan dengan pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA). TKA dirancang untuk menguji kemampuan siswa berdasarkan mata pelajaran yang dipelajari, sehingga penjurusan dianggap perlu untuk memfokuskan pembelajaran siswa sesuai dengan minat dan bakat mereka.

Dengan adanya penjurusan, diharapkan siswa dapat lebih mendalami bidang studi yang sesuai dengan rencana mereka untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Misalnya, siswa yang memilih jurusan IPA akan lebih fokus pada mata pelajaran seperti Biologi, Fisika, dan Kimia, sementara siswa jurusan IPS akan mendalami Ekonomi, Geografi, dan Sejarah.

Dukungan dari PGRI dan Pengalaman Sekolah

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyambut baik rencana pemerintah untuk menghidupkan kembali penjurusan di SMA. Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi, menyatakan bahwa penjurusan dapat membantu siswa dalam mendalami ilmu pengetahuan sesuai dengan minat mereka. Selain itu, sekolah-sekolah di Indonesia telah memiliki pengalaman dalam mengelola sistem penjurusan sejak Kurikulum 1994, sehingga diharapkan dapat beradaptasi dengan cepat terhadap kebijakan ini.

Dengan pengalaman sebelumnya, sekolah diharapkan dapat mengimplementasikan sistem penjurusan dengan lebih efektif, memberikan panduan yang jelas kepada siswa dalam memilih jurusan, dan menyesuaikan kurikulum serta metode pengajaran sesuai dengan kebutuhan masing-masing jurusan.

Kritik dari Pengamat Pendidikan

Meskipun ada dukungan, beberapa pengamat pendidikan mengkritik kebijakan ini sebagai langkah yang tergesa-gesa. Konsultan pendidikan dan karier, Ina Liem, menilai bahwa menghidupkan kembali penjurusan di SMA merupakan kebijakan yang diambil tanpa kajian mendalam. Ia berpendapat bahwa sistem peminatan yang diterapkan dalam Kurikulum Merdeka memberikan fleksibilitas lebih kepada siswa untuk mengeksplorasi berbagai bidang studi sebelum menentukan minat mereka.

Selain itu, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) juga menyatakan bahwa penjurusan kembali di SMA tidak perlu dilakukan. Mereka berpendapat bahwa siswa dapat memilih mata pelajaran sesuai dengan minat mereka tanpa harus terikat pada jurusan tertentu, terutama karena TKA tidak bersifat wajib dan belum tentu akan digunakan sebagai syarat masuk perguruan tinggi.

Dampak Positif dan Negatif Penjurusan Kembali

Penerapan kembali sistem penjurusan di SMA memiliki dampak positif dan negatif yang perlu dipertimbangkan. Dari sisi positif, penjurusan dapat membantu siswa dalam memfokuskan pembelajaran mereka sesuai dengan minat dan rencana karier masa depan. Hal ini juga dapat mempermudah proses seleksi masuk perguruan tinggi yang mengharuskan siswa memiliki pengetahuan mendalam di bidang tertentu.

Namun, dari sisi negatif, penjurusan dapat membatasi eksplorasi siswa terhadap berbagai bidang studi, terutama bagi mereka yang belum memiliki minat atau rencana karier yang jelas. Selain itu, penjurusan yang dilakukan terlalu dini dapat menyebabkan siswa terjebak dalam jurusan yang tidak sesuai dengan minat mereka, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi motivasi dan prestasi belajar.

Kesimpulan

Rencana pemerintah untuk menghidupkan kembali sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Sementara beberapa pihak mendukung kebijakan ini sebagai upaya untuk memfokuskan pembelajaran siswa sesuai dengan minat dan rencana karier mereka, pihak lain mengkhawatirkan bahwa penjurusan dapat membatasi eksplorasi siswa dan diambil tanpa kajian mendalam.

Penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak dan melakukan kajian komprehensif sebelum menerapkan kebijakan ini. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa sistem pendidikan di Indonesia dapat memberikan fleksibilitas dan dukungan yang dibutuhkan oleh siswa dalam mengembangkan potensi mereka secara optimal.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak