Bioremediasi: Solusi Alami Laut untuk Mengurai Tumpahan Minyak

Hayuning Ratri Hapsari | Yudi Wili Tama
Bioremediasi: Solusi Alami Laut untuk Mengurai Tumpahan Minyak
Ilustrasi kilang minyak di atas laut (Pexels/tekila918)

Saya itu suka sekali dengan ironi. Di satu sisi, manusia ini pintar sekali menciptakan hal-hal yang luar biasa, dari ponsel pintar yang bisa bikin kita lupa cara ngobrol langsung sampai pesawat yang bisa terbang ke bulan (meski balik lagi ke bumi). Tapi di sisi lain, kepintaran ini kadang bikin kita lupa diri. Salah satunya, urusan minyak. Minyak ini, sumber energi vital, tapi kalau sudah tumpah ke laut? Wah, bisa bikin pusing tujuh keliling, delapan putaran, sembilan salto. Lautan yang tadinya biru jernih, bisa berubah jadi kopi susu kental manis campur oli bekas. Mirisnya, ini bukan sulap, bukan sihir, tapi ulah manusia juga.

Dulu, kalau ada tumpahan minyak, solusinya kebanyakan ya... ribet. Disemprot bahan kimia pembasmi naga, eh, minyak maksudnya. Atau disedot, kayak nyedot es teh pakai sedotan kecil. Hasilnya? Kadang malah bikin masalah baru. Kimia yang disemprotkan itu efeknya apa ke ekosistem? Lautan jadi "bekas" tumpahan minyak campur "bekas" obat. Serem kan? Nah, di tengah kegalauan ini, muncullah satu ide cemerlang, alami, dan bikin kita mikir, "Kok ya baru kepikiran sekarang, ya?" Namanya bioremediasi. Jangan takut dengan namanya yang ilmiah itu, intinya ini adalah jurus pamungkas dari alam sendiri.

Ketika Pasukan Bakteri Turun Tangan: Solusi Alami Laut yang Tidak Kenal Libur

Jadi begini, kawan-kawan. Bayangkan laut kita ini punya sistem imun sendiri. Ibarat tubuh kita yang punya sel darah putih buat lawan penyakit, laut juga punya pasukan rahasia. Namanya mikroorganisme laut, atau lebih spesifik lagi, bakteri. Mereka ini kecil-kecil cabe rawit, tak terlihat, tapi punya kekuatan super, yaitu melahap tumpahan minyak. Ini bukan cerita fiksi ilmiah dari Hollywood, tapi fakta ilmiah yang lagi gencar diteliti.

Konsepnya sederhana tapi brilian. Daripada kita pusing mikirin cara ngangkat minyak yang sudah nyebar ke mana-mana, atau khawatir bahan kimia malah ngeracunin ikan-ikan dan kerang-kerangan (yang nanti ujung-ujungnya juga kita makan), kenapa tidak biarkan alam yang bekerja? Bioremediasi ini prinsipnya persis seperti itu, yaitu memanfaatkan bakteri alami yang memang sudah ada di laut untuk "memakan" atau mengurai tumpahan minyak menjadi senyawa yang lebih tidak berbahaya. Jadi, ini bukan cuma membersihkan, tapi "mencerna" dan mengubahnya jadi sesuatu yang lebih ramah lingkungan. Anggap saja ini program diet ketat untuk laut, di mana bakteri-bakteri itu adalah para pelatih pribadinya yang super rajin. Mereka tidak butuh gaji, tidak butuh libur panjang, apalagi cuti bersama. Pokoknya, selama ada tumpahan minyak, mereka siap bekerja keras.

Metode ini, kalau dipikir-pikir, jauh lebih bijaksana dan berkelanjutan. Kita tidak menambahkan masalah baru ke masalah yang sudah ada. Justru, kita mendukung proses alami yang memang sudah dirancang oleh alam itu sendiri. Ini bukan berarti kita bisa seenaknya numpahin minyak dan bilang, "Ah, santai saja, ada bakteri kok!" Tentu saja tidak begitu. Ini adalah solusi darurat yang cerdas, bukan undangan untuk berbuat sembrono. Tapi setidaknya, ada harapan bahwa jika musibah tumpahan minyak terjadi, kita punya kartu As yang lebih hijau dan ramah lingkungan. Daripada pakai kartu joker yang kadang bikin bingung sendiri.

Mencari Pahlawan Super di Kedalaman Laut: Mengenal Bakteri Unggula

Nah, seperti dalam setiap kisah pahlawan super, kita pasti penasaran, siapa sih pemeran utamanya? Dalam kasus bioremediasi ini, ada beberapa bintang utama yang menarik perhatian para ilmuwan. Bukan Captain America atau Iron Man, tapi yang ini namanya jauh lebih keren, bahkan terkesan seperti mantra, mereka adalah Alcanivorax borkumensis dan Thalassospira lucentensis.

Alcanivorax borkumensis ini ibarat sprinter di ajang Olimpiade. Dia cepat sekali. Konon katanya, dia bisa tumbuh dengan ngebut dan sanggup mengurai hingga 70% minyak hanya dalam 7 hari. Bayangkan! Ini kecepatan yang luar biasa. Dia ini spesialisnya, jagoan dalam hal mengurai hidrokarbon. Mungkin kalau ada kompetisi makan kerupuk, si Alcanivorax ini pasti juara satu. Kerjanya cepet, hasilnya signifikan. Luar biasa.

Lalu ada pasangannya, Thalassospira lucentensis. Yang satu ini, mungkin ibarat pelari maraton. Dia memang lebih lambat dalam proses penguraiannya dibanding Alcanivorax, tapi jangan remehkan ketahanannya. Dia punya ketahanan yang superior. Mungkin dia ini tipe yang "biar lambat asal selamat" tapi hasilnya maksimal dan jangka panjang. Dalam dunia nyata, kita butuh keduanya, kan? Yang cepat dan yang tahan banting. Jadi, saat tumpahan minyak itu sifatnya akut dan butuh penanganan kilat, Alcanivorax siap tempur. Tapi kalau tumpahan itu butuh penanganan lebih mendalam dan persisten, Thalassospira akan jadi andalan. Ini seperti Batman dan Robin, tapi versi mikroorganisme. Mereka saling melengkapi.

Penelitian Liu et al. (2022) bahkan menegaskan bahwa setelah tumpahan minyak, komunitas bakteri seperti Alcanivorax dan Thalassospira memang cenderung meningkat. Artinya, mereka ini "panggilan darurat" yang selalu siap sedia. Laut kita punya alarm daruratnya sendiri, dan ketika berbunyi, para pahlawan mikroba ini langsung muncul dalam jumlah besar. Keren, kan? Daripada kita nungguin bantuan dari luar angota yang entah kapan sampainya, lebih baik percaya pada pasukan lokal yang sudah terbukti.

Bakteri Lokal, Jagoan Tropis: Kenapa Indonesia Harus Bangga?

Sekarang mari kita bicara soal kebanggaan lokal. Indonesia ini kan negara maritim, dikelilingi lautan luas. Suhu lautnya hangat, cenderung tropis. Nah, apakah bakteri-bakteri tadi bisa bekerja optimal di suhu segini? Jawabannya, BISA BANGET! Bahkan, ada jagoan lokal yang siap jadi pahlawan di perairan kita. Namanya Thalassospira sp. strain 1-1B.

Bakteri jenis ini terbukti sangat cocok untuk kondisi perairan Indonesia karena dia mampu bertahan pada suhu laut tropis hingga 32°C. Bayangkan, dia tahan panas, tidak rewel, dan yang paling penting, efektif mengurai senyawa minyak dari yang ringan hingga kompleks. Ini penting sekali. Tumpahan minyak itu kan isinya bukan cuma satu jenis hidrokarbon saja, tapi campur aduk. Ada yang ringan, gampang menguap, ada yang berat, lengketnya minta ampun. Nah, si Thalassospira sp. strain 1-1B ini jagoannya dalam menghadapi keragaman itu. Dia ibarat koki serbaguna yang bisa masak berbagai jenis masakan, dari tumis kangkung sampai rendang padang.

Ini kabar gembira buat kita. Artinya, kita tidak perlu mengimpor pahlawan super dari luar negeri yang mungkin tidak cocok dengan iklim tropis kita. Kita punya pahlawan sendiri, yang sudah beradaptasi dengan kondisi lokal, dan siap bekerja keras demi kebersihan laut Indonesia. Ini juga menunjukkan bahwa kekayaan hayati laut kita itu luar biasa. Mikroba-mikroba kecil ini adalah aset tak ternilai yang harus kita jaga dan kita kembangkan potensinya. Jangan sampai kita sibuk mengimpor teknologi canggih dari luar tapi lupa dengan potensi alam kita sendiri. Ingat, teknologi paling canggih sekalipun, kalau tidak cocok dengan kondisi lokal, ya percuma saja. Ini seperti kita beli jaket tebal buat musim salju, tapi dipakai di khatulistiwa. Panasnya dobel-dobel!

Resep Rahasia Bakteri: Peran Nutrisi dalam Mempercepat Proses

Pahlawan super sehebat apapun, pasti butuh nutrisi, kan? Superman butuh sinar matahari kuning, Popeye butuh bayam. Nah, bakteri pengurai minyak ini juga sama. Mereka butuh asupan gizi biar bisa bekerja lebih cepat dan lebih efektif. Unsur gizi tambahan itu, yang paling krusial, adalah nitrogen (N) dan fosfor (P).

Ternyata, pemberian unsur hara tambahan ini, yang biasanya ada dalam bentuk pupuk, terbukti dapat merangsang pertumbuhan komunitas bakteri. Ini logis, kan? Kalau makanannya banyak, bakteri-bakteri ini akan berkembang biak lebih cepat, jumlahnya makin banyak, dan otomatis, kemampuan mereka dalam mengurai minyak juga akan meningkat signifikan. Ibaratnya, kita ngasih vitamin dan suplemen ke para pekerja. Hasilnya, mereka jadi lebih semangat dan produktivitasnya naik drastis.

Studi di perairan tropis Brasil (de Souza et al., 2023) bahkan menunjukkan hal yang sangat menjanjikan. Yang mana suhu tinggi (yang notabene mirip dengan suhu laut kita) mempercepat proses degradasi minyak, DAN penambahan nutrisi (seperti NPK, yang mengandung N dan P) dapat meningkatkan efisiensi bioremediasi hingga lebih dari 80% dalam waktu singkat. Ini artinya, kombinasi suhu tropis dan nutrisi yang pas bisa jadi formula ajaib. Jadi, bukan cuma bakteri itu sendiri yang jago, tapi lingkungan dan asupan nutrisi juga memegang peran kunci. Ini seperti resep masakan yang enak, bukan cuma bahan utamanya yang bagus, tapi bumbu-bumbu pelengkapnya juga harus pas takarannya.

Tentu saja, penggunaan pupuk ini juga harus hati-hati dan terukur. Jangan sampai niatnya mau membersihkan tumpahan minyak, malah ujung-ujungnya bikin masalah baru seperti eutrofikasi (ledakan ganggang yang bisa menguras oksigen di laut). Ini perlu penelitian lebih lanjut untuk menemukan takaran dan jenis pupuk yang paling optimal dan minim efek samping. Kita kan tidak mau nanti laut kita bersih dari minyak tapi malah jadi kolam ganggang raksasa, yang baunya bikin hidung melayang-layang ke angkasa.

Harapan dari Dalam Lautan

Melihat semua temuan ini, saya jadi optimis. Alam itu memang luar biasa. Dia punya sistem pertahanan dan perbaikan dirinya sendiri. Kita, manusia, kadang terlalu sombong dan merasa paling tahu segalanya, padahal alam sudah menyediakan solusi-solusi brilian yang tinggal kita pelajari dan manfaatkan dengan bijak. Temuan mengenai bioremediasi ini jelas menunjukkan bahwa alam memiliki solusinya sendiri untuk mengatasi pencemaran.

Ini bukan cuma teknik membersihkan tumpahan minyak, ini adalah filosofi. Filosofi tentang bagaimana kita harus berinteraksi dengan alam. Daripada merusak, lalu panik mencari cara buatan untuk memperbaiki, mengapa tidak kita coba memahami dan bekerja sama dengan proses alami yang sudah ada? Dengan riset dan teknologi berkelanjutan, mikroba laut lokal kita bisa menjadi pahlawan utama dalam menjaga kesehatan ekosistem laut Indonesia secara mandiri dan efektif. Mereka adalah penjaga laut yang tak kenal lelah, aset berharga yang harus kita lestarikan.

Tentu saja, bioremediasi bukan berarti kita bisa semena-mena. Tumpahan minyak tetap harus dicegah sebisa mungkin. Lebih baik mencegah daripada mengobati, kan? Tapi jika musibah terjadi, setidaknya kita punya kartu As alami yang bisa diandalkan. Ini adalah langkah maju yang signifikan dalam upaya menjaga keindahan dan keberlangsungan laut kita, surga bahari yang tak ternilai harganya. Mari kita rawat bersama, agar anak cucu kita kelak masih bisa menikmati biru jernihnya lautan, bukan coklat pekatnya tumpahan minyak. Dan semoga, para pembuat kebijakan kita juga melek teknologi dan sadar akan potensi ini. Jangan sampai mereka malah sibuk mencari solusi yang mahal dan ribet, padahal di bawah laut sana, para pahlawan mikroba sudah siap bertempur. Tinggal kita beri mereka "bayam" dan "sinar matahari" yang cukup.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak