Refleksi Satu Tahun Komunikasi Publik Pemerintahan Presiden Prabowo

Hikmawan Firdaus | inaya khoir
Refleksi Satu Tahun Komunikasi Publik Pemerintahan Presiden Prabowo
Prabowo dalam amanat upacara di HUT ke-80 TNI. (foto: Tim Media Presiden)

20 Oktober 2025 mendatang, tepat satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo berkuasa. Ada banyak capaian dan tentu saja “blunder” yang terjadi selama satu tahun masa pemerintahan ini. Dalam kurun waktu tersebut, publik tentu tidak hanya menilai capaian kinerja, tetapi juga menilai cara pemerintah dalam mengomunikasikan segala kebijakan kepada rakyatnya. 

Di era digital seperti sekarang ini, komunikasi publik menjadi bagian tak terpisahkan dari legitimasi dan kepercayaan publik kepada pemerintahan. Sebagai tokoh yang dikenal lugas, emosional, dan patriotik, Presiden Prabowo membentuk corak komunikasi yang sering kali menggambarkan semangat, nasionalisme, dan narasi kemandirian bangsa. Hal tersebut dapat dengan mudah kita temukan dalam pidato-pidato Beliau, baik dalam pidato skala nasional maupun internasional, seperti dalam sidang PBB beberapa waktu lalu. 

Namun, dalam banyaknya komunikasi publik yang Presiden Prabowo telah lakukan, kekuatan retorika dalam komunikasinya tidak selalu berbanding lurus dengan konsistensi pesan komunikasinya. Dalam beberapa kali kesempatan, pesan yang disampaikan secara spontan kerap kali menimbulkan tafsir beragam dari publik dan media. Pesan-pesan penting yang ingin disampaikan tereduksi menjadi kontroversi dan perdebatan sesaat. Alih-alih membangun pemahaman publik yang utuh dan terarah, gaya komunikasi ini sering kali menjadi bumerang bagi pemerintah bahkan bagi Presiden sendiri. 

Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan, setiap pernyataan Presiden tidak hanya mencerminkan sikap pribadi, melainkan juga menjadi representasi kebijakan negara. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme komunikasi yang mampu menjembatani antara spontanitas dan kejelasan pesan institusional agar pesan yang diterima oleh publik tetap konstruktif dan utuh.

Komunikasi publik kini tidak bisa hanya mengandalkan konferensi pers atau pidato kenegaraan. Menjelang satu tahun, pemerintahan Presiden Prabowo berusaha menavigasi hubungannya dengan media arus utama sekaligus media sosial. Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan X menjadi arena baru dalam upaya pembentukan opini publik terhadap pemerintahan. Dalam berbagai unggahan di media sosial, pemerintah tampak berupaya keras menjadi lebih terbuka dengan menampilkan sisi-sisi humanis Presiden. Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa arus disinformasi dan polarisasi wacana tetap menjadi tantangan besar. Tanpa strategi komunikasi publik yang terkoordinasi dan berbasis data, pesan pemerintah mudah tenggelam dalam derasnya arus informasi. 

Salah satu catatan penting dari sekian banyaknya catatan komunikasi publik di satu tahun masa pemerintahan Presiden Prabowo adalah komunikasi antar lembaga negara. Di beberapa isu krusial, seperti pendidikan, kebijakan pangan, pertahanan, hingga isu sosial-kreatif, masih sering kali ditemukan perbedaan narasi antara pemerintah, lembaga terkait, dan pejabat publiknya. Komunikasi publik yang efektif memerlukan satu pintu narasi. Tanpa hal tersebut, publik tentu kesulitan menangkap arah kebijakan secara utuh. 

Inkonsistensi narasi antara pemerintah, lembaga negara, dan pejabat publiknya, berpotensi merusak kredibilitas pemerintahan di mata publik. Ketika publik menerima informasi yang berbeda dari para penyelenggara negara, kepercayaan publik terhadap kapasitas pemerintah dalam mengelola isu publik menjadi melemah. Hal tersebut menimbulkan kesan bahwa koordinasi antar penyelenggara negara tidak berjalan baik atau bahkan menjadi tanda bahwa kebijakan negara dibuat tanpa arah yang jelas. Dalam jangka panjang, kondisi semacam ini tidak hanya mengaburkan kebijakan yang akan diterapkan, tetapi juga menghambat upaya pemerintah dalam membangun citra sebagai otoritas yang transparan dan dapat diandalkan dalam sebuah penyelenggaraan negara. 

Selain menjaga konsistensi komunikasi antar penyelenggara negara, tantangan komunikasi publik di satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo juga terletak pada bagaimana pemerintah membangun pola komunikasi yang lebih partisipatif dan responsif terhadap masyarakat. Komunikasi publik yang efektif tidak berhenti pada penyampaian pesan satu arah, dari atas ke bawah. Komunikasi publik yang efektif menuntut keterbukaan pemerintah terhadap masukan, kritik, dan suara publik. Tanpa pelibatan publik dalam penyelenggaraan negara, komunikasi pemerintah berisiko menjadi instruksi yang hanya menegaskan kekuasaan, bukan sarana membangun kepercayaan, partisipasi, dan kolaborasi publik secara luas. 

Komunikasi publik menjadi sarana untuk menjembatani kebijakan penyelenggaraan negara dengan kepercayaan publik. Oleh karena itu, refleksi atas satu tahun komunikasi publik di masa pemerintahan Presiden Prabowo menjadi penting untuk melihat sejauh mana pemerintah saat ini mampu menghadirkan komunikasi yang jelas, konsisten, dan memaksimalkan partisipasi publik.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak