Baru-baru ini, kita sering mendengar istilah brain rot. Secara harfiah brain rot dapat berarti “pembusukan otak”, namun dalam konteks ini merujuk pada penurunan fungsi kognitif yang bersifat bertahap dan dipicu oleh konsumsi konten berlebihan, khususnya yang pendek, cepat, dan dangkal secara informasi.
Fungsi otak manusia yang sewajarnya mampu melakukan pemrosesan informasi secara mendalam tergantikan oleh rangsangan yang cepat dan sesaat. Akibatnya, otak menjadi malas berpikir kritis, mudah terdistraksi, dan lambat merespons situasi yang kompleks.
Jika kegiatan ini terus berlanjut maka tidak dipungkiri akan muncul ketergantungan pada rangsangan cepat sehingga otak kehilangan sensitivitas terhadap aktivitas biasa yang membutuhkan fokus lebih lama.
Parahnya, kecanduan menonton video berdurasi pendek banyak terjadi pada anak usia sekolah terkhusus jenjang PAUD dan SD. Sangat disayangkan anak yang sedang mangalami masa perkembangan otak untuk mendukung proses belajarnya malah terjebak dengan aktivitas screen time tanpa batas.
Kenapa tidak, dengan video berdurasi kurang lebih 20 detik, anak sudah langsung mendapatkan “kesenangan” hanya dengan satu usapan layar.
Begitu satu video selesai akan muncul video selanjutnya dan begitu seterusnya. Tanpa disadari, anak sudah berjam-jam menatap layar dan terus menerus mendapatkan sensasi seru sehingga semakin sulit untuk lepas dari gawai.
Jika hal tersebut terus dilakukan, pastinya akan membawa dampak buruk bagi anak yang berujung pada penyesalan. Anak yang sering menonton video pendek yang banyak dan dalam waktu yang lama akan sulit untuk fokus dan mengikuti proses pembelajaran.
Tak hanya itu, selain dapat menurunkan minat belajar, mengonsumsi video pendek secara terus menerus juga akan membawa dampak buruk seperti menurunkan rentang perhatian, mempengaruhi emosi, dan menghambat interaksi sosial pada anak.
Meski kegiatan menonton video pendek tampak sederhana, namun jika hal ini tidak ditangani secara serius tentu akan menjadi bom waktu di kemudian harinya.
Dalam jangka panjang, kebiasaan ini bisa memengaruhi banyak aspek penting dalam tumbuh kembang anak, mulai dari kemampuan kognitif hingga kesehatan mental serta fisik.
Maka sangat diperlukan peran orang dewasa dalam hal ini orang tua di rumah dan guru di sekolah untuk membantu anak lepas dari kegiatan adiktif ini.
Tidak dipungkiri, di era gempuran kemajuan teknologi dan zaman digital seperti saat ini, anak tidak dapat diasingkan dari gawai.
Banyak sekali kemudahan dan manfaat yang dapat kita ambil dari teknologi tersebut. Meski begitu, orang tua dan guru perlu aktif dalam membersamai anak untuk bijaksana sehingga mereka tetap bisa memanfaatkan teknologi tanpa membuatnya kecanduan.
Misalnya dengan mengalihkan aktivitas anak dengan kegiatan yang lebih positif namun tetap menyenangkan seperti membacakan buku secara nyaring atau read aloud.
Read aloud bisa menjadi salah satu alternatif kegiatan yang dapat dilakukan oleh orang tua maupun guru untuk mengalihkan kecanduan gawai pada anak. Melalui read aloud menjadikan buku sebagai alternatif menarik.
Kegiatan dapat diawali dengan mendampingi anak memilih buku sesuai minat atau kesukaan. Menjadikan membaca sebagai rutinitas menyenangkan bukanlah hal yang mustahil.
Kegiatan read aloud dapat menjadi sebuah aksi sederhana namun bermakna. Anak merasa terhubung dengan buku, mengembangkan imajinasi, dan mengurangi ketergantungan pada layar.
Tentu perlu didukung teladan dari orang tua ataupun guru yang juga mengurangi penggunaan gawai saat sedang berinteraksi dengan anak.
Kegiatan read aloud sangatlah sederhana, orang tua ataupun guru cukup membacakan teks dalam buku cerita bergambar secara lantang dengan intonasi yang tepat. Hanya saja butuh konsistensi dan komitmen dalam melakukan kegiatan ini secara terus menerus.
Jika read aloud dilakukan secara rutin setidaknya 15 menit setiap hari, maka akan menumbuhkan ketertarikan anak terhadap buku sehingga mengurangi screen time dan potensi kecanduan gawai.
Tak hanya screen time berkurang namun minat membacapun juga meningkat. Bonusnya, imajinasi dan rentang konsentrasi anakpun juga akan meningkat.
Read aloud sangat bisa meningkatkan kecerdasan pada anak. Aktivitas ini dapat melatih otak untuk berpikir kritis, memperluas wawasan, menambah kosakata, meningkatkan kemampuan komunikasi, dan mengembangkan kecerdasan kognitif serta emosional melalui stimulasi otak dan pemahaman sosial yang lebih baik.
Berbanding terbalik dengan aktivitas menonton video dengan durasi pendek yang dapat menurunkan fungsi kognitif pada anak, read aloud merupakan cara efektif untuk mengasah kecerdasan secara menyeluruh dan meningkatkan kognitif pada anak.
Menariknya, read aloud tidak hanya untuk anak usia sekolah, semakin dini anak tersebut terpapar oleh kegiatan ini maka semakin besar manfaatnya. Bayi yang sehat lahir dengan ratusan miliar sel otak atau neuron aktif.
Pada usia 0-6 tahun, sel-sel otak anak tumbuh dengan cepat. Diperlukan rangsangan yang tepat pada rentang usia ini, agar mampu membuat hubungan yang ada di antara sel-sel otak semakin menguat serta tautan-tautan baru akan terbentuk.
Di sisi lain, aktivitas read aloud yang dilakukan secara rutin akan menanamkan kecintaan seumur hidup dalam membaca yang mana memiliki pengaruh sangat besar terhadap seluruh fungsi dan perkembangan otak.
Guru maupun orang tua yang selalu menyisihkan waktu berkualitas dengan anak lalu membacakan buku, menjadikan ikatan antara guru atau orang tua dan anak semakin kuat.
Anak memiliki kenangan indah mengenai kegiatan membaca. Anak yang dibacakan buku dengan nyaring akan tumbuh dalam kepercayaan diri dan kemandirian serta memiliki kesadaran moral yang terbangun dari cerita-cerita yang dibacakan.
Dengan demikian, read aloud bukan hanya sekadar metode membaca untuk mengurangi ketergantungan anak terhadap gawai dan meningkatkan fungsi kognitif pada anak tetapi juga efektif untuk meningkatkan bonding karena menciptakan momen intim, aman, dan penuh kasih sayang antara guru atau orang tua dan anak.
Karena sejatinya, read aloud adalah cara ajaib membangun kedekatan emosional, rasa aman, serta membuka jalur komunikasi baru melalui interaksi tentang cerita yang membentuk fondasi hubungan kuat dan positif seumur hidup.