Selain dikenal sebagai sosok kiai karismatik, Gus Mus, panggilan akrab KH. A. Mustofa Bisri, juga dikenal sebagai sosok budayawan, penulis, dan penyair. Karya-karyanya, mulai dari cerita pendek, opini, hingga sajak, telah diterbitkan di berbagai penerbit ternama.
Yang menarik, karya-karya Gus Mus memiliki nilai, kritik, sekaligus pesan penting yang bisa menjadi bahan renungan bersama. Buku berjudul Negeri Daging merupakan salah satu karya beliau yang berisi kumpulan sajak atau puisi yang menarik untuk disimak.
Kritik sosial menjadi salah satu sajak khas Gus Mus. Beliau termasuk sosok yang begitu kritis dalam menyikapi fenomena sosial yang sedang merebak di tengah masyarakat. Termasuk juga mengkritisi beragam kebijakan pemerintah.
"Negeri Daging" adalah salah satu judul puisi beliau yang bisa disimak dalam buku ini. Dalam puisi ini, beliau mengkritisi keserakahan atau ambisi para manusia yang seolah tak pernah ada habisnya. Berikut petikan puisinya yang begitu kritis:
di negeri daging
kulihat banyak gedung
dan orang-orang yang terus
membangun gedung.
banyak perumahan
dan orang-orang yang terus
membangun perumahan
banyak kantor
dan orang-orang yang terus
membangun kantor
banyak hotel
dan orang-orang yang terus
membangun hotel
banyak vila
dan orang-orang yang terus
membangun vila
Bait-bait puisi "Negeri Daging" tersebut benar-benar mampu membuat kita merenungi bahwa keserakahan manusia benar-benar nyata adanya.
Memang benar bahwa manusia dibekali nafsu, tetapi bukan berarti harus terus dilampiaskan tanpa batasan sehingga dampaknya justru membuat manusia itu merugi.
Ironisnya, dalam mengejar ambisi duniawi, banyak orang menghalalkan segala cara. Tak peduli cara yang dilakukan itu merugikan sesamanya ataukah tidak. Hal-hal yang bersifat keduniawian diibaratkan daging yang begitu menggiurkan. Gus Mus begitu piawai menyentil kita dalam petikan puisi "Negeri Daging" berikut:
di negeri daging
setiap hari orang sibuk dengan daging
di negeri daging
untuk mendapatkan daging
orang-orang tidak melaju
tapi mengebut
tidak berbagi
tapi berebut
tidak bertegur sapa
tapi ribut
Pada puisi berjudul "Di Negerimu", Gus Mus juga mengkritisi keserakahan manusia, termasuk keserakahan kaum pejabat atau penguasa yang selama ini kerap membuat kebijakan yang nyatanya kurang memihak rakyat. Berikut kita simak petikannya:
Inilah negeri yang paling aneh
di mana keserakahan dimapankan
kekuasaan dikerucutkan
kemunafikan dibudayakan
telinga-telinga disumbat harta dan martabat
mulut-mulut dibungkam iming-iming dan ancaman.
Orang-orang penting yang berpesta setiap hari
membiarkan leher-leher mereka dijerat dasi
agar hanya bisa mengangguk dengan tegas
berpose dengan gagah
di depan kamera otomatis yang gagu.
Puisi lain karya Gus Mus yang menarik direnungi dalam buku ini berjudul "Mulut". Dalam puisi tersebut, kita diajak untuk berhati-hati dengan mulut kita.
Mulut, ibarat dua sisi mata uang. Bila kita tak pandai menjaganya, maka bisa menimbulkan dampak serius bagi diri sendiri dan juga orang lain. Berikut petikan puisinya:
Di mukamu ada sebuah rongga
Ada giginya ada lidahnya
Lewat rongga itu semua bisa
kaumasukkan ke dalam perutmu
Dari rongga itu
Madu lebah bisa mengucur
Bisa ular bisa menyembur
Dari rongga itu
Laknat bisa kau tembakkan
pujian bisa kauhamburkan
Dari rongga itu
Perang bisa kau canangkan
Perdamaian bisa kau ciptakan
Tentu saja, selain ketiga puisi tersebut, masih banyak puisi-puisi menarik karya Gus Mus lainnya yang bisa disimak sekaligus direnungi dalam buku terbitan Diva Press (Yogyakarta) ini. Antologi puisi Negeri Daging adalah sebentuk “keistikamahan” Gus Mus dalam mengikuti perjalanan kehidupan makhluk Tuhan yang ia cintai: manusia dan Indonesia.