Blue Carbon: Harta Karun Tersembunyi di Pesisir Indonesia

Lintang Siltya Utami | Davina Aulia
Blue Carbon: Harta Karun Tersembunyi di Pesisir Indonesia
Mangrove forest located in the Mida Creek - Malindi (Unsplash.com/Timothy K)

Perubahan iklim kini menjadi ancaman nyata bagi dunia, termasuk Indonesia sebagai negara kepulauan. Suhu global terus meningkat, cuaca semakin tidak menentu, dan wilayah pesisir menghadapi ancaman abrasi, banjir rob, serta kerusakan ekosistem laut. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak kawasan pesisir Indonesia kehilangan tutupan mangrove dan padang lamun akibat alih fungsi lahan serta aktivitas manusia.

Hilangnya ekosistem ini bukan hanya memengaruhi keanekaragaman hayati, tetapi juga mengurangi kemampuan alam untuk menyerap karbon. Salah satu potensi besar yang mulai mendapat sorotan yakni blue carbon atau karbon biru, sebagai salah satu aset penting dalam memerangi krisis iklim.

Blue carbon merujuk pada karbon yang diserap dan disimpan oleh ekosistem pesisir seperti mangrove, terumbu karang, dan padang lamun. Ekosistem ini memiliki kemampuan menyimpan karbon jauh lebih tinggi dibandingkan hutan darat. Bahkan, mangrove mampu menyimpan karbon hingga empat kali lebih banyak daripada hutan tropis pada umumnya.

Karena kemampuannya menyimpan karbon dalam jumlah besar dan untuk waktu yang sangat lama, ekosistem pesisir menjadi harta karun tersembunyi yang berpotensi besar melindungi bumi dari dampak perubahan iklim. Jika dikelola dengan baik, blue carbon dapat menjadi strategi alami dan murah untuk mengurangi emisi global sekaligus menjaga kesejahteraan masyarakat pesisir.

Mangrove: Penjaga Karbon dan Pelindung Pesisir

Mangrove adalah salah satu ekosistem paling produktif dalam menyerap karbon. Akar-akar mangrove yang menjulang ke dasar laut menyimpan karbon dalam jumlah besar, baik di bagian pohon maupun tanah berlumpur tempatnya tumbuh.

Keistimewaan mangrove adalah dari kemampuannya mengurung karbon dalam sedimen selama ratusan hingga ribuan tahun, sehingga menjadi penyimpan karbon jangka panjang yang sangat efektif. Indonesia yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia menyimpan potensi besar dalam kontribusi mitigasi perubahan iklim global.

Selain sebagai penyimpan karbon, mangrove juga berfungsi sebagai pelindung alami pesisir. Akar yang kokoh membantu menahan abrasi, meredam gelombang besar, dan mengurangi risiko kerusakan akibat badai.

Manfaat ekologis ini membuat mangrove tidak hanya penting untuk iklim, tetapi juga vital bagi keamanan masyarakat pesisir. Upaya rehabilitasi mangrove yang kini makin digencarkan menjadi langkah strategis untuk mengembalikan fungsi pesisir sekaligus memperkuat ketahanan iklim Indonesia.

Padang Lamun: Pahlawan Sunyi di Dasar Laut

Padang lamun atau seagrass adalah ekosistem laut dangkal yang sering kali tidak terlihat namun memiliki peran besar dalam siklus karbon. Lamun mampu menyerap karbon hingga 35 kali lebih cepat daripada hutan tropis.

Karbon tersebut disimpan di akar dan sedimen di bawahnya, menjadikannya salah satu penyerap karbon tercepat di dunia. Keberadaan padang lamun juga membantu meningkatkan kualitas air dan mendukung keanekaragaman hayati, termasuk habitat bagi ikan-ikan kecil dan biota laut lainnya.

Sayangnya, padang lamun termasuk ekosistem yang rentan rusak akibat aktivitas manusia seperti penambangan pasir, pencemaran laut, dan kerusakan akibat jangkar kapal.

Ketika lamun rusak, karbon yang telah tersimpan dapat kembali terlepas ke atmosfer sehingga memperburuk perubahan iklim. Karena itu, menjaga padang lamun bukan hanya soal melestarikan ekosistem, tetapi juga mempertahankan kemampuan alam untuk mengunci karbon secara efektif.

Terumbu Karang dan Perannya dalam Ekologi Pesisir

Walaupun terumbu karang tidak menyimpan karbon sebesar mangrove atau lamun, ekosistem ini memiliki fungsi penting dalam menjaga keseimbangan pesisir.

Terumbu karang menyediakan habitat bagi ribuan spesies laut dan membantu mempertahankan rantai makanan di wilayah pesisir. Secara tidak langsung, terumbu karang berkontribusi pada stabilitas ekosistem yang mendukung kemampuan penyerapan karbon oleh ekosistem lain seperti mangrove dan lamun.

Kerusakan terumbu karang akibat pemanasan global, penangkapan ikan destruktif, dan pencemaran mengancam keseimbangan pesisir Indonesia.

Jika ekosistem karang rusak, keanekaragaman hayati menurun dan ketahanan pesisir melemah. Dengan menjaga terumbu karang, kita turut memperkuat stabilitas ekologis yang dibutuhkan agar ekosistem penyimpan karbon lainnya dapat berkembang optimal.

Blue carbon merupakan harta karun tersembunyi yang menawarkan solusi nyata bagi Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim. Dengan menjaga dan memulihkan ekosistem pesisir seperti mangrove, padang lamun, dan terumbu karang, kita tidak hanya mengurangi emisi karbon, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dan melindungi keanekaragaman hayati.

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dunia dalam pengelolaan blue carbon. Kini saatnya menjadikan perlindungan pesisir sebagai prioritas demi bumi yang lebih sehat dan masa depan yang lebih berkelanjutan.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak