Berhari-hari Abdul Ghani berjalan dari satu sudut desa ke sudut lainnya sambil menggenggam foto Marsoni, sang istri yang telah hilang terseret banjir.
Di sela upayanya bertahan hidup sebagai penjual minuman, ia hanya menggantungkan harap pada satu hal, bisa kembali menemukan perempuan yang dicintainya.
Melansir dari akun TikTok @channelnewsasia, Abdul Ghani (57), merupakan salah satu korban terdampak yang kehilangan sosok yang hingga kini belum ditemukan setelah banjir bandang mematikan menerjang wilayah Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Jemarinya yang gemetar menggenggam potret itu seperti satu-satunya sisa harapan yang masih ia miliki.
Pria yang kehilangan rumah sekaligus orang yang paling ia cintai. Di balik kesederhanaannya sebagai penjual minuman, tersimpan kecemasan yang tak pernah benar-benar padam sejak Marsoni, istrinya yang sudah ia nikahi selama 25 tahun itu, dinyatakan hilang.
Berhari-hari ia menyusuri jalan-jalan Palembayan tanpa tujuan pasti, hanya berbekal selembar foto yang selalu ia bawa ke mana pun ia pergi. Foto itu ia tunjukkan kepada setiap orang yang ditemuinya, seolah setiap tatapan yang tertuju pada wajah Marsoni adalah peluang kecil untuk menemukan sang istri kembali.
Abdul Ghani mengaku merasa dirinya sudah tidak lagi berguna sejak kepergian sang istri. Tentunya kehilangan pendamping hidupnya sebagai luka paling dalam yang belum bisa dipulihkan hingga kini.
Dalam kepedihannya, ia mengaku tidak menuntut banyak hal. Ia hanya ingin kembali bertemu dengan istrinya, bahkan jika hanya sepotong tangan sang istri yang bisa ia temui, ia mengaku sudah merasa cukup.
“Yang saya inginkan itu, Pak. Ketemu istri saya, sepotong tangan,” tutur Abdul Ghani sembari menitihkan air matanya.
Hari Sabtu, Abdul Ghani akhirnya bisa melewati rumahnya. Sebelum sempat melihat sendiri, ia sudah mendengar kabar dari orang-orang bahwa rumahnya telah hilang.
“Hari Sabtunya baru saya bisa lewat ke sini. Tengok rumah saya sudah habis. Sebelum saya melihat, orang sudah bicara juga. Rumah kamu udah habis, Abdul Ghani atau Don katanya,” isaknya.
Meski awalnya ragu, perasaan yakin itu akhirnya terbukti benar. Kenyataannya, rumah Abdul Ghani memang sudah habis, rata dengan tanah, meninggalkan kehampaan yang sulit diterima.
“Kenyataanya iya, rumah saya sudah habis semua, udah datar dengan tanah,” jelasnya.
Mendapati rumahnya sudah rata dengan tanah, Abdul Ghani sempat pingsan sejenak. Namun tak lama kemudian, ia berhasil bangkit, mengucap astaghfirullahaladzim berulang kali.
Melihat reruntuhan rumah dan kehilangan orang yang dicintai, kita diingatkan betapa rapuhnya kehidupan manusia di hadapan bencana. Rasa kehilangan Abdul Ghani bukan sekadar kehilangan harta benda, tapi juga sosok yang menjadi pusat hidupnya.
Dalam kepedihan dan kesendirian, terselip pelajaran tentang harapan dan keteguhan hati. Meski dunia seolah runtuh di sekitarnya, Abdul Ghani tetap sang istri, menapaki hari demi hari dengan keyakinan kecil bahwa cinta dan ingatan akan selalu mampu memberi kekuatan di tengah luka yang paling dalam.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS