Tantrum adalah hal yang normal terjadi pada anak, terutama batita dan balita karena di usia 1 hingga 5 tahun, anak sedang berusaha menyesuaikan keinginan dan kemampuan mereka dalam mendapatkan sesuatu. Emosi dan logika seorang anak juga belum terbentuk sempurna. Maka tantrum adalah hal yang sangat wajar dan bagian dari fase tumbuh kembang anak.
Meskipun begitu, terkadang, tantrum juga menjadi hal yang menantang dan cukup menguji kesabaran orang tua. Maka wajar banyak orang tua yang lantas ikut emosi dan memarahi anak di kala tantrum.
Lantas, tahukah kamu jika hal itu sebenarnya salah? Apa aja sih kesalahan yang biasa dilakukan orang tua saat anak sedang tantrum? Yuk, simak selengkapnya!
1. Mengabulkan keinginan anak saat tantrum
Meyerah pada keinginan anak jadi salah satu hal sikap yang paling sering dilakukan orang tua kepada anaknya yang sedang tantrum. Hal ini tidak sebaiknya dilakukan karena akan membuat si anak merasa bahwa rengekannya lebih mempan daripada jika ia meminta dengan cara yang lebih tenang. Otomatis, anak akan terus melakukan hal tersebut agar orang tua mengabulkan keinginannya. Anak akan berpikir jika dengan menangis dan marah-marah, orang tua akan lebih mendengar mereka. Maka dari itu, berhentilah mengabulkan keinginan anak di saat mereka sedang tantrum.
2. Ikut marah-marah
Tidak terpancing emosi saat anak sedang tantrum memang satu hal yang sulit dihindari sebagian besar orang tua. Bagaimana tidak, anak bisa menangis, berteriak, bahkan memukul-mukul orang di sekitarnya agar keinginannya dituruti. Meskipun hal tersebut normal terjadi dalam fase tumbuh kembang emosi anak, tak jarang, orang tua juga ikut terpancing emosi. Nah, kalau sudah ikutan meledak emosinya, orang tua seringkali membentak hingga mencubit anak dengan tujuan biar anak kapok dan berhenti.
Faktanya, hal ini salah besar, loh. Membentak, memarahi, bahkan menyakiti anak secara fisik bukan hanya akan meninggalkan trauma masa kecil pada anak, tapi juga secara tidak langsung mengajarkan anak perilaku emosi orang tua yang kasar bila marah. Anak akan mencontoh kita yang membentak, memukul, dan mencubit, lalu mempraktekkannya saat ia sedang marah di kemudian hari.
3. Melakukan toxic positivity kepada anak tantrum
Anak tantrum kemungkinan besar terjadi karena keinginannya tidak terpenuhi. Namun, terkadang, masalah seperti berebut mainan dengan temannya juga bisa membuat anak tantrum. Kalau sudah begini, orang tua biasanya akan berusaha menyemangati anak dengan mengatakan "Udah, jangan nangis, begitu aja nangis, kamu kan hebat, pintar, mau berbagi!" Ini adalah bagian dari toxic positivity terhadap anak. Dengan mengatakan ini, orang tua gagal memvalidasi perasaan anak dan menyuruhnya untuk mengabaikan perasaannya sendiri. Anak akan tumbuh menjadi seseorang yang menganggap bahwa ia tidak boleh merasa sedih, marah, kesal, dan sebagainya.
4. Menjelaskan di waktu yang salah
Menjelaskan di saat anak sedang tantrum juga salah, loh. Anak tidak akan paham dengan penjelasan yang dikatakam orang tuanya saat ia sedang tantrum. Hal ini karena otak akan tidak mampu menyerap informasi logis saat emia sedang tantrum. Sebaiknya, tunggu anak lebih tenang dan tantrumnya hilang, baru mulai berkomunikasi dengan anak.
Anak tantrum memang ujian tersendiri, tapi, sebagai orang tua, sudah semestinya kita belajar lebih tentang perkembangan emosi anak agar tidak salah tindak.