Himpunan Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Jambi melaksanakan kegiatan pojok mindtalks untuk membuka wadah berdiskusi mahasiswa yang dilaksanakan di Teanol Jelutung, Kota Jambi, Senin (12/05/2025). Kegiatan ini merupakan salah satu program kerja yang dilakukan oleh Departemen Kajian Strategis dan Advokasi yang selama periode menjabat sampai saat ini telah dilaksanakan dua kali.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam pandangan mahasiswa terkait dengan suatu isu, yang pada pelaksanaan kali ini dengan topik sedikit sensitif, yaitu terkait dalam menyadari, mencegah, dan menanggapi kasus pelecehan seksual di Indonesia. Kegiatan ini dilakukan dengan sistem FGD yang didampingi oleh moderator dari atma muda magang departemen KASTRAD Farhan Al-Hijri dan pemantik dari staf KASTRAD Muhamad Maulana yang juga merupakan aktivis mahasiswa.
Mengapa mengangkat isu ini? Karena pelecehan seksual saat ini bukan hanya isu yang relevan, melainkan telah merajalela di berbagai ranah kehidupan, dari tempat kerja, tempat ibadah, hingga ruang-ruang yang seharusnya menjadi tempat aman bagi semua orang. Ini adalah krisis kemanusiaan yang mendesak dan membutuhkan perhatian serius dari seluruh lapisan masyarakat.
Ini membuktikan bahwa pelaku bisa berasal dari latar belakang mana pun, dan korban bisa datang dari kelompok mana pun entah laki-laki, perempuan, anak-anak, dewasa, hingga lansia. Sayangnya, alih-alih mendapatkan empati, korban sering kali justru menjadi sasaran cibiran dan stigma. Masyarakat kerap menyudutkan korban, mempertanyakan tindakannya, bahkan menyalahkannya, sehingga menambah trauma dan menghambat proses pemulihan.
Korban pelecehan seksual ini tidak terbatas hanya pada perempuan saja, bahkan pelecehan seksual terhadap sesame jenis juga terjadi. Di mana dalam budaya kita, terkadang malah memberikan candaan atau olokan terhadap korban sesama jenis yang justru memberikan dampak buruk pada mentalitas korban.
Selama pemaparan materi yang dilakukan oleh pemantik, muncul berbagai pertanyaan dari peserta mahasiswa yang hadir, yang salah satunya terkait dengan stigma masyarakan yang memberikan komentar bahwa cara berpakaian korbanlah yang menyebabkan mereka mendapatkan tindakan tidak senonoh itu. Pertanyaan ini mengundang beberapa opini dari mahasiswa lainnya.
“Bukan pada cara berpakaian yang membentuk apa yang bisa menjadi pelecehan, namun pada pola pikir si pelaku, biarpun perempuan menggunakan pakaian tertutup, bisa menjadi korban karena masalahnya ada pada pola pikir pelakunya.” ujar salah satu peserta mahasiswa angkatan 24 yang hadir.
“Menjadi kata-kata perlindungan pelaku yang upayanya untuk menutupi tindakan itu, atau kaum mereka. Tapi berpakaian sopan pula untuk perempuan juga merupakan salah satu bentuk perlindungan dirinya dari tindakan yang tidak diinginkan.” ungkap ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Jambi periode 2024/2025 saat ini.
Kegiatan diskusi terus beranjak dari menanggapi kasus-kasus pelecehan seksual di Indonesia sampai dengan bagaimana cara untuk mengatasi atau mencegah hal ini dari sudut pandang mahasiswa.
Isu mengenai pentingnya pendidikan seksual atau sex education menjadi salah satu topik yang mencuat dalam kegiatan tersebut sebagai upaya solusi. Sejumlah peserta menyuarakan urgensi memberikan pemahaman sejak dini agar anak-anak dapat lebih sadar akan tindakan pelecehan seksual dan memiliki kemampuan untuk melindungi diri. Sex education idealnya diberikan secara bertahap sesuai jenjang usia. Materi dasar bisa dikenalkan sejak tingkat sekolah dasar, lalu diperdalam pada jenjang pendidikan berikutnya dengan pendekatan yang sesuai dengan tingkat pemahaman anak.
Lingkungan yang positif, terutama keluarga, memiliki peran besar dalam membentuk anak dengan nilai-nilai yang baik. Dengan demikian, sex education dan lingkungan yang mendukung menjadi dua faktor yang saling melengkapi dalam menciptakan kesadaran serta perlindungan bagi individu sejak dini. Tidak hanya aspek edukasi, diskusi juga menyoroti pentingnya mekanisme pelaporan yang cepat dan tegas sebagai bentuk perlindungan terhadap korban pelecehan seksual, di mana rasa aman harus menjadi prioritas, dan hal tersebut hanya bisa tercipta jika pelaku mendapatkan tindakan.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.