3 Alasan Hustle Culture Tidak Baik Untuk Dilestarikan, Budaya yang Buruk

Ayu Nabila | Ridho Hardisk
3 Alasan Hustle Culture Tidak Baik Untuk Dilestarikan, Budaya yang Buruk
Ilustrasi bekerja di kantor dengan rekan kerja yang lain. (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Hustle culture merupakan sebuah budaya kerja yang mendorong pekerja untuk bekerja keras dengan istirahat yang sedikit. Dengan kata lain, mereka berfokus pada mengejar uang dan jabatan atau pun tujuan perusahaan tanpa memperhatikan aspek kehidupan mereka pribadi. Saya ambil contoh negara Jepang yang mana penduduknya memiliki semangat terlalu tinggi dalam bekerja hingga angka bunuh dirinya cukup tinggi. 

Sebab, selain semangat yang tinggi, tingkat stress juga tinggi di sana. Budaya kerja yang menguras waktu yang sangat lama hingga lembur mengerjakan pekerjaan yang sebenarnya bukan bagian dari jobdesc lagi bisa mengubah seseorang menjadi tidak normal.

Pada pembahasan kali ini, saya akan membahas mengenai alasan yang membuat hustle culture tidak baik untuk diterapkan di perusahaan mana pun meski itu adalah start up. Berikut beberapa penjelasan yang akan saya bahas satu per satu.

1. Mencegah orang untuk dapat work life balance

Ilustrasi menghabiskan waktu bersama anak. (pexels.com/Tatiana Syrikova)
Ilustrasi menghabiskan waktu bersama anak. (pexels.com/Tatiana Syrikova)

Work life balance merupakan hak setiap orang dan itu perlu didapatkan pada kehidupan kerja dan keluarga. Jika para pekerja diminta untuk bekerja lebih lama dibandingkan menghabiskan waktunya dengan keluarganya, akan sulit untuk mendapatkan keseimbangan hidup. 24 jam tidak hanya diisi oleh pekerjaan saja, tetapi diisi juga waktu bersama keluarga, hobi, teman dan lain sebagainya. Hustle culture ini juga bisa mendorong pekerja untuk bekerja di sela-sela liburan. Artinya mereka tidak bisa menikmati masa liburannya dengan tenang. 

Melihat fenomena sekarang, anak muda yang lebih terlihat menerapkan budaya ini terutama di perusahaan start-up. Karena mereka berpikir dengan durasi waktu kerja yang lama akan membuat mereka lebih produktif. Pola pikir seperti ini bisa salah ketika mereka tidak mendapatkan kebahagiaan dari work life balance. Itu balik lagi ke perspektif setiap orang apakah akan menerapkan atau mengikuti hustle culture dalam kehidupan kerja mereka atau membatasi itu sesuai kemampuan diri mereka yang sebenarnya. Tapi menurut saya, itu tidaklah baik karena membuat hidup tidak seimbang.

BACA JUGA: 5 Hal Perlu Diketahui Sebelum Berkencan dengan Zodiak Leo

2. Tidak memperhatikan kesehatan fisik dan mental

Ilustrasi mental yang sedang tidak baik. (pexels.com/Nothing Ahead)
Ilustrasi mental yang sedang tidak baik. (pexels.com/Nothing Ahead)

Bekerja terlalu lama tentunya memberikan efek yang timbulnya pada jangka panjang. Karena yang namanya fisik dan mental memiliki kadarnya masing-masing. Jika dipaksakan overwork, fisik akan tidak akan bisa mengimbangi beban kerja meski telah mengkonsumsi makanan yang bergizi. Karena fisik membutuhkan waktu istirahat dan itu harus cukup agar bisa mengisi energi.

Jika tengah malam saja dipakai terus untuk lembur, kapan lagi tubuh akan beristirahat?. Begitu juga dengan mental, setiap orang memiliki mental untuk dijaga dengan beban kerja yang sesuai. Tuntutan pekerjaan yang berlebihan bisa mempengaruhi kondisi mental apalagi jika melihat teman sekitarnya lebih termotivasi untuk melakukan lebih. Maka dia akan memaksakan mesti mentalnya sudah tidak kuat lagi karena lingkungan yang memaksa.

3. Memaksa orang untuk multitasking

Ilustrasi kerja multitasking. (pexels.com/RDNE Stock project)
Ilustrasi kerja multitasking. (pexels.com/RDNE Stock project)

Bekerja lebih lama sama juga artinya dituntut untuk mengerjakan tugas lebih banyak pada waktu yang dibatas dalam sehari. Pekerja yang diminta untuk kerja multitasking tidak akan bisa mengefisiensi pekerjaan atau bahkan membuat pekerjaan mereka lebih efektif. Kebiasaan multitasking lama kelamaan akan membuat otak sulit untuk fokus pada satu kegiatan karena sibuk membagi porsinya pada banyak jenis tugas.

Padahal tujuan adanya pembagian jobdesc setiap pekerja adalah untuk menetapkan komposisi beban kerja yang sesuai dalam sehari. Namun, dengan adanya hustle culture, itu menjadi tidak berlaku lagi sehingga pekerja tidak bisa fokus dengan maksimal pada 1 tugas sebenarnya.

Itulah beberapa alasan yang harus dipertimbangkan mengenai hustle culture. Pertimbangkan baik-baik apakah budaya itu menjadi pilihan yang tepat untuk meraih karirmu. Karena dari yang telah saya jelaskan, itu semua lebih banyak negatifnya dan saya sudah melihat sendiri apa yang terjadi pada teman saya yang telah bekerja korporat. Semoga bermanfaat.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak