Menjadi Seorang People Pleaser, Baik atau Buruk, sih?

Hernawan | Anggia Khofifah P
Menjadi Seorang People Pleaser, Baik atau Buruk, sih?
Ilustrasi yang Dirasakan Seorang People Pleaser (Freepik.com)

Apakah kamu kesulitan dalam mengelola waktu karena terlalu sibuk membantu orang lain memenuhi kebutuhannya? Apakah kamu selalu menyetujui ajakan teman-teman untuk bertemu, meski kamu sedang merasa kelelahan dan ingin istirahat, karena tidak ingin mengecewakan mereka?

Atau, apakah kamu merasa kesulitan untuk mengatakan "tidak" jika ada orang lain yang meminta bantuanmu hingga akhirnya kamu harus menomorduakan kepentingan pribadimu? Well, jika semua jawabanmu adalah "ya", maka kamu memiliki ciri-ciri seorang people pleaser.

Istilah ini bukan lagi sesuatu yang asing dalam konteks psikologi, terutama dalam hal manajemen stres dan personal well-being. Namun, istilah ini masih jarang diketahui orang-orang umum karena kadang-kadang mereka tidak menyadari bahwa mereka adalah seorang people pleaser.

Sebenarnya, apa itu people pleaser?

People pleaser adalah perilaku seseorang yang selalu berusaha membuat orang lain bahagia, dan seringkali mengabaikan kebutuhan mereka sendiri. Mereka sering mengatakan "ya", bahkan ketika sebenarnya mereka ingin mengatakan "tidak", karena mereka tidak ingin membuat siapapun kecewa.

Seorang people pleaser bukan hanya senang melakukan banyak hal untuk orang lain. Bagi pleasers, being helpful dan menempatkan kebutuhan orang lain di atas kebutuhan mereka sendiri sudah menjadi kebiasaan.

Mengutip dari Starchaser, perilaku ini cenderung dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu (umumnya pada masa kecil), yang pada saat itu, mereka kurang mendapatkan validasi. Sehingga, mereka pun tumbuh mencari validasi pada orang lain dengan melakukan hal-hal baik sebagai cara untuk mengukur self-worth, atau seberapa berharga diri mereka sendiri.

Selain itu, para people pleaser cenderung merasa berkewajiban untuk melakukan hal-hal baik yang dapat memuaskan orang lain agar mereka diterima secara sosial. Padahal, it's totally okay to say no, jika kita memang tidak bisa, lho.

Sebenarnya, menjadi seorang people pleaser tidak selalu buruk, selama tidak dilakukan secara berlebihan. Karena baik buruknya menjadi seorang people pleaser, tergantung dari bagaimana cara kita menyikapinya.

Berikut adalah sisi baik menjadi seorang people pleaser, melansir dari Aspiring Youth.

1. Disenangi banyak orang

Seorang people pleaser seringkali membuat orang lain merasa bahagia dan nyaman saat berada di sekitar mereka. Hal ini karena people pleaser memberikan prioritas pada kebutuhan orang lain, sehingga menciptakan suasana yang menyenangkan.

2. Membangun hubungan yang kuat

Sikap empati, perhatian, dan kepedulian yang ditunjukkan oleh seorang people pleaser terhadap kebutuhan orang lain dapat membangun hubungan yang erat dan menciptakan rasa saling membutuhkan.

3. Terhindar dari konflik

Dengan selalu berusaha membuat orang lain senang dan puas, hal itu tentu dapat membuat seorang people pleaser terhindar dari konflik atau konfrontasi dengan orang lain.

4. Menciptakan lingkungan kerja yang positif

People pleasers cenderung bersifat akomodatif, yang berarti mereka bersedia membantu dan beradaptasi untuk menciptakan suasana yang nyaman bagi orang lain. Sikap positif ini dapat membantu meningkatkan semangat tim, kepedulian, dan saling menghargai di lingkungan kerja.

5. Meningkatkan reputasi pribadi

Disenangi dan dihargai banyak orang karena bersikap empati dan tanpa pamrih ini, dapat meningkatkan citra positif dalam diri seorang people pleaser.

Sebaliknya, berikut adalah sisi buruk menjadi seorang people pleaser, jika dilakukan tanpa adanya batasan, melansir dari The Vector Impact.

1. Dimanfaatkan orang lain

Seorang people pleaser akan kesulitan menetapkan batasan karena adanya keinginan kuat untuk disenangi banyak orang. Akibatnya, orang-orang akan memanfaatkan keberadaan people pleaser karena tahu bahwa mereka tidak akan menolak permintaan orang-orang.

2. Resiko memiliki hubungan yang toxic

Karena seorang people pleaser tidak memahami self-worth mereka dengan baik dan sulit mengatakan "tidak", hal ini beresiko bagi mereka untuk terjerumus ke dalam hubungan yang toxic.

3. Krisis self-identify

Kebiasaan untuk selalu mencoba memenuhi harapan orang lain dapat mengakibatkan seorang people pleaser kehilangan pandangan tentang siapa mereka sebenarnya atau nilai-nilai diri yang mereka pegang.

4. Menyebabkan stres

Beberapa hal yang dapat menyebabkan seorang people pleaser mengalami stres, yaitu mengalami overburdened (penumpukan tugas atau tanggung jawab), merasa khawatir terhadap penilaian orang lain, dan kurangnya pemenuhan kebutuhan pribadi.

5. Tidak bahagia dengan kehidupannya

Selalu memenuhi harapan orang lain akan membuat seorang people pleaser menjalani hidup yang tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Akibatnya, mereka akan merasa tidak puas atau bahagia dengan kehidupannya.

Membantu dan berbuat baik kepada orang lain adalah sikap yang luar biasa, tetapi sangat penting bagi kita untuk tetap memerhatikan dan memprioritaskan kebutuhan diri sendiri.

It's okay untuk mengatakan "tidak", jika kita merasa tidak nyaman dengan hal tersebut, merasa lelah, jadwalmu padat, tidak sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai dirimu, berada di luar batas kemampuanmu, atau sekadar kamu tidak menginginkannya.

Mengatakan "tidak" menjadi bentuk kepedulian kita terhadap diri sendiri karena tidak membebani diri dengan tanggung jawab yang berlebihan. Selain itu, berkata "tidak" juga menjadi salah satu cara untuk menjaga batasan diri secara sehat.

Jadi, pertimbangkan dulu permintaan orang-orang sebelum langsung mengatakan "iya", ya? Jika memang tidak bisa, jangan takut untuk mengatakan "tidak". Semangat!

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak