Ubah FOMO jadi JOMO, Sebuah Konsep untuk Tetap Happy Walaupun "Kudet"

Candra Kartiko | Anggia Khofifah P
Ubah FOMO jadi JOMO, Sebuah Konsep untuk Tetap Happy Walaupun "Kudet"
Ilustrasi Perbedaan FOMO dan JOMO (Freepik.com/Jcomp)

Di era arus informasi yang semakin deras ini, banyak orang berlomba-lomba untuk menjadi yang paling up-to-date di media sosial mereka, khususnya gen Z. Setiap hari, mereka selalu sibuk mencari yang baru dan yang sedang trend di kalangan banyak orang. Mereka seolah-olah terobsesi dengan kabar terbaru karena merasa takut di cap "kudet". Rasa takut inilah yang dikenal dengan istilah FOMO (Fear of Missing Out).

Gen Z rentan terkena FOMO karena mereka tumbuh bersama dengan media sosial yang telah berkembang pesat. Platform seperti Instagram dan Twitter memungkinkan orang untuk berbagi momen-momen kehidupan mereka secara instan. Kenyataannya, terlalu sering terpapar informasi melalui media sosial dapat memicu FOMO dan memengaruhi persepsi mereka terhadap kehidupan dan aktivitas orang lain.

Setelah itu, mereka cenderung akan membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Merasa bahwa kehidupan orang lain lebih menarik, menyenangkan, atau sukses, dan ini dapat memunculkan perasaan tidak puas terhadap kehidupan mereka sendiri.

BACA JUGA: 3 Alasan Barang-Barang Made In China Murah Meriah, Strategi Dumping?

Jika dibiarkan terus-menerus, FOMO dapat memberikan dampak negatif pada kesehatan mental kita, seperti mengalami gangguan kecemasan, self-esteem yang rendah, stres, emosi tidak stabil, merasa kesepian, hingga berujung depresi. Maka dari itu, muncullah istilah JOMO yang menjadi antidot atau lawan dari FOMO.

Apa itu JOMO?

JOMO adalah singkatan dari Joy of Missing Out, yang memiliki arti yaitu menemukan kebahagiaan saat tidak terlibat dalam segala hal atau aktivitas di media sosial, sehingga hidup menjadi lebih tenang karena dapat menikmati momen-momen pribadi.

Mengutip dari Psychology Today, JOMO dianggap sebagai antidot dari FOMO. JOMO menekankan pentingnya being present dan being consent dengan hidup saat ini, tanpa perlu membandingkan diri dengan orang lain.

Konsep JOMO mengajarkan kita bahwa kunci menuju kebahagiaan adalah dengan menjadi diri sendiri, membebaskan diri dari persaingan dan kecemasan akibat harus selalu up-to-date, serta berhenti mengejar standar orang lain.

Menurut seorang psikiater yaitu Dr. Sonal Anand, JOMO dapat menjadi 'penyelamat' ketika kita terobsesi dalam trend yang sedang viral di media sosial. Mengikuti trend pada dasarnya bukanlah hal yang buruk, selama hal itu memberikan dampak positif. Tapi, jika kehidupan kita telah berubah menjadi ajang perlombaan mengikuti trend hingga akhirnya memberikan dampak negatif seperti stres atau merasa cemas secara berlebihan, maka ada baiknya untuk beristirahat sejenak dari hiruk-pikuk media sosial dan mencoba menerapkan konsep JOMO demi menjaga kesehatan mental.

Lantas, bagaimana cara menerapkan konsep JOMO dalam kehidupan?

Mengutip dari Hello Sehat, kita bisa menerapkan konsep JOMO dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Buatlah rencana untuk melakukan sesuatu dengan orang-orang terdekat kita, seperti membuat janji untuk bertemu dengan teman di kedai kopi, duduk santai dan berbincang-bincang dengan keluarga, atau sekadar jalan-jalan sore. Menghabiskan waktu dengan kegiatan ini dapat membantu mengalihkan pikiran kita mengenai kehidupan orang lain.

2. Nonaktifkan notifikasi media sosial agar tidak muncul di layar utama ponsel, kecuali jika notifikasi tersebut berkaitan dengan pekerjaan atau hal-hal penting lainnya. Selain itu, nonaktifkan atau bisukan untuk sementara waktu.

3. Log out dari akun media sosial, berhenti mengikuti akun orang-orang yang dapat memicu perasaan negatif, tetapkan time limit dalam menggunakan media sosial. Kita tidak bisa mengontrol aktivitas orang lain, maka dari itu, kita harus mampu menavigasi diri sendiri agar tidak terjebak dalam lingkaran FOMO.

Melakukan ketiga langkah di atas sekaligus memang terlalu memberatkan, oleh karena itu, cobalah memulainya dengan meluangkan satu hari untuk free dari penggunaan media sosial.

Perlu diingat bahwa menerapkan konsep JOMO bukan berarti kita mengisolasi diri dengan orang lain. Sebaliknya, konsep JOMO lebih menekankan pada kepuasan dan kenikmatan terhadap momen-momen pribadi tanpa adanya perasaan tertekan atau cemas karena 'tertinggal' dari orang lain.

Manfaat yang akan kita dapatkan dengan menerapkan konsep JOMO, di antaranya yaitu:

1. Mengurangi stres dan kecemasan berlebihan akibat selalu membandingkan diri dengan orang lain,
2. Merasa puas dan bahagia dengan apa yang dilakukan saat ini,
3. Meningkatkan kualitas hubungan interpersonal, terutama pada orang-orang terdekat,
4. Memberi ruang untuk kita beristirahat dari ‘bisingnya’ informasi di media sosial,
5. Meningkatkan fokus, produktivitas, dan kreativitas.

Ayo, rasakan nikmatnya missing out dari segala aktivitas di media sosial dengan konsep JOMO untuk menjaga kesehatan mental kita!

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak