Seni Mencintai ala Erich Fromm agar Hubungan Lebih Sehat

Hernawan | Mohammad Maulana Iqbal
Seni Mencintai ala Erich Fromm agar Hubungan Lebih Sehat
Pasangan (Pexels/Tristan Le)

Siapa bilang cinta itu selalu menyehatkan? Bagaimana dengan aksi-aksi kekerasan dengan dalih cinta? Bagaimana dengan pengorbanan diri secara membabibuta dengan dalih cinta? Apakah cinta harus hadir sebrutal itu?

Nah, melalui tulisan ini saya mengajak para pembaca yang budiman untuk merevisi segala pemahaman kita tentang cinta. Dan, wabil khusus saya mengajak untuk anda untuk mempraktikkan seni mencintai ala Erich Fromm agar jalinan cinta kita dengan pasangan lebih sehat, dan terutama terhindar dari hal-hal yang enggak diinginkan.

Sedikit disclamer, sekadar info aja, bahwa Fromm ini adalah seorang filosof, sosiolog, dan juga psikolog kelahiran Jerman. Ia merupakan salah satu anggota dalam sebuah kajian kritis Institut Für Sozialforschung di Franfurt. Salah satu bukunya adalah “Art of Loving” yang terbit tahun 1956. Nah, apa yang dimaksud seni mencintai ala Fromm di sini? Gass, baca lanjut.

1. Menyatukan Dua Insan tapi Tetap Menjadi Diri Sendiri

Kalau kata Fromm, cinta itu sebuah kekuatan yang aktif dalam diri manusia. Sebuah power yang mendobrak tembok pemisah antara manusia satu dengan manusia lainnya. Sebuah kekuaatan yang menyatukan seseorang dengan orang yang lainnya. Bahkan cinta membuat manusia dapat mengatasi perasaan isolasi dan keterpisahan.

Namun, perlu dicatat bahwa penyatuan yang dimaksud Fromm ini bukanlah penyeragaman. Dengan kata lain, penyatuan di sini tidak menghilangkan kedirian masing-masing individu. Dalam mencitai seseorang tetap menjadi dirinya sendiri, mempertahankan integritasnya.

Adalah sebuah hal bodoh ketika cinta itu harus sama, harus couple, atau semacamnya. Cinta adalah penyatuan, bukan penyeragaman. Ibarat persatuan Indonesia yang bersatu tapi setiap daerah tetap unik, tetap menjadi diri sendiri.

2. Cinta Adalah Tindakan Memberi, bukan Menerima

Cinta kalau kata Fromm itu bukanlah sebuah kekuatan pasif, melainkan sebuah tindakan, aksi nyata dan semacamnya. Bukan sebuah omong kosong, tapi ya mana bukti nyatanya. Dan, secara lebih spesifik, Fromm menyebut tindakan ini sebagai sebuah aksi memberi, bukan menerima.

Jadi, ketika orang mencintai, berarti ia selalu memberi, bukan malah menuntut ini itu. Seorang yang mencintai akan selalu bagaimana dirinya memposisikan sebagai pemberi, bukan yang menadah tangan sebagai penerima.

Namun, Fromm memberi catatan bahwa memberi ini bukan berarti mengeluarkan segala kekayaan, material, harta yang dimiliki kepada kekasih. Justru itu adalah sebuah bentuk kebodohan. Pengorbanan yang membabi buta. Memberi yang dimaksud Fromm di sini adalah memberi kebahagiaan, minat, pemahaman, pengetahuan, kejenakaan atau barangkali kesedihan. Sehingga dalam sebuah jalinan cinta, kedua pasangan akan saling tumbuh menjadi individu yang lebih baik.

3. Cinta sebagai Sebuah Karakter

Tidak hanya tindakan, ternyata cinta bagi Fromm juga adalah sebah karakter, yang terdiri dari perhatian, tanggung jawab, rasa hormat dan pengetahuan. Namun, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dari keempat karakter yang ditawarkan Fromm.

Perhatian di sini bukan berarti melarang pasangan ini itu, karena takut konsekuensi ini itu. Perhatian yang di maksud Fromm adalah bagaimana kita mendukung pertumbuhan, kegiatan maupun pengembangan diri dari yang kita cintai. Sedangkan tanggung jawab sendiri bukanlah sebuah beban tugas layaknya dalam dunia kerja yang cukup menjenuhkan jiwa, melainkan, sebuah bentuk sukarela antara masing-masing pasangan.

Kemudian rasa hormat juga bukan berarti rasa takut atau terpesona kepada pasangan sehingga kita mau-mau aja melakukan apapun untuk pasangan. Rasa hormat versi Fromm lebih pada sebuah kemampuan untuk melihat seseorang sebagai individu yang unik. Oleh karenanya, menumbuhkan kepedulian untuk tumbuh dan berkembang. Sedangkan pengetahuan berarti bagaimana kita mengenali sosok yang kita cintai, mulai dari kepribadian, sifat, kondisi, perubahan diri, latar belakang, dan lain sebagainya.

4. Mencintai berarti Menjadi bukan Memiliki

Fromm melalui bukunya yang lain yakni “To Have or To Be” kurang bersepakat kalau mencintai dimaknai sebagai memiliki (to have). Pasalnya, makna ini cenderung negatif, menempatkan pasangan sebagai objek. Dan, memposisikan pasangan kepemilikan memberikan potensi kesewenang-wenangan, yang berpotensi pada tindakan yang tidak diinginkan seperti kekerasan dan semacamnya.

Melalui karya itu, Fromm lebih suka menggunakan makna menjadi (to be) dalam memahai cinta. Pasalnya, melalui makna itu memposisikan pasangan sebagai subjek yang aktif. Oleh karenanya, pasangan dapat tumbuh berkembang menjadi sesuatu yang diharapkannya.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak