Tren Quiet Weekend Jadi Gaya Healing Baru Anak Muda

Sekar Anindyah Lamase | Rahmah Nabilah Susilo
Tren Quiet Weekend Jadi Gaya Healing Baru Anak Muda
Ilustrasi Quiet Weekend (Unsplash/Greg Pappas)

Di tengah kehidupan modern yang serba cepat dan tekanan untuk terus produktif, anak muda kini menemukan cara baru untuk menenangkan diri melalui tren “Quiet Weekend.” 

Fenomena ini sedang populer di media sosial, terutama di kalangan milenial dan Gen Z yang mulai jenuh dengan gaya hidup yang penuh aktivitas dan kebisingan. 

Quiet Weekend sendiri berarti menghabiskan akhir pekan dengan tenang, menikmati waktu sendirian, melakukan kegiatan sederhana, dan menjauh sejenak dari interaksi sosial maupun dunia digital. 

Daripada sibuk keluar rumah untuk nongkrong, menghadiri acara, atau bepergian, banyak yang lebih memilih berdiam diri di rumah, membaca buku, menulis jurnal, menonton film sendirian, memasak, atau beristirahat lebih lama.

Tren ini muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap “hustle culture”, budaya yang menuntut seseorang untuk terus bekerja dan produktif setiap saat. 

Bagi sebagian besar anak muda, waktu untuk berhenti sejenak justru menjadi bentuk self-care yang bernilai. 

Popularitas Quiet Weekend juga didorong oleh meningkatnya kelelahan mental dan sosial akibat rutinitas yang padat. 

Selain itu, media sosial juga turut memengaruhi tren ini. Maraknya konten tentang “healing trip” dan “productive weekend” membuat banyak orang merasa tertekan untuk selalu tampil sibuk dan bahagia. 

Quiet Weekend hadir untuk menormalkan bahwa tidak melakukan apa pun juga merupakan hal yang wajar. 

Kesadaran akan pentingnya kesehatan mental semakin meningkat, dan anak muda mulai memahami bahwa menjaga keseimbangan batin lebih penting daripada sekadar mengejar kesibukan tanpa henti.

Kegiatan yang dilakukan selama Quiet Weekend pun sangat beragam, seperti melakukan detoks media sosial, menulis jurnal refleksi diri, merawat tanaman, memasak hidangan sederhana, atau sekadar tidur tanpa alarm. 

Beberapa orang juga mengaitkan tren ini dengan gaya hidup “slow living,” yaitu menikmati kehidupan dengan ritme yang lebih pelan dan penuh kesadaran.

Meski terlihat sederhana, Quiet Weekend bukanlah tanda kemalasan atau sikap antisosial. Sebaliknya, ini adalah bentuk pemulihan diri yang sadar dan terencana. 

Dengan mengambil waktu untuk diam, anak muda belajar memahami batas energi mereka, memusatkan kembali perhatian, dan memulai minggu baru dengan pikiran yang lebih tenang. 

Pada akhirnya, Quiet Weekend bukan hanya tren sementara, melainkan refleksi dari perubahan cara pandang generasi muda terhadap keseimbangan hidup, bahwa mengambil jeda bisa menjadi bentuk healing paling ampuh di tengah dunia yang terus bergerak cepat.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak