Iko Uwais mengambil langkah baru dalam kariernya. Setelah bertahun-tahun dikenal sebagai aktor laga, ia kini mencoba duduk di kursi sutradara lewat film terbarunya, Timur. Keputusan ini bukan sekadar eksperimen, melainkan langkah yang punya motivasi personal.
“Kebetulan saya memang anak Betawi, keluarga Betawi, dan ada darah Sundanya juga. Cuma saya besar sama orang Timur,” kenang Iko Uwais, dikutip dari Suara.com pada Jumat (5/12/2025).
Dari interaksi itu, ia melihat karakter orang Timur lebih luas dari gambaran yang sering muncul di layar.
Iko menyadari bahwa orang Timur kerap dilekatkan dengan citra keras, cepat emosi, atau mudah terlibat konflik.
Pendekatan Iko ini sejalan dengan riset klasik dalam studi komunikasi dan psikologi sosial. Salah satunya adalah konsep stereotype dari Walter Lippmann (1922), yang menjelaskan bahwa stereotip muncul karena otak manusia menyederhanakan kelompok sosial menjadi citra tunggal agar lebih mudah dipahami.
Ini membantu manusia menghemat energi berpikir, tetapi dampaknya bisa membuat satu kelompok terlihat hanya dari satu sisi saja.
Dalam konteks masyarakat Indonesia, stereotip orang Timur sering digambarkan sebagai keras atau temperamental.
Iko tidak menyebutkan bahwa semua orang punya pandangan itu, tetapi ia memberi contoh bagaimana gambaran karakter semacam ini kerap muncul dalam cerita populer.
Bagi Iko, stereotip itu tidak sepenuhnya mencerminkan kenyataan. Dalam kesehariannya, Iko justru melihat sisi hangat dan loyal dari teman-teman yang ia kenal.
“Apapun yang kalian lihat mungkin lihat orang Timur mukanya seram-seram, enggak ada yang enak enggak tuh? Enggak ada yang enak bro. Cuma hatinya Rinto Harahap,” kelakar Iko Uwais.
“Tapi Masya Allah ini baik banget. Kalau ngelihat ke teman-teman tuh mukanya sangar cuma karakter, cuma dalam arti untuk dia untuk bertutur kata sangat baku, itulah orang Timur,” jelasnya.
Menariknya, meski belum tayang, Timur sudah menarik perhatian. Publik penasaran bagaimana Iko memadukan pengalaman personalnya dengan genre yang selama ini melekat kuat pada namanya.
Melalui Timur, Iko mencoba memberi ruang bagi identitas orang Timur untuk tampil lebih utuh di layar dan mencoba mematahkan pola pikir yang terlalu menyederhanakan karakter orang Timur.
Film ini menjadi percobaan pertamanya sebagai sutradara, dan sekaligus cara sederhana untuk menantang stereotip yang sudah terlanjur mengakar. Kini tinggal menunggu bagaimana hasil akhirnya saat film ini rilis.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS