Belum Tayang, Film Agak Laen: Menyala Pantiku Sudah Tembus 50.000 Tiket Pre-sale

M. Reza Sulaiman | Athar Farha
Belum Tayang, Film Agak Laen: Menyala Pantiku Sudah Tembus 50.000 Tiket Pre-sale
Update Jumlah Tiket Film Agak Laen: Menyala Pantiku (Instagram/ imajinari.id)

Beberapa hari terakhir, linimasa terasa seperti ruang tunggu yang tiba-tiba riuh. Timeline penuh tulisan capslock, story bertebaran screenshot tiket, dan komentar-komentar acak muncul dari mana-mana.

Sumber kegaduhan ini adalah sebuah film yang disutradarai Muhadkly Acho, yang bahkan belum tayang sudah laris manis. Judulnya? Agak Laen: Menyala Pantiku. Dari namanya saja, nuansa chaos-nya sudah terasa, apalagi film pertamanya sukses besar dengan lebih dari 9 juta penonton.

Fenomena ini muncul perlahan, lalu tiba-tiba meledak. Saat membuka Instagram, ada orang yang mem-posting kode QR tiket. Membuka Twitter, yang muncul adalah thread panjang soal hype komedi ini. Membuka TikTok, FYP otomatis menyajikan klip behind-the-scenes atau video penggemar yang berteriak-teriak menunggu hari tayang. Membuka Facebook pun demikian. Semua bergerak dalam satu gelombang antusiasme yang lucu sekaligus hangat. Puncaknya: pre-sale film ini menembus 50.000 tiket. Gila!

Angka itu tentunya membuat semangat. Padahal, film ini adalah sebuah komedi Indonesia dengan vibe absurd yang sudah melekat sejak film pertamanya.

Film ini bukanlah produksi Marvel atau waralaba raksasa yang dipromosikan bertahun-tahun. Kekocakan itulah yang membuat banyak orang, termasuk para sinefil, ingin ikut meramaikan. Seolah-olah masyarakat sepakat, di tengah dunia yang makin sumpek, tertawa bareng menjadi obat paling masuk akal.

Respons bioskop pun tidak kalah membuat senyum. Banyak cabang CGV sampai harus membuka jadwal tayang pukul 09.30 pagi untuk menampung lonjakan penonton. Jam segitu biasanya sepi, paling hanya diisi orang iseng atau penonton film festival tertentu. Kali ini? Kursinya sudah dipesan.

Salah satu hal menggemaskan dari fenomena ini adalah cara fandom Agak Laen bergerak. Mereka telah menjadi sebuah komunitas spontan yang terbentuk tanpa disuruh, lebih dari sekadar penonton biasa. Lihat saja timeline! Ada yang membuat analisis lucu soal judulnya, ada yang membuat prediksi karakter, dan ada yang mem-posting foto beli tiket seolah-olah sedang mengumumkan kelulusan.

Energinya wholesome. Hangat, ramai, tetapi tidak nyolot. Seperti menonton teman-teman yang jatuh cinta pada hal yang sama.

Yang membuat semuanya makin terasa uwu adalah kenyataan bahwa tidak ada strategi pemasaran rumit di baliknya. Tidak ada gimik aneh yang dipaksakan. Filmnya datang apa adanya: komedi yang absurd, karakter yang chaotic, dan judul yang sudah cukup membuat pipi memanas.

Melihat reaksi penonton, kita belajar satu hal: banyak dari kita sebenarnya rindu hiburan yang tidak membuat capek. Rindu menonton film tanpa harus memikirkan teori atau pesan moral yang berat. Rindu sesuatu yang bisa membuat lega dalam dua jam. Agak Laen: Menyala Pantiku hadir sebagai pintu kecil menuju pelarian itu.

Tanggal 27 November 2025, bioskop-bioskop Indonesia mungkin akan berubah menjadi ruang tawa nasional. Ruang gelap yang biasanya cuma menjadi tempat menumpang AC mendadak berubah menjadi ruang bersama tempat orang-orang saling berbagi tawa.

Hasil akhirnya mungkin sederhana: kita akan dibuat tertawa, senang, lalu pulang.

Sebagian orang mungkin bilang hype seperti ini hanya tren sebentar. Namun, jika diperhatikan baik-baik, ada nilai kecil yang lucu di baliknya. Penjualan tiket yang meroket memiliki makna lebih dari sekadar angka; ini adalah cerminan kebutuhan emosional banyak orang.

Jadwal tayang pagi yang penuh menunjukkan lebih dari sekadar keinginan menonton; ini tentang orang-orang yang punya alasan untuk bangun lebih cepat. Tawa bersama nanti akan menjadi lebih dari sekadar reaksi komedi; ini adalah cara sederhana untuk merasa terhubung lagi dengan sekitar.

Sebenarnya, fenomena ini mengingatkan bahwa kita semua, dalam berbagai peran dan kesibukan, masih manusia yang membutuhkan kelegaan. Kita masih bisa excited dengan hal-hal receh. Kita masih suka ikut heboh kalau sesuatu membuat bahagia. Kita masih bisa kompak, bahkan jika hanya untuk menonton film dengan judul ngadi-ngadi yang membuat cekikikan duluan.

Jujur saja, jika fenomena ini tidak bisa disebut gila, terus apa lagi? Yuk, nonton bareng!

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak