Paradigma Kerja Baru Kemenkeu: New Thinking of Working

Tri Apriyani | laneisha sherissa
Paradigma Kerja Baru Kemenkeu: New Thinking of Working
Video Call (djkn.kemenkeu.go.id)

Jauh sebelum pandemi COVID-19. Kementerian Keuangan sudah merencanakan konsep remote working yaitu “New Thinking of Working (NTOW). Tepatnya sejak tahun 2018. NTOW merupakan sebuah konsep bekerja yang didorong oleh CTO (Central Transformation Office).

NTOW merupakan suatu perwujudan dari konsep bekerja di era modern yang memiliki dampak positif terhadap produktivitas kerja seperti kerja yang lebih fleksibel tapi tetap produktif.

Hal yang fundamental terhadap flexible working adalah kematangan organisasi  dan juga kematangan individu, di mana kematangan organisasi ditentukan oleh kepemimpinan dan juga kultur organisasi, sedangkan kematangan individu diukur oleh credibility, intimacy, reliability, dan orientation (Alexander, 2020).

Pemanfaatan Teknologi oleh Kemenkeu

Kemenkeu (Kementrian Keuangan)  telah mengambil langkah lebih dulu dalam rangka transformasi digital. Sarana dan prasarana yang memaksimalkan teknologi digital sudah disiapkan dalam rangka pembangunan digital workplace. Sehingga dalam masa pandemi pun Kemenkeu dapat langsung beradaptasi. Digital workplace sudah menjadi bagian dari roadmap Kemenkeu.

Konsep dari digital workplace searah dengan pembangunan Office Automation Kemenkeu. Ada juga beberapa gebrakan lain yang sedang dibuat untuk membentuk budaya kerja yang berbasis digital. Diantaranya adalah konsep collaborative working space, flexible working hour, dan flexible working space.

Office Automation sendiri sudah mulai dikembangkan Kemenkeu sejak tahun 2019, sebelum pandemi ini terjadi. Salah satu output yang sudah dikeluarkan oleh Office Automation adalah Naskah Dinas Elektronik (Nadine). Penggunaan Nadine dimaksimalkan selama masa pandemi ini dalam metode WFH (Work From Home) (Herry, 2020).

Kesiapan teknologi Kemenkeu dalam menuju digital workplace terbagi menjadi empat aspek, yaitu aspek aplikasi, aspek teknologi data center, aspek perangkat pengguna, dan aspek jaringan. Untuk meningkatkan kapasitas pegawai Kemenkeu agar adaptif kepada teknologi modern ada tiga aspek utama, yaitu: organisasi dan budaya, penguatan SDM, dan penguatan regulasi. Kepala biro SDM Kemenkeu menilai bahwa Kemenkeu secara komprehensif sangat siap menuju digital workplace.

Dapat dikatakan bahwa Kementerian Keuangan merupakan salah satu instansi yang paling terdepan dalam melakukan suatu perubahan. Meskipun wabah COVID-19 yang telah menjadi pandemi di seluruh dunia menuntut kantor-kantor di Kemenkeu untuk melakukan WFH bagi para pegawainya.

Kondisi tersebut menuntut pengimplementasian flexible workplace and hour yang saat ini belum ideal. Namun, dalam waktu singkat inovasi terus bermunculan untuk mengakomodir kebutuhan pegawai agar mereka adaptif menyesuaikan ritme kerja baru mereka.

Salah satu faktor penentu berhasilnya NTOW adalah harus adanya rasa kepercayaan antara atasan terhadap bawahan. Jika koordinasinya masih bersifat birokratis dan hierarkis maka keinginan untuk mengubah cara pandang terhadap keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan akan percuma (Penny, 2020).

Bentuk implementasi dari NTOW itu sendiri didalam Kemenkeu memiliki dua aktivitas utama, yaitu Activity Based Workplace (ABW), serta Flexible Working Space (FWS) dan Flexible Working Hour (FWH) termasuk remote working dan juga Work From Home (WFH) agar mendorong pegawai untuk lebih produktif dan seimbang dengan kehidupan pribadinya dalam era digital ini.

Kemenkeu juga melakukan Office Automation serta pengembangan Organisasi dan juga SDM yang adaptif terhadap kemajuan zaman. Jika semua aktivitas di atas berjalan dengan lancar, maka dapat disimpulkan bahwa NTOW yang dilakukan oleh Kemenkeu berhasil dan dapat dijalankan untuk jangka panjang.

Dalam penerapannya, WFH tentu menuai berbagai reaksi dari ASN dikarenakan pelaksanaannya yang mendadak dan persiapan yang belum matang. Seperti yang disampaikan Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sri Hadiati Wara Kustriani, untuk berbagai instansi dalam penerapan awal WFH masih terkesan terlihat kagok dan terlalu mendadak meskipun flexible working arrangement sudah diwacanakan oleh Kemenpan-RB. Sehingga pelayanan yang diberikan oleh instansi ke masyarakat belum terlihat keefektifannya karena belum ada persiapan yang matang.

Adaptasi Cepat Kemenkeu

Kemenkeu menjadi salah satu instansi pemerintah yang dianggap siap dalam menghadapi WFH di tengah pandemi Covid-19. Hal ini dikarenakan Kemenkeu sudah memiliki rencana pengimplementasian open workspace yang tidak mengharuskan pegawai untuk memiliki ruang khusus untuk bekerja dan dapat bekerja dari mana saja.

Mereka memiliki e-office yang sudah diimplementasikan dan membuat mereka secara mudah mampu beradaptasi dengan kondisi WFH. Walaupun tentunya kondisi yang mengharuskan pegawai untuk melakukan WFH pasti menimbulkan pro dan kontra dari pihak pegawai, namun poin penting yang dapat dilihat dari Kemenkeu adalah diterapkannya WFH bukan menjadi sesuatu yang baru bagi pegawainya karena sebelumnya sudah memiliki pengalaman pengimplementasian Office Automation yang sudah diterapkan sejak tahun 2019 tersebut.

Dalam jangka waktu panjang pun meski nantinya pandemi sudah berakhir, Kemenkeu masih dapat mengadopsi WFH bagi para pegawainya karena sejalan dengan regulasi rencana implementasi flexible working space di Kemenkeu.

Jika dilihat berdasarkan instansi pemerintah yang lain, nampaknya dalam penyelenggaraan pelayanan publik masih terkesan belum siap. Hal ini terlihat dari perbedaan pada Kemenkeu yang sebelumnya sudah memiliki rencana untuk membiasakan pegawainya untuk bekerja tidak harus di ruangan khusus tetapi dapat dari mana saja, sedangkan instansi lain belum memiliki persiapan yang matang akan hal tersebut. KASN mengakui adanya kelambatan pada layanan publik akibat WFH yang diterapkan oleh ASN walaupun layanan publik yang diberikan masih berjalan dengan baik (Mulyana, 2020).

WFH akan lebih mudah dilaksanakan apabila instansi terkait telah memiliki sistem kerja berbasis elektronik atau e-office seperti yang diimplementasikan oleh Kemenkeu. Kesiapan dalam penyediaan fasilitas internet bagi para pegawai juga menjadi hal yang perlu diperhatikan apabila WFH akan diterapkan untuk kedepannya.

Tidak semua pegawai sudah siap akan biaya internet maupun kecepatan mengakses internet yang tentunya menjadi hal yang krusial dalam WFH. Semua instansi harus siap dalam penyediaan kebutuhan pegawai yang diperlukan saat WFH.

Kepala Pusat Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan Setjen (Sekretariat Jenderal) Kemenkeu Herry Siswanto mengatakan, pihaknya selalu berupaya mengisi kebutuhan pegawainya terutama di bidang teknologi informasi dengan menambah pelatihan di bidang tersebut.

Pelatihan atas perubahan tempat kerja dengan memanfaatkan transformasi digital tentunya menjadi hal yang penting untuk diadopsi oleh instansi pemerintah jika WFH jangka panjang ingin berhasil dalam penerapannya. Dari sisi Sumber Daya Manusia nya, seperti yang diterapkan Kemenkeu bahwa mereka menekankan suasana yang tidak lepas dari teknologi sehingga para pegawai mampu beradaptasi dari “terpaksa” hingga “terbiasa” dan “bisa” memberdayakan teknologi yang berkembang (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2020).

Faktor Keberhasilan Melakukan WFH

Perubahan tempat dan lingkungan kerja yang terjadi pada sistem kerja WFH membutuhkan dilakukannya penyesuaian bagi para karyawan dan instansi untuk beradaptasi, maka suatu pelatihan dan pengembangan diperlukan untuk membantu para karyawan dan manajer untuk beradaptasi dengan sistem open workspace yang diimplementasikan oleh Kemenkeu.

Pelatihan dan pengembangan juga digunakan sebagai strategi untuk meningkatkan kapasitas kategori pekerjaan yang luas, seperti memastikan jumlah yang sesuai dari pegawai pengadaan dan pegawai manajemen program (Clark, 2013).

Pada saat pelatihan berfokus pada peningkatan kinerja dalam pekerjaan saat ini, pengembangan tersusun dari upaya untuk meningkatkan kinerja di masa depan dengan memberikan keterampilan yang akan digunakan dalam tugas selanjutnya (Berman, 2001).

Selain pelatihan dan pengembangan, dibutuhkan kesiapan kerja terhadap lingkungan kerja yang baru dan sistem yang baru. Menurut Slameto (dalam Setiyawan, 2013), kesiapan adalah suatu kondisi seseorang secara keseluruhan yang mempersiapkan seseorang tersebut dalam menyampaikan respon atau tanggapan dengan cara tertentu terhadap suatu keadaan maupun peristiwa.

Adaptasi terhadap suatu keadaan pada waktu tertentu akan mempengaruhi kecendrungan seseorang untuk memberi jawaban atau respon. Situasi tersebut meliputi tiga bagian yaitu: 1) Keadaan mental, emosional, dan fisik; 2) Keperluan, tujuan dan motif; 3) Pengetahuan, keterampilan dan pengertian lainnya yang telah ditelaah.

Menurut Brady (2010) kesiapan kerja memiliki fokus utama yaitu pada kepribadian seorang individu, seperti watak dan sikap pada saat bekerja dan mekanisme pertahanan tubuh yang diperlukan dalam memperoleh dan juga mempertahankan pekerjaan yang telah didapat. 

Latar belakang pelaksanaan WFH pada masa pandemi itu sendiri dimulai dari pengimbauan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo melalui konferensi pers yang bertempat di Istana Bogor pada tanggal 15 Maret 2020 yang memuat tentang imbauan kepada masyarakat untuk beribadah, bekerja, dan belajar di rumah.

Khusus bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), tindakan berikutnya terhadap imbauan tersebut telah dilakukan melalui Surat Edaran Nomor 19 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Aparatur Sipil Negara Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran COVID-19 di Lingkungan Instansi Pemerintah oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).

Surat edaran yang telah dikeluarkan tersebut menjadi petunjuk dan pedoman bagi instansi pemerintah dalam melaksanakan tugas kedinasan dengan sistem bekerja di rumah atau WFH.

Menanggapi imbauan dari Presiden tersebut, telah dilaksanakan beberapa kebijakan dalam masa pandemi oleh Kemenkeu salah satunya dengan melalui surat edaran yang dikeluarkan oleh Sekretaris Jenderal (Setjen) Kementerian Keuangan Nomor 5 Tahun 2020 yang mengatur mengenai arahan terhadap langkah penindaklanjutan pencegahan penyebaran COVID-19 di lingkungan Kementerian Keuangan dengan memberlakukan sistem bekerja di rumah atau WFH.

Selain itu, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) juga mendukung kebijakan bekerja dari rumah tersebut dengan mengeluarkan Nota Dinas Direktur Jenderal Kekayaan Negara yang merupakan tindak lanjut terhadap surat edaran Menkeu (Menteri Keuangan) terkait pedoman penindaklanjutan pencegahan COVID-19 di Lingkungan Kementerian Keuangan (Pratiwi, 2020).

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak