Penutupan mall pada pertengahan Maret 2020 memberikan dampak negatif yang sangat besar, bukan hanya pada para pedagang (retailer/tenant), tetapi juga tenaga kerja, pengelola, pemasok, pekerja informal terlibat, dan seluruh pelanggan.
Kinerja seluruh mall di Indonesia mendekati titik nadir, bahkan minus karena tidak ada arus kas masuk sama sekali, sementara itu biaya tetap (fixed cost) harus dianggarkan manakala menghendaki di saat new normal dapat melanjutkan usahanya.
Di saat new normal, wacana pembukaan mall Jakarta menguat. Harapannya dapat membantu menggerakkan roda perekonomian nasional dan meningkatkan ketahanan ekonomi masyarakat. Kedatangan Presiden Joko Widodo ke Summarecon Mall Bekasi, untuk mengecek kesiapan pengelola mall dalam memasuki fase new normal sebelum mall dibuka. Pun, kedatangan Presiden ke Stasium MRT juga menunjukkan kesiapan pemerintah untuk memasuki fase new normal di bidang transportasi umum.
Berkaitan dengan pusat perbelanjaan, berbagai persiapan yang harus dilakukan oleh pengelola, seperti pengukur suhu tubuh, pengunjung dan karyawan wajib memakai masker, menyediakan handsanitizer, mengontrol pengunjung untuk selalu menjaga jarak, pembatasan jumlah pemakai lift dan escalator akan dibatasi sehingga seluruh pengunjung bisa menjaga jarak.
Makna Ekonomi
Pembukaan mall akan sedikit mengobati berbagai bisnis yang terkait dari kolap. Meski demikian, banyak pihak memprediksi, pembukaan mall hanya akan sediki membantu sektor tertentu seperti pedagang, pengelola, pemasok, pekerja, dan sektor lain yang berkaitan.
Peningkatan pendapatan para pengecer belum tentu akan sesuai target, karena, pertama, masyarakat yang sadar akan bahaya virus Corona masih enggan ke mall. Apalagi pelanggan yang sudah berumur di atas 45 tahun tidak dianjurkan oleh protokol kesehatan untuk mengunjungi mall.
Konsumen belum yakin, mall telah aman dari covid-19. Bahkan masih banyak masyarakat yang berkeyakinan, ketika mall dibuka akan berpotensi menjadi klaster baru. Begitu juga, belum adanya sanksi yang tegas bagi gerai-gerai dan pengunjung yang melanggar protokol kesehatan.
Kedua, daya beli masyarakat juga masih rendah, akibat banyak PHK dan pekerja yang dirumahkan. Pun begitu, sektor lain banyak yang belum berjalan normal, sehingga pendapatan para retailer belum bisa pulih dengan cepat. Market mall masih akan tertahan sehingga pertumbuhan eknomi belum banyak bergerak ke arah positip.
Ketiga, keyakinan antara konsumen dan dunia usaha belum sinkron, karena belum adanya kepastian kapan wabah Covid-19 akan berakhir, sehingga masyarakat akan sangat hati-hati dalam melakukan konsumsi, kecuali barang dan jasa yang sangat dibutuhkan, seperti makanan, obat-obatan, dan suplemen. Hal ini juga akan mengurangi daya beli masyarakat.
Harapan Pemerintah
Di saat new normal, pemerintah berharap seluruh masyarakat tetap bekerja menggerakkan roda ekonomi, sehingga tetap produktif dalam kondisi aman. Pemerintah menghendaki di fase new normal, muncul kesadaran dan kedisiplinan kuat sehingga RO (Basic reproductive number) bisa ditekan di bawah 1 (satu).
Para remaja yang sudah lama tidak ke mall diprediksi akan berbondog-bondong, meskipun mereka tidak bisa makan di mall dan tidak bisa mencoba baju, termasuk tidak boleh menukarkan barang yang sudah dibeli. Lama berbelanja pun tidak boleh lebih dari 3 jam.
Namun, karena kesadaran masyarakat untuk melaksanakan seluruh protokol kesehatan masih sangat rendah, perlu penambahan petugas keamanan untuk mengontrol, kengingatkan, dan mengawasi penegakan protokol kesehatan di mall.
Kemampuan pemerintah untuk memberikan subsidi kepada seluruh masyarakat terdampak tentu sangat terbatas, sehingga ketika pemerintah telah menggelontorkan berbagai dana sosial selama tiga bulan, tentu menginginkan masyarakat kembali bekerja dan berusaha di era new normal, sehingga ketika berbagai bantuan sosial itu dihentikan tidak akan mengalami gejolak sosial.
Selama ini, berbagai paket kebijakan untuk UMKM seperti kartu prakerja, subsidi tarif listrik, pemberian keringanan pembayaran pajak selama enam bulan ke depan, pemberian relaksasi dan restrukturisasi pembayaran pinjaman, termasuk subsidi suku bunga belum dapat sepenuhnya diterapkan. Oleh karena itu, new normal merupakan jawaban atas semua itu.
UMKM sebagai tenant yang membuka gerai di mall tentu belum sepenuhnya mendapatkan dan memanfaatkan berbagai paket kebijakan itu. Dengan dibukanya kembali mall di saat new normal, memberikan angin segar akan keberlangsungan UMKM yang selama hampir tiga bulan mati suri.
Para pamasok yang sebelumnya juga berhenti produksi diharapkan dapat mempekerjakan karyawannya kembali sehingga UMKM yang ada di luar mall diharapkan juga mulai bangun dari kondisi mati suri untuk bersama-sama bekerja secara aman di era new normal.
Berbagai sektor informal terkait, seperti pedagang kaki lima, petugas parkir resmi dan liar, kuli angkut, penjual keliling, transportasi menuju dan dari mall, juga darapkan dapat bersemi mulai membuka usahanya.
Semoga saja, dengan kebijakan new normal dan pembukaan kembali mall dan tempat usaha lainnya, akan segera mengembalikan kehidupan seluruh UMKM yang saat ini menyangga 90% perekonomian nasional dan menyerap lebih dari 65% tenaga kerja di Indonesia.
Oleh: Dr. Basrowi / Alumni Ilmu Manajemen S3 UPI YAI Jakarta.