Pemerintah Indonesia mulai membuka kembali (re-opening) ekonomi dengan kondisi yang berbeda dengan sebelumnya dikarenakan dampak pandemi Covid-19, dengan tujuan untuk mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Dampak pandemi Covid-19 ini memberikan efek dominan terhadap aspek sosial, ekonomi, dan keuangan selain aspek kesehatan. Di lingkungan sosial langkah untuk flattening the curve memiliki konsekuensi pada berhentinya aktivitas ekonomi yang menyerap tenaga kerja diberbagai sektor.
Di lingkungan ekonomi pertumbuhan ekonomi menurun tajam, konsumsi terganggu, investasi terhambat, ekspor-impor terkontraksi dan pertumbuhan ekonomi melambat.
Jika kita bicra mengenai ekonomi pasti berbicara juga dengan keuangan, dalam sektor keuangan volatilitas muncul seiring dengan turunnya investor dan terjadinya flight to equality sektor keuangan terdampak karena penurunan kinerja sektor rill yang mencakup NPL, profitabilitas dan solvabilitas perusahaan mengalami tekanan.
Dengan demikian pemerintah Indonesia tidak membiarkan pertumbuhan ekonomi yang mengarah negatif. Dengan prinsip kehati-hatian dan bergerak cepat serta responsif terhadap segala perubahan yang cepat pemerintah membuka perlahan mobilitas sosial dan ekonomi meskipun tidak 100 persen beroperasi.
Jika tidak bergerak perlahan menggerakkan roda perekonomian maka ada peluang Indonesia mengalami krisis ekonomi atau resesi ekonomi, pemerintah Indonesia berupaya agar hal tersebut dapat segera diatasi dan pada tahun selanjutnya dapat dipulihkan kembali secara maksimal.
Bahkan IMF memprediksi perekonomian dunia mengalami resesi serta menyebut tahun 2020 lebih buruk dibanding krisis global pada 2008-2009.
Setiap negara memiliki respon yang berbeda untuk mengatasi perekonomian agar pulih dan membaik. Pemerintah Indonesia sendiri dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasioanl (PEN) tentu menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan harus tetap disiplin mematuhi aturan kesehatan yang ada, agar tetap dapat mengakses kehidupan dalam situasi yang tidak menentu sampai ditemukan vaksin. Entahlah sampai kapan kita berdampingan dengan situasi seperti ini...
Pemerintah Indonesia dengan melihat tenaga kerja semakin banyak yang menganggur, tingkat kemiskinan tinggi, pertumbuhan ekonomi melambat dan lapangan pekerjaan yang minim.
Sesuai dengan informasi yang diberikan oleh Departemen Keuangan bahwa pendapatan negara lebih rendah Rp61,7 triliun atau tumbuh negatif 13,2 persen dengan rincian penerimaan perpajakan tumbuh negatif - 58,1 dan PNBP -3,6.
Sedangkan biaya PEN yaitu sebesar Rp589,65 T, biaya ini dibagi menjadi dua yaitu demand side sebesar Rp205,20 triliun yang berguna sebagai perlindungan sosial seperti BLT, PKH, dana kompensasi agar tinggal di rumah, diskon listrik dan sebagainya.
Selain itu, supply side sebesar Rp384,45 triliun yang berguna untuk subsidi bunga, insentif perpajakan, dukungan pemda, dana untuk restitusi UMKM dan padat karya.
Dana yang digunakan pemerintah dalam program padat karya K/L sebesar Rp18,44 triliun untuk memberikan penghasilan sementara bagi pekerja harian yang kehilangan pendapatan akibat PSBB. Program padat karya tunai harus dilaksanakan secara masif dan tepat sasaran.
Tujuannya yaitu dalam rangka menjaga daya beli masyarakat dan membuka lapangan pekerjaan yang prioritasnya diberikan kepada keluarga kurang mampu.
Lantas bagaimana dengan penerapan protokol new normal apakah prospek perekonomian Indonesia ada harapan lebih baik meskipun dengan situasi ketidakpastian yang tinggi?
Kepala BKF Febrio Kancaribu, menyampaikan bahwa dengan mulai membuka kembali perekonomian meskipun tidak 100 persen produktivitasnya, diharapkan dapat menumbuhkan tingkat perekonomian ke arah positif dengan indikator yang dijadikan patokan recovery fiskal disaat ketidakpastian seperti indikator makro bahwa penerimaan tidak bisa dikendalikan sedangkan pengeluaran masih dapat diatur.
Realisasi dana PEN apa yang sudah dilaksanakan? Yaitu alokasi pelebaran defisit dengan menambah pengeluaran pemerintah atau defisit APBN sebesar Rp1.039,2 triliun yang bertujuan untuk menaikkan tingkat perekonomian masyarakat agar pertumbuhan negatif bergerak ke teritori positif.
Recovery fiskal dilakukan dengan hati-hati dan perlahan dibawah 3 persen dalam 3 tahun agar tidak terlalu tajam. Jika defisit terlalu tajam tidak baik bagi stabilitas makro, maka dari itu penurunan harus gradual dan menerapkan kebijakan fiskal secara disiplin.
Mayoritas ekonomi yang mobilitasnya tinggi sangat terdampak akibat pandemi Covid-19 ini, seperti misalnya pabrik, pariwisata, perdagangan ekspor-impor yang jauh dari kata normal tetapi harus segera diatasi agar pertumbuhan ekonomi 2020 tidak terlalu lama terpuruk dan segera bangkit untuk pemulihan.
Di sisi lain dampak Covid-19 memberi ancaman pada perekonomian Indonesia dari sisi konsumsi dan dunia usaha yang mana pada masa sebelum pandemi perusahaan manufaktur tumbuh 4 persen sekarang hanya 1,... persen saja. Dengan demikian dapat dikatakan sektor ekonomi yang dapat segera pulih yaitu sektor yang tidak bergantung pada mobilitas.
BUMN yang terdampak Covid-19 perlu segera diatasi dengan kriteria berpengaruh terhadap hajat hidup masyarakat, peran sovereign yang dijalankan, eksposur terhadap sistem keuangan dan dengan segala prioritas yang sudah ditentukan diharapkan dapat menolong tingkat konsumsi masyarakat serta memulihkan kondisi sosial agar lebih stabil.
Masalah akan terus ada disegala aspek kehidupan akibat pandemi Covid-19 ini, wabah memang belum sepenuhnya mereda dan berakhir, tetapi tidak bisa dibiarkan terus menerus perekonomian semakin jatuh dan terpuruk karena untuk mengembalikan menjadi normal akan sangat sulit jika tidak dilakukan secara perlahan dan pasti.
Dengan was-was dan selalu waspada dalam menjalani kehidupan new normal, mau tidak mau, siap tidak siap harus terus berjalan maju berdampingan dengan virus Covid-19. Semoga kondisi dunia disegala aspek kehidupan segera teratasi dan pulih seperti sedia kala menjadi kehidupan baru yang lebih baik dengan banyak hikmah yang dapat diambil untuk dijadikan pedoman hidup selanjutnya.