2 Tahap Stimulus Pajak atasi Dampak Pandemi Covid-19

Tri Apriyani | sulistiana18
2 Tahap Stimulus Pajak atasi Dampak Pandemi Covid-19
Ilustrasi Pajak (dok istimewa)

Menurut data Kementrian Keuangan Tahun 2019, penerimaan Pajak oleh Negara mencapai 1.545,3 T. dibandingkan dengan tahun 2018, realisasi pendapatan Negara tumbuh 0,7%. Awal tahun 2020, Dunia dihadapkan dengan adanya wabah Covid yang setelah itu sangat mempengaruhi perekonomian secara global dan masif. Perlambatan ekonomi secara alamiah mengurangi basis pajak.

Penerimaan Pajak diprediksi berpotensi tumbuh minus 5,9% dibanding tahun lalu. Instrumen Pajak yang minus setelah digunakan untuk penanganan pandemi adalah Pajak Penghasilan Badan dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI).

Secara umum, Pemerintah kurang lebih telah mengeluarkan dana Rp. 405 T untuk mengatasi pandemi, diantaranya berupa insentif perpajakan.

Insentif tersebut berupa pembebasan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk karyawan dan pembebasan Pajak Penghasilan Pajak 22 Impor untuk sektor tertentu selama 6 bulan, lalu adanya pengurangan besaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sebesar 30% untuk beberapa sektor yang telah ditentukan, percepatan restitusi Pajak dan penurunan tarif Pajak Penghasilan badan.

Beberapa stimulus yang dilakukan oleh pemerintah adalah, tahap pertama berupa pembebasan Pajak hotel dan restoran di 10 daerah wisata yang terdiri dari 33 kabupaten dan kota, lalu memberikan diskon tiket penerbangan sebesar 30% dari 25% seat penerbangan menuju 10 daerah wisata yang terdampak menurunnya jumlah wisatawan.

Strategi stimulus Fiskal akan terus mengalami penyesuaian, maka pada 13 Maret 2020 diumumkan stimulus tahap kedua, dengan melonggarkan kebijakan fiskal dengan melebarkan defisit APBN 2020 menjadi 2,5% PDB dari yang direncanakan sebelumnya sebesar 1,76% PDB tidak lain adalah usaha pemerintah untuk memberikan ruang gerak ekonomi yang lebih leluasa di tengah tekanan ekonomi.

Direktur Jenderal Pajak, Suryo utomo mengatakan bahwa pemerintah menambah 11 sektor lagi selain industri manufaktur untuk mendapat insentif pajak stimulus tahap kedua untuk meminimalisir dampak Covid-19 terhadap perekonomian. 11 sektor tersebut adalah:

  1. Pangan: Peternakan, Perikanan, Perkebunandan Holtikultura
  2. Perdagangan Bebas dan Eceran
  3. Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan
  4. Minyak dan Gas Bumi
  5. Pertambangan, Mineral dan Batu Bara
  6. Kehutanan
  7. Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
  8. Telekomunikasi dan Penyelenggara Jasa Internet
  9. Logistik
  10. Jasa Transportasi Darat dan Udara serta Angkutan Sungai dan Penyebrangan, dan
  11. Konstruksi

Seluruh perusahaan atau pelaku usaha sangat perlu membuat beberapa skema untuk penanggulangan dampak yang akan terjadi, dibagian keuangan termasuk pula perpajakan. Tantangan bagi pemerintah adalah kenyataan bahwa para pelaku usaha yang suda diberi keringanan, mampu atau tidak mematuhi kebijakan yang sudah diberikan, sementara untuk kondisi finansial pelaku usaha mengalami ketidakpastian.

Salah satu yang perlu diperhatikan seperti laba dari setiap perusahaan yang mengalami penurunan karena menurunnya tingkat daya beli masyarakat, apakah kebijakan penurunan tarif Pajak Penghasilan Pasal 25 dari tariff 25% menjadi 22% dapat mendorong pengusaha untuk tetap membayar pajak atau tidak sama sekali. Sebelum adanya wabah ini, kepatuhan wajib pajak warga Negara Indonesia tidak terlalu tinggi hanya sekitar 43% (Fenochietto and Pessino,2011).

Kebijakan fiskal ini dapat menolong perekonomian Indonesia untuk mengantisipasi Resesi dan menjaga stabilitas perekonomian.

Pengamat perpajakan, Yustinus Prastowo berpendapat bahwa dengan adanya berbagai insentif dan stimulus yang ada, shortfall pajak sangat memiliki potensi melebar di tahun ini.

Dirinya memperkirakan shortfall pajak mencapai Rp. 245,5 T lebih besar dari tahun lalu. Kurun waktu 10 tahun terakhir, pemerintah memang belum mencapai target pajak.

Adanya pandemi ini memperjelas kemungkinan Tahun ke-11 pemerintah tidak mencapai target pajak. Penerimaan pajak saat ini tidak perlu menjadi fokus utama pemerintah, aktivitas ekonomi yang terus menurun justru harus lebih menjadi fokus, jelasnya.

Oleh: Sulis Tiana Indah P/Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi 2018, Univesitas Negeri Jakarta

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak