Tahun 2020 menjadi tahun yang dimana meminta kita untuk terus beradaptasi dengan segala situasi. Pandemi covid-19 yang hadir dan menyerang seluruh belahan dunia tak hanya mengguncang sektor kesehatan, tetapi juga sektor perekonomian. Target pertumbuhan ekonomi tahun ini yang awalnya diproyeksikan mencapai kurang lebih 5,3% harus terkontraksi cukup dalam di triwulan kedua dan triwulan ketiga.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, dipaparkan bahwa perekonomian Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku triwulan II-2020 mencapai Rp3.687,7 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp2.589,6 triliun sehingga menyebabkan terjadinya kontraksi pertumbuhan sebesar 5,32 persen dan Ekonomi Indonesia triwulan III-2020 terhadap triwulan III-2019 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 3,49 persen.
Kontraksi perekonomian cukup pelik dirasakan oleh DKI Jakarta sebagai ibu kota Indonesia. Kota yang menjadi pusat pemerintahan sekaligus pusat perekonomian ini mengalami penurunan aktivitas ekonomi secara signifikan.
Berdasarkan laporan perekonomian provinsi DKI Jakarta yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, Kinerja perekonomian DKI Jakarta menurun signifikan pada triwulan II 2020 dibandingkan dengan triwulan I 2020, sebagai dampak pandemi COVID-19.
Ekonomi DKI Jakarta terkontraksi sebesar -8,22% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya mampu tumbuh sebesar 5,06% (yoy). Perkembangan ini tidak terlepas dari pengaruh melemahnya ekonomi global, sejalan dengan pandemi COVID-19 dan menurunnya aktivitas ekonomi domestik sebagai dampak kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran pandemi COVID-19.
Tingkat kemiskinan Provinsi DKI Jakarta pada periode Maret 2020 tercatat lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, indeks rasio gini DKI Jakarta pada Maret 2020 tercatat sebesar 0,399, lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi Maret 2019 (0,394).
Lebih tingginya tingkat kemiskinan didorong meningkatnya Garis Kemiskinan (GK) yang tidak diimbangi dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, terutama masyarakat dengan kemampuan ekonomi terbatas. Kenaikan garis kemiskinan terutama didorong oleh meningkatnya Garis Kemiskinan Makanan (GKM).
Selain daripada masalah perekonomian, Jakarta juga menyimpan deretan masalah yang tak kunjung usai dari tahun ke tahun. Setidaknya ada empat permasalahan yang perlu menjadi daftar prioritas penanganan masalah sebuah kota.
Di antaranya yaitu kemacetan, kampung kumuh, banjir, dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai kota keempat terpadat penduduk didunia yang memiliki populasi 10,2 juta jiwa dengan kepadatan penduduk 15,7 ribu orang tiap kilometer, Jakarta menjadi kota terpadat di Indonesia. Pemerataan pembangunan menjadi cukup sulit untuk diimplementasikan dan dipertahankan.
Menurut pandangan penulis, setidaknya ada empat cara penyelesaian masalah DKI Jakarta yang begitu kompleks ini. Secara sederhana, cara tersebut dapat disingkat menjadi 4S. S yang pertama yaitu Susun prioritas terkait bagaimana rencana APBD 2021 kedepan akan memfokuskan terhadap bidang apa saja.
Tentunya bidang yang menjadi pusat masalah dan butuh perbaikan segera. Dengan begitu, pemprov (pemerintah provinsi) DKI Jakarta sigap untuk begerak dari satu kebijakan ke kebijakan berikutnya.
S yang kedua adalah Sesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Jakarta. Diperlukan analisis SWOT, analisis sasaran secara tepat agar seluruh kebijakan dan program yang dijalankan tepat sasaran dan berdaya guna.
Pemberdayaan masyarakat perlu terus dijaring berdasarkan segenap potensi SDM maupun geografis tempat tinggal. S yang ketiga adalah Sederhanakan rumitnya proses birokrasi yang kerap kali menjadi lambatnya suatu tindakan pemecahan masalah.
Dengan tetap memperhatikan prinsip akuntabilitas dan transparansi, pemprov DKI perlu menyederhanakan konsep dan rancangan program untuk lebih dapat secara dinamis dikelola bersama oleh pihak-pihak yang disepakati. Dan S yang terakhir yaitu Sinergi.
Bagaimana pemprov DKI bersinergi dengan berbagai elemen namun tetap mengutamakan kepentingan rakyat Jakarta diatas kepentingan golongan. Sinergi positif harus dibangun dan dipertahankan melalui jalinan komunikasi yang baik dan terbuka. Banyak mendengar berbagai keluhan dan aspirasi yang masuk merupakan wujud dari pengelolaan good governance yang dapat meningkatkan elektabilitas kepercayaan masyarakat terhadap pemimpinnya.
Jakarta, kota tangguh, provinsi khusus yang menjadi pusat pergerakan di Indonesia tetaplah menyimpan sejumlah permasalahan bersama.
Namun bukan berarti tak ada solusi untuk dijalani agar satu persatu masalah teratasi. 4S di atas jika memang betul-betul diterapkan dan dijalani secara serius, saya yakin perlahan tapi pasti visi misi DKI Jakarta menjadi smart city, menjadi kota yang nyaman ditinggali oleh penghuninya akan pelan-pelan terwujud. Jakarta bisa, Jakarta kebanggaan kita.
Oleh: Dwi Prantara/Kepala Departemen Penristek BEM FT UNJ 2020