Per September 2020, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,55 juta orang. Jumlah tersebut meningkat 1,13 juta dibandingkan Maret 2020 dan meningkat 2,76 juta dibandingkan September 2019. Pengukuran jumlah penduduk miskin dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) melalui pendekatan basic needs approach. Periode penghitungan angka kemiskinan dilakukan selama 2 kali dalam setahun, yaitu bulan Maret dan bulan September.
Melalui Basic needs approach, kemiskinan dipandang sebagai ketidakkemampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk yang diklasifikasikan sebagai penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
Garis kemiskinan pada September 2020 sebesar Rp 458.947 per kapita per bulan. Garis kemiskinan tersebut terdiri atas garis kemiskinan makanan sebesar Rp 339.004 (73,87 %) dan garis kemiskinan non makanan sebesar Rp 119.943 (26,13 %). Garis kemiskinan September 2020 meningkat dibandingkan garis kemiskinan Maret 2020 sebesar Rp 454.652 per kapita per bulan. Jika dihitung garis kemiskinan per rumah tangga, besarnya per September 2020 mencapai Rp 2.216.714 per rumah tangga per bulan. Peningkatan garis kemiskinan disebabkan adanya inflasi umum sebesar 0,12 persen dan inflasi inti sebesar 0,84 persen selama periode Maret 2020 – September 2020.
Di beberapa negara, penghitungan garis kemiskinan tidak menggunakan basic needs approach. Di Eropa misalnya, garis kemiskinan dihitung menggunakan garis kemiskinan pendapatan relatif. Garis kemiskinan ini berkisar 40 persen – 70 persen, dimana penduduk yang memiliki pendapatan dibawah 60 persen dikategorikan sebagai penduduk berisiko terkena kemiskinan moneter.
Di Amerika Serikat, pengukuran kemiskinan menggunakan 3 komponen pendekatan, yaitu garis kemiskinan (dihitung berdasarkan pengeluaran kebutuhan dasar rumah tangga), pendapatan tunai sebelum pajak, dan inflasi. Penghitungan garis kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar rumah tangga, yaitu besarannya sebesar 3 kali rata-rata pengeluaran rumah tangga terhadap makanan. Penentuan besaran 3 kali tersebut berdasarkan Survei Konsumsi Makanan Rumah Tangga tahun 1955.
Jika di Indonesia garis kemiskinan berbeda antar kabupaten (secara geografik), maka di Amerika Serikat garis kemiskinan tidak berbeda secara geografik tetapi berbeda berdasarkan jumlah dan komposisi anggota rumah tangga. Komponen kedua dalam penghitungan garis kemiskinan melalui pendapatan tunai sebelum pajak yang terdiri atas gaji, kompensasi, pendapatan jaminan sosial, tunjangan anak, bunga, dan dividen. Pendapatan non tunai tidak termasuk ke dalam penghitungan pengukuran kemiskinan. Ketiga, garis kemiskinan juga dipengaruhi oleh inflasi yang selalu diperbaharui setiap tahunnya.
Beberapa perbedaan pengukuran kemiskinan disebabkan adanya perbedaan karakteristik penduduk di suatu negara. Garis kemiskinan yang digunakan sebagai ambang batas penentuan jumlah penduduk miskin bukan menjadi standar di dalam menentukan standar hidup layak seseorang dalam suatu negara. Meskipun ambang batas dalam garis kemiskinan mencerminkan kebutuhan keluarga, namun garis kemiskinan tersebut digunakan sebagai tolak ukur statistik, bukan sebagai deskripsi lengkap tentang apa yang dibutuhkan satu keluarga untuk hidup.
Kemiskinan merupakan permasalahan kompleks yang tidak hanya dapat diukur dari besaran pendapatan dan pengeluaran. Kemiskinan harus dilihat secara multi-dimensional sebagai kombinasi antara angka dan derajat keparahan kemiskinan. Dimensi utama dalam kemiskinan adalah kesehatan, pendidikan, dan standar hidup. Kemiskinan tidak hanya dapat dilihat dari ketidakmampuan moneter seseorang, tetapi juga dimensi lain seperti asupan nutrisi dan makanan, tingkat pendidikan yang ditempuh dan fasilitas perumahan yang dimiliki.
Namun, saat ini pengukuran kemiskinan masih mengacu terhadap besarnya pengeluaran seseorang. Jumlah penduduk miskin yang dihasilkan melalui metode tersebut merupakan salah satu indikator dalam melihat kemampuan penduduk Indonesia di dalam memenuhi kebutuhan dasarnya atau dapat dikatakan sebagai kemiskinan absolut. Pemberian jaminan sosial dan bantuan sosial dapat meningkatkan konsumsi masyarakat tersebut yang sedikit banyak mampu memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar. Selain upaya di dalam mengentaskan kemiskinan, pemerintah juga perlu menggarisbawahi tingkat ketimpangan. Tingkat ketimpangan yang semakin besar akan menyebabkan berbagai permasalahan mulai dari kriminalitas, ketidakstabilan ekonomi dan politik.
Pengukuran garis kemiskinan bukan menjadi acuan di dalam menentukan besaran standar hidup layak di suatu negara, tetapi garis kemiskinan menjadi tolak ukur statistik di dalam menghitung jumlah penduduk miskin. Besaran jumlah penduduk yang dihasilkan melalui acuan terhadap garis kemiskinan dapat menjadi sinyal bagi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan fasilitas pendidikan, fasilitas telekomunikasi, lapangan pekerjaan dan lain-lain sehingga dalam jangka panjang jumlah penduduk miskin dapat terus menurun.